PROLOG

152 30 0
                                    

Cerita ini hanyalah karangan fiktif belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini hanyalah karangan fiktif belaka. Latar, tokoh & tempat bukanlah kejadian yang sebenarnya.

.

.

.

Genre : GxG, Yuri, Romansa, Angst, Marriage life, Adult.

Play Media : Call Out My Name by The Weekend.

.

.

.





“Faye Malisorn!”

Faktanya aku tidak pernah berpikir bahwa diriku mampu mendobrak pintu besar ini, memanggil namanya jelas membuat mulutku gatal. Mungkin setelah ini aku harus membilas mulutku dengan antibiotik. Segala hal yang berkaitan dengan namanya selalu menghantarkan rasa gatal yang membuatku kesal setengah mati. Syukurnya hari telah beranjak malam, tak ada yang akan melihat hal ini. Tak ada yang akan melihat betapa gilanya seorang pekerja magang hendak melabrak bos besar mereka. Tapi, apakah aku peduli? Pada akhirnya aku akan keluar dari tempat mengerikan ini, karena itulah aku berada disini dengan segala tekad untuk tidak terikat.

“Mengejutkan, akhirnya kamu memanggil namaku lagi.”

Binaran mata serta nada suaranya yang tidak biasa, aku tahu semua hal akan menjadi lebih buruk setiap kali kami bertemu. Itulah yang terjadi selama tiga bulan terakhir. Tepat saat wanita ini memperlihatkan sosoknya beberapa bulan lalu. Jelas karena kebodohanku sendiri, mempercayai bahwa diriku cukup layak untuk bekerja di perusahaan seperti ini dengan usaha sendiri juga dengan pendidikan yang bahkan belum selesai.

Siapa yang akan mengira ada seseorang dibaliknya. Seseorang yang paling kubenci. Seseorang yang membuatku terkena masalah pada akhirnya, menjadi bahan gosip semua karyawan wanita. Efek yang dia berikan masih sama, tekanan yang dia berikan tidak pernah berubah. Faye 'Great' Malisorn. Semua orang memujanya, terutama para wanita. Dia kaya, dia terkenal dan dia seorang pemain.

Satu hal yang tidak pernah berubah tentu saja, senyum bajingan penuh pesona yang dia miliki.

“Tak perlu menghancurkan pintu kantorku jika kamu merindukanku...” katanya dengan nada sombong dan jenaka seperti biasa. Aku menyakinkan diriku sendiri bahwa aku telah menatapnya dengan tajam sedari tadi. Pintu kantornya adalah buktinya, dia seharusnya takut.

Tapi, tanganku yang justru gemetar dan ya, aku bisa merasakan darah disekujur tubuhku naik menuju kepala ketika wanita itu, dengan gayanya yang selalu terlihat berkharisma berbalik penuh kearahku, melangkah mendekat dengan satu tangan memegang segelas wine. Oh, itu kebiasaannya. Menikmati alkohol untuk menekan amarah dan sial, mengapa aku datang kemari disaat dia meminum minuman laknat itu?

I'M [NOT] YOURS [FayeYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang