bab 49

0 0 0
                                    

Bab 49: Terperangkap dalam Bayangan

Setelah berhasil merekam sebagian percakapan di dalam gudang, Lana, Reyhan, dan Maya merasa degup jantung mereka semakin cepat. Mereka menyadari bahwa situasi ini jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Di dalam ruangan itu, percakapan antara orang-orang yang berpakaian formal terdengar jelas: mereka sedang mendiskusikan cara untuk memperketat kontrol informasi dan bagaimana menghadapi pihak-pihak yang berani membocorkan rahasia organisasi mereka.

Suara berat salah satu pria terdengar, "Semua yang terlibat harus dibungkam. Mereka yang tahu terlalu banyak harus dihilangkan, termasuk informan yang terus saja berusaha melawan kita."

Mendengar itu, Maya menelan ludah, sementara tangan Lana tetap menggenggam erat perekam suara di sakunya. Mereka menahan napas, memastikan tak ada gerakan atau suara yang mengungkap keberadaan mereka di luar ruangan.

Reyhan berbisik pelan ke telinga Lana, "Kita harus keluar sekarang sebelum mereka menyadari kita ada di sini."

Namun, sebelum mereka sempat bergerak lebih jauh, pintu belakang gudang tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok pria dengan jas hitam yang berjalan masuk. Tatapannya tajam, dan sepertinya dia tidak sendirian. Di belakangnya, ada beberapa orang berpakaian serba hitam, dengan ekspresi wajah dingin dan penuh kewaspadaan. Mereka bergerak seperti tim profesional yang terlatih, memeriksa setiap sudut gudang dengan teliti.

Lana, Reyhan, dan Maya saling berpandangan dengan panik. Mereka tahu bahwa mereka tak punya banyak waktu untuk melarikan diri. Reyhan segera menarik tangan mereka berdua, membawa mereka ke balik tumpukan peti kayu besar di pojok ruangan yang tampak tak terjangkau oleh cahaya.

Dengan suara pelan, Reyhan berbisik, "Kita harus menunggu mereka pergi atau menemukan jalan keluar lain."

Sementara mereka bersembunyi, orang-orang tersebut mulai mendekati area mereka, memeriksa dan menyisir gudang dengan cermat. Salah satu dari mereka mengeluarkan senter, menyinari sudut-sudut gelap, membuat Lana, Reyhan, dan Maya semakin tegang.

Di sela-sela detik yang berjalan lambat, Lana mendapati pikirannya melayang pada apa yang baru saja mereka dengar. Jelas bahwa kelompok ini bukan hanya sekadar jaringan rahasia biasa, mereka adalah organisasi besar yang tak segan-segan melakukan tindakan kejam untuk melindungi kepentingan mereka. Pikiran itu membuat bulu kuduknya meremang, tapi ia berusaha tetap fokus.

Tiba-tiba, suara langkah kaki mereka semakin dekat, dan senter yang menyala terang hampir menyinari tempat persembunyian mereka. Reyhan memegang erat tangan Lana dan Maya, memberi isyarat agar mereka tetap diam. Tetapi tanpa mereka sadari, sebuah benda kecil dari saku Maya jatuh dan mengeluarkan suara kecil, cukup untuk menarik perhatian salah satu pria berjas hitam itu.

Pria itu berhenti, mengarahkan senter ke arah peti tempat mereka bersembunyi. Nafas mereka tertahan. Reyhan segera mengisyaratkan agar mereka bersiap, jika sewaktu-waktu terpaksa harus berlari atau bahkan melawan.

Namun, tepat sebelum pria itu bisa lebih dekat, suara dari luar gudang mengalihkan perhatian mereka. Suara alarm mobil yang meraung-raung di kejauhan berhasil mengalihkan perhatian seluruh tim tersebut. Para pria berjas hitam saling bertukar pandang, lalu salah satu dari mereka memberikan isyarat untuk memeriksa sumber suara itu. Dengan cepat, mereka bergerak keluar, meninggalkan gudang sementara waktu.

Melihat kesempatan itu, Reyhan berbisik, "Ini saatnya! Kita harus keluar sekarang juga."

Mereka bertiga segera bangkit dan bergerak cepat menuju pintu samping gudang. Dengan langkah hati-hati, mereka memastikan tidak ada yang tertinggal dan berhasil meloloskan diri tanpa menimbulkan suara. Mereka melangkah keluar ke malam yang sepi, berlari menjauh dari gudang dengan napas yang tersengal-sengal.

Setelah merasa cukup jauh, mereka berhenti sejenak di sebuah taman kecil yang gelap, menenangkan diri dan menyusun rencana. Lana segera memeriksa perekamnya, memastikan rekaman percakapan tadi masih tersimpan dengan baik. Mendengar kembali suara yang berhasil mereka rekam membuat ketegangan yang baru saja reda kembali menghantui mereka.

Maya akhirnya bicara, suaranya gemetar, "Apa kita benar-benar aman sekarang? Mereka pasti tidak akan diam saja setelah ini."

Reyhan menatap Maya dengan tenang meskipun matanya masih menyiratkan ketegangan. "Mungkin kita tidak pernah akan benar-benar aman, tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang. Setidaknya, kita sudah punya bukti untuk membuka semuanya."

Lana, yang selama ini diam sambil mengatur napasnya, angkat bicara. "Kita tidak bisa bergerak sendirian lagi. Kita butuh bantuan orang-orang yang punya kuasa dan tidak mudah diancam oleh kelompok ini."

Mereka bertiga terdiam, memikirkan siapa yang mungkin bisa mereka percayai di tengah semua ancaman ini. Meski sulit, mereka menyadari bahwa saat ini nyawa mereka sedang dipertaruhkan.

Setelah beberapa saat, Lana akhirnya mengusulkan untuk menemui seorang teman lamanya yang bekerja sebagai pengacara hak asasi manusia. Temannya, Anisa, dikenal memiliki jaringan luas dan pengaruh cukup kuat di kalangan aktivis. Lana berharap, melalui Anisa, mereka bisa mendapat perlindungan dan mempercepat proses pengungkapan bukti.

Keesokan harinya, mereka bertiga mengatur pertemuan dengan Anisa di sebuah kafe yang cukup ramai, dengan harapan suasana keramaian bisa memberikan perlindungan tambahan. Lana memperkenalkan Reyhan dan Maya, lalu segera menjelaskan situasi mereka dengan detail.

Anisa mendengarkan dengan serius, sesekali mengangguk dan mencatat poin-poin penting. Setelah mendengar cerita lengkap, ia menatap mereka dengan sorot mata penuh tekad.

"Aku akan bantu kalian. Tapi kita harus hati-hati, organisasi seperti ini biasanya punya mata-mata di mana-mana," ujar Anisa sambil memandang sekitar dengan waspada. "Pertama, aku akan menyebarkan informasi ini kepada beberapa orang yang aku percaya di media independen. Dengan begitu, jika sesuatu terjadi pada kita, mereka sudah tahu ceritanya dan bisa membantu menyebarkan kebenaran."

Mendengar itu, Lana merasa ada secercah harapan. Mereka akhirnya menemukan seseorang yang memiliki keberanian dan kemampuan untuk membantu mereka. Mereka menghabiskan beberapa jam bersama Anisa, menyusun rencana dengan lebih rinci dan membuat cadangan bukti yang akan disimpan di beberapa tempat.

Namun, sebelum mereka berpisah, Anisa memberikan satu pesan penting. "Ingat, jangan lengah. Kita tidak tahu siapa yang bisa dipercaya sepenuhnya. Ada baiknya kita tetap berpindah tempat secara berkala dan selalu waspada."

Lana, Reyhan, dan Maya saling berpandangan. Meskipun mereka tahu risikonya, langkah ini sudah tidak bisa dihentikan. Mereka harus terus maju demi mengungkap kebenaran yang selama ini ditutupi.

Setelah pertemuan tersebut, mereka bertiga kembali ke tempat persembunyian mereka yang baru, berusaha untuk beristirahat dan menyiapkan mental untuk kemungkinan-kemungkinan berikutnya. Mereka tahu, malam-malam berikutnya mungkin akan dipenuhi dengan ketegangan dan ancaman. Tapi mereka sudah siap menghadapi semuanya, dengan satu harapan, bahwa kebenaran akan segera terungkap dan mengakhiri mimpi buruk ini.

Eclipsed HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang