Bab 13: Bayangan Masa Lalu
Esoknya, Lana terbangun dengan perasaan berat. Pertemuan yang telah ia sepakati dengan Adrian membayanginya sejak malam sebelumnya. Hatinya berkecamuk, di antara rasa rindu yang tak terucap dan kesetiaan pada Reyhan. Bagaimanapun juga, Adrian pernah menjadi bagian penting dari hidupnya. Dan kini, meski sudah lama berlalu, luka yang dulu sudah terkubur kembali menganga.
Dia memutuskan untuk berangkat lebih awal. Dengan mengenakan gaun sederhana berwarna krem dan sepatu flat, Lana berharap bisa tampil tanpa kesan terlalu berlebihan. Setelah semuanya siap, dia berjalan keluar, mencoba menenangkan pikirannya. Meski belum tahu bagaimana pertemuan ini akan berakhir, satu hal yang pasti: dia perlu mendapatkan jawaban.
Adrian memilih kafe kecil di tepi kota, tempat yang dulu sering mereka kunjungi bersama. Begitu memasuki kafe, Lana melihat Adrian sudah duduk di pojokan dengan segelas kopi di depannya. Pandangannya tajam, seolah menunggu untuk mengatakan sesuatu yang penting.
"Lana," sapa Adrian begitu dia mendekat.
Lana mengangguk, mencoba tersenyum meski hati terasa berat. Dia duduk di seberang Adrian, dan sejenak ada keheningan di antara mereka, seperti keduanya sedang mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk memulai.
"Aku tidak tahu harus mulai dari mana," Lana akhirnya bicara, mencoba mengatasi rasa canggung yang mendesak. "Aku kira kita sudah selesai... bahwa semuanya sudah selesai antara kita."
Adrian menarik napas dalam sebelum menjawab. "Aku juga berpikir begitu, Lana. Tapi setelah waktu berlalu, aku sadar, ada sesuatu yang belum selesai. Ada hal-hal yang tidak sempat aku katakan, dan mungkin sekarang saatnya."
Lana menatap pria di depannya, memperhatikan wajah yang sudah begitu ia kenal. Tapi di balik keakraban itu, ada perasaan asing yang mulai tumbuh. Waktu telah mengubah mereka berdua, namun perasaan yang dulu pernah mereka bagi masih terasa menggantung di antara mereka.
"Apa yang ingin kamu katakan, Adrian?" tanya Lana akhirnya, suaranya lembut tapi jelas.
Adrian menghela napas lagi sebelum mulai berbicara. "Aku sadar, aku salah. Aku meninggalkanmu karena aku takut. Takut pada perasaan yang aku sendiri belum siap hadapi. Dan setelah semua ini, aku masih mencintaimu, Lana."
Pernyataan itu membuat jantung Lana berdetak lebih cepat. Mendengar kata-kata yang pernah dia tunggu bertahun-tahun lalu, tapi sekarang... perasaan itu tak lagi sama. Bagaimanapun, ada Reyhan dalam hidupnya sekarang. Pria yang selama ini selalu ada di sisinya.
"Tapi semuanya sudah berubah, Adrian," kata Lana, suaranya bergetar. "Aku sudah punya Reyhan sekarang. Dia mencintaiku dan aku mencintainya. Kita... kita tidak bisa kembali ke masa lalu."
"Aku tahu," jawab Adrian dengan suara pelan. "Tapi aku ingin kamu tahu, Lana, bahwa jika ada kesempatan kedua... aku akan memperjuangkanmu. Aku akan membuat segalanya lebih baik. Aku hanya butuh kamu untuk percaya padaku lagi."
Lana menggeleng perlahan, matanya mulai berkaca-kaca. Kata-kata Adrian seolah menggoreskan luka baru di hatinya. Sebagian dari dirinya ingin kembali merasakan cinta yang dulu pernah ia miliki dengan Adrian, namun sebagian lainnya tahu bahwa ia harus melangkah maju.
"Adrian... aku tak bisa. Reyhan adalah bagian dari hidupku sekarang, dan aku tidak bisa meninggalkannya. Dia sudah terlalu banyak berkorban untukku, dan aku mencintainya."
Keheningan kembali mengisi ruangan. Adrian menundukkan kepalanya, seolah mencoba menelan kenyataan yang baru saja didengarnya. Sementara Lana, hatinya berkecamuk di antara rasa bersalah dan keyakinan pada keputusannya.
Setelah beberapa saat, Adrian akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Lana dengan senyum pahit. "Aku mengerti. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa perasaanku tidak berubah. Tapi jika itu yang kamu inginkan, aku akan mundur. Aku hanya ingin kamu bahagia, Lana."
Lana merasa lega sekaligus sedih mendengar kata-kata Adrian. Lega karena Adrian tidak akan terus memaksanya untuk memilih, namun sedih karena dia tahu bahwa dengan ini, sebuah babak dalam hidupnya benar-benar ditutup untuk selamanya.
Lana pulang dengan perasaan campur aduk. Pertemuan dengan Adrian seharusnya memberinya kepastian, tapi nyatanya justru membuat hatinya semakin kacau. Meskipun dia tahu cintanya untuk Reyhan tulus, ada bagian kecil dari dirinya yang masih merindukan apa yang pernah ia miliki bersama Adrian.
Di apartemennya, Lana duduk di sofa dan menatap ponselnya. Sebuah pesan dari Reyhan muncul di layar.
Bagaimana pertemuanmu?
Lana ragu sejenak sebelum akhirnya membalas.
Aku bertemu Adrian. Kami bicara. Aku akan cerita semuanya nanti.
Tak lama kemudian, Reyhan menelepon. Suaranya di ujung telepon terdengar tenang, seperti biasanya. "Aku bisa datang sekarang kalau kamu mau bicara."
Lana tersenyum kecil mendengar tawaran Reyhan. "Boleh. Aku rasa kita memang perlu bicara."
Setelah menutup telepon, Lana merasakan hatinya sedikit lebih tenang. Reyhan selalu tahu bagaimana cara menenangkan dirinya. Meskipun keadaan di antara mereka tidak selalu mudah, Reyhan selalu ada, siap mendukungnya kapan pun dibutuhkan.
Setengah jam kemudian, Reyhan tiba. Dia membawa sebotol jus segar, sesuatu yang biasa mereka minum bersama saat ingin santai. Lana menyambutnya dengan senyuman lelah.
"Jus favorit kita," kata Reyhan sambil tersenyum tipis. "Kurasa kita butuh sesuatu yang segar setelah hari yang panjang."
Mereka duduk di ruang tamu, masing-masing memegang gelas jus. Beberapa menit berlalu dalam keheningan sebelum Lana akhirnya bicara.
"Aku sudah bertemu dengan Adrian," katanya perlahan. "Dan dia bilang... dia masih mencintaiku."
Reyhan mendengarkan dengan tenang, meskipun Lana bisa melihat ada sedikit kekhawatiran di mata pria itu. "Dan bagaimana perasaanmu setelah mendengarnya?"
"Aku tidak tahu," jawab Lana jujur. "Aku... masih ada perasaan untuknya, tapi aku juga tahu bahwa aku mencintaimu, Reyhan. Ini semua sangat membingungkan."
Reyhan menatapnya sejenak, sebelum menaruh gelasnya di meja. "Aku mengerti, Lana. Aku tidak akan memaksa kamu untuk memilih sekarang. Tapi yang aku ingin tahu adalah, di mana posisiku di hatimu?"
Lana terdiam. Pertanyaan Reyhan menyentuh inti dari kebingungannya selama ini. Di mana posisi Reyhan dalam hidupnya? Apakah dia hanya pelarian dari masa lalunya yang penuh luka, ataukah Reyhan benar-benar cinta yang tulus?
"Aku mencintaimu, Reyhan," kata Lana akhirnya, menatap dalam-dalam ke mata pria itu. "Tapi aku juga butuh waktu. Waktu untuk benar-benar meyakinkan diriku bahwa masa lalu itu sudah selesai."
Reyhan mengangguk pelan. "Aku bisa memberimu waktu, Lana. Aku akan selalu ada di sini. Tapi aku juga ingin kamu tahu, aku tidak akan menunggumu selamanya. Aku butuh kepastian, sama seperti kamu."
Lana merasakan hatinya perih mendengar kata-kata Reyhan. Dia tahu pria ini tidak ingin menyakitinya, tapi kenyataan yang harus ia hadapi adalah bahwa Reyhan juga butuh kejelasan. Dan Lana tidak bisa terus membiarkan Reyhan berada di dalam ketidakpastian ini.
"Aku janji, aku tidak akan membiarkan ini berlarut-larut," kata Lana pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri juga. "Aku hanya butuh waktu sedikit lagi."
Reyhan tersenyum lembut, lalu memegang tangannya. "Aku akan menunggumu, Lana. Tapi jangan terlalu lama, ya?"
Mereka berdua tertawa kecil, meskipun di balik tawa itu, ada rasa ketidakpastian yang masih menggantung di udara. Bagi Lana, pilihan ini mungkin akan menjadi salah satu keputusan terbesar dalam hidupnya. Dan kini, dia tahu bahwa waktu yang tersisa semakin sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eclipsed Heart
РазноеDi bawah langit malam yang dipenuhi bintang dan sinar purnama, Lana dan Reyhan tak pernah menyangka bahwa hati mereka akan saling terhubung. Lana, seorang wanita berjiwa bebas namun menyimpan luka cinta dari masa lalunya, sedang berusaha membangun k...