03. pesan itu

52 8 0
                                    

Riuh suara kerikil bak penyambut Pasangan Na yang baru saja menginjakkan kaki di sebuah destinasi wisata indah bernama Maladewa, atau yang lebih dikenal dengan nama Maldives. Mobil yang ditumpangi oleh Jaemin dan Jean berhenti tepat di depan sebuah vila yang berdiri pada pesisir pantai.

Jean menegak salivanya begitu kagum, Jaemin tak pernah main-main untuk membuatnya menjauhi rasa sakit dan cemas berlebihan. "Kita harus nikmatin waktu di sini, karena aku pernah janji bawa kamu ke pantai."

Sekalinya ke pantai, ternyata pantai yang sangat jauh dari rumah. Dipikir Jean, Jaemin mengatakan pantai dengan membayangkan pasir putih di laut kota, namun saat ini mereka ada di Maldives.

"Pa, apa ini gak terlalu—"

"Gak, gak berlebihan." Jaemin meraih tas ranselnya, sesaat sebelum mengajak Jean untuk menuju vila. "Tolong ya, gak usah berpikir soal kerjaku, biayanya, dan semua yang kamu terka. Pokoknya aku mau kita have fun aja like we were young. Deal?"

Jean tersenyum, mengangguk paham agar Jaemin pun tak butuh tenaga ekstra untuk menjaganya.

"Ayo."

Apa yang diusahakan Jaemin tak perlu dibalas oleh Jean, namun pria itu hanya ingin Jean menikmati segala hal yang telah dipersiapkan. Keduanya lalu tersenyum riang di sepanjang langkahan yang membawa mereka ke dalam sebuah kamar yang akan dihuni selama beberapa hari ke depan.

"Gimana kamarnya?"

"Aku suka, di sini sejuk."

"Beneran?"

"Iya."

Ting!

Jaemin merogoh saku celananya lantas mengeluarkan ponsel yang tadi berbunyi. Ia membuka pesannya tepat di sebelah Jean, yang terlihat dikirim oleh Vivian Ning.

Secara bersamaan keduanya saling menatap, lalu dengan tenang Jaemin mengatakan, "dia ketua dari Divisi HR. Gak apa-apa kan kalau aku simpan nomornya?"

Jean mengangguk, "gak apa."

"Ini, foto dinas aku kemarin. Aku sempat foto bareng distributor yang aku bilang, bareng anak-anak yang lain juga."

Jemari Jaemin terus menggeser layar ponsel, memperlihatkan aktivitasnya selagi bekerja di luar kota beberapa hari yang lalu. Sebenarnya itu sekadar foto biasa, tetapi Jean mulai risih ketika menemukan seorang wanita yang selalu berdiri di sebelah Jaemin dan di semua foto.

"Dia-siapa?" Tanya Jean menunjuk wanita tersebut.

"Oh, ini Vivian. Yang kubilang tadi."

Lambat laun wajah Jean menjadi cukup masam, disusul dengan langkahan secara tiba-tiba untuk meletakkan totebag-nya di atas nakas. Meski Jean sedikit cemburu, namun Jaemin belum menyadari hal itu.

Tak berselang lama, ponsel Jaemin berdering, menandakan seseorang memanggil. Reflek Jean menoleh, diikuti Jaemin yang meletakkan ponselnya di atas meja.

"Kenapa gak diangkat?"

"Gak penting, ma."

"Memangnya itu siapa?"

Jaemin meraih ponselnya lagi untuk diperlihatkan pada Jean. Nama Vivian terpampang, sukses membuat Jean jengkel kali ini. "Bukannya kamu hari ini cuti? Besok baru WFH?"

"Iya, makanya aku gak mau angkat."

"Terus kenapa dia nelepon?"

Nada bicara Jean yang tak biasa membuat Jaemin tertegun. Sebenarnya ini bukanlah hal yang salah tetapi-Jean tak pernah sedingin ini sebelumnya.

"Ca."

"..."

"Sayang."

"..."

"Gak ada apa-apa, trust me."

"..."

"Makanya aku gak mau angkat karena aku gak mau hari pertama kita."

Jean menunduk, menetralkan emosi yang tak dikenali oleh dirinya sendiri. Rasa bersalah itu berkecamuk, lantaran Jean semakin tak mengenali dirinya yang digempur oleh pemikiran sendiri.

"Maaf." Ucap Jean setelah lama terdiam. "Maaf aku gak bermaksud curiga, tapi-"

"Gakpapa, normal kalau kamu-"

"Aku ke toilet dulu."

"Ca."

Jean tak menanggapi panggilan pria itu, tetap melangkahkan kakinya menuju kamar kecil. Di sana Jean hanya membisu, menatap wajahnya melalui kaca cermin yang cukup besar.

Dalam diamnya, kini ponselnya yang ikut memberi pesan masuk. Nomor itu, lagi. Nomor yang seharusnya tak Jean indahkan, namun kalutnya selalu saja mengundang untuk membaca apa sebenarnya yang orang itu inginkan.

Dari: xxx
Kamu sudah tahu siapa orangnya, kan?

Jean
Jangan ganggu aku lagi.
Aku tahu kamu gak akan membalas pesanku.
Tapi aku gak mau percaya dengan orang asing.

Dari: xxx
Hahaha, tapi aku tahu Na Jaemin.
Aku tahu kalian.
Dan kalian gak akan bertahan lama.

Tangan Jean bergetar. Orang itu akhirnya membalas pesanku. Membuat wanita itu teringat awal dari nomor tak dikenali ini menghubunginya. Awalnya Jean ingin menampik, mengira bahwa ini sekadar pesan jahil.

Namun hari demi hari berlalu, orang itu terus mengakui bahwa Jaemin meyembunyikan sesuatu  dari dirinya. Jean berusaha bertanya siapa dan apa maksud orang itu melakukan pesan ini, tetapi Jean tak pernah mendapat jawabannya.

Baru hari ini, orang itu membalas ucapan Jean. Semuanya membuat Jean semakin bingung, cemas berkepanjangan, terus menyalahkan dirinya, bahkan mungkin-dirinya mulai tak mempercayai pria yang telah bertahun-tahun menemani harinya.

To be continue...

FEAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang