Jakarta. Kota dengan hiruk-pikuk kehidupan yang tak pernah berhenti. Di tengah kepadatan, kesibukan, dan suara bising kendaraan yang bersahutan, ada sebuah kamar kecil di sebuah rumah kost yang baru saja diisi oleh seorang gadis muda. Di sanalah Kirana, gadis berambut sebahu dengan mata teduh, duduk di tepi tempat tidurnya.
Kirana menatap keluar jendela kamarnya. Pandangannya melayang, menyaksikan langit Jakarta yang hari itu sedikit mendung. Ia menarik napas panjang, matanya dipenuhi bayangan masa lalu yang tak bisa ia lupakan. Kota ini bukan hanya tempat ia melanjutkan kuliah, tapi juga tempat di mana harapan yang selama dua tahun terakhir tersimpan di hatinya, kini kembali menyala.
Di meja belajarnya, ada sebuah surat yang tergeletak. Surat itu sudah tak asing lagi baginya. Sudah berulang kali dibaca, diresapi, namun maknanya tetap sama, surat itu dari Dito, teman SMA yang diam-diam ia rindukan. Dua tahun lalu, mereka terpisah dengan banyak hal yang belum terselesaikan.
Kirana tersenyum tipis, matanya kembali menatap keluar jendela.
“Sebentar lagi, kita bakal bertemu lagi kan?” batinnya berharap.Ia berdiri dari tempat tidur dan berjalan menuju mejanya, jemarinya menyentuh surat itu sebentar, seakan memeriksa kembali apakah semua kenangan yang tertulis di sana masih nyata. Kirana menghela napas, berharap harinya di kota ini akan segera mempertemukan mereka kembali. Matanya menatap jauh ke luar, ke arah gedung-gedung tinggi yang menjulang seakan menantangnya. Sebuah perjalanan baru telah dimulai.
“Jakarta… tempat kamu berada,” ucapnya pelan, suara hatinya bercampur antara harapan dan kegelisahan. Kini, dia tak lagi berada di sekolah kecil di kotanya, tapi kota besar, di mana ia berharap bisa menemukan Dito.
Bayangan masa SMA terus berputar dalam benaknya. Dito, dengan kehadirannya yang diam-diam, telah berhasil menyentuh hati Kirana melalui kata-kata yang ditulis dalam puisinya. Dua tahun lalu, di perpustakaan sekolah, Dito tak hanya membantunya menyelesaikan puisi, tapi juga meninggalkan bekas yang dalam di hatinya, perasaan yang tak pernah bisa ia ungkapkan hingga saat ini.
Kirana berjalan ke jendela, menatap langit mendung yang semakin menggelap. Mungkin, seperti langit di atas sana, ada hujan yang akan turun di kehidupannya. Namun, di balik hujan, ada keinginan yang selalu dia bawa, untuk bisa bertemu kembali dengan Dito, dan mungkin, menyelesaikan apa yang belum terselesaikan dua tahun yang lalu.
Dengan satu tarikan napas panjang, Kirana kembali memotivasi dirinya sendiri. Hatinya penuh dengan perasaan yang tak sabar sekaligus khawatir. “Semoga hari ini aku bisa ketemu lagi dengan dia,” ucapnya pelan, seperti janji pada dirinya sendiri.
Hari itu, Kirana bersiap. Siap untuk menghadapi kehidupannya di Jakarta, dan siap untuk mencoba menemukan kembali seseorang yang membuatnya pernah merasa begitu hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Bulan April
RomanceKirana, seorang mahasiswi yang baru pindah ke Jakarta, tak pernah bisa melupakan Dito teman SMA yang diam-diam telah mengisi hatinya dengan puisi dan perasaan yang tak terucap. Dua tahun berlalu sejak perpisahan tanpa kata itu, namun kini di tengah...