The Tournament - Day 3

5 1 0
                                    

Setelah huru-hara malam sebelumnya, Archie masih tetap harus bertanding melawan Qasalon, padahal pemenangnya sudah ditentukan. Yah, mau bagaimana lagi. Acara adalah acara, walau terasa kehilangan maknanya. Meskipun dia masih kesal dengan Deon karena mau ditanya bagaimanapun, dia melakukan gerakan tutup mulut. Setelah matanya, sekarang mulutnya. Dasar keras kepala, menyebalkan, dan manipulatif!

Kebenaran yang terkuak semalam membuat keadaan menjadi semakin genting. Stadion nyaris setengahnya kosong, sementara yang hadir tampak tidak fokus. Tidak ada sorak-sorai ketika Archie, Isolda, dan perwakilan dari Qasalon masuk ke arena. Para penjaga bertampang serius berdiri rapat tanpa ekspresi. Langit mendung seakan memberi pertanda bahkan sang Paus pun tak hadir. Hanya seorang kardinal yang membuka pertandingan terakhir, seakan berharap semuanya segera berakhir.

Isigalla dan Qasalon mengangkat senjata di tengah ancaman yang sebenarnya.

Isolda di kanan Archie, dan di hadapannya ada Esmeralda dan Einar. Ketika pertarungan resmi dimulai, orang-orang Qasalon itu bergerak. TAPI MALAH MENJAUH!

"Pertanyaan cepat, mau itu mengaku-ngaku atau bukan sekalipun, jawabannya kuanggap kebenaran. Apakah kalian para Isigalla merasa lebih tahu akan apa yang terjadi di sini dibandingkan aku? Bagi yang mau menjawabnya ... kemarilah," kata Einar sambil menjauh ke sisi kanan arena

Esme melakukan hal yang sama, dia menyilangkan kedua pedang, menoleh ke pinggir arena di mana para wali Isigalla berada, lantas bergerak ke bagian kiri arena.

Archie mengerling. Ternyata bukan hanya dia saja yang muak dengan pertandingan ini.

Pemuda itu pun mengangkat tongkat. Einar tidak perlu diladeni dulu. Dia hanya bisa berbuat onar, lagi pula jaraknya terlalu jauh, Archie tidak sampai. Bergerak terlalu malas.

Dengan suara tegas, dia merapal mantra sambil menarget si Putri Qasalon.

"Merah membara

Cepat bagai suara

Hanguskan dia."

Lingkaran sihir terbentuk di depan tongkatnya.

"Ignis fulmine!"

Sebuah bola api berpetir meluncur cepat ke arah Esme. Beruntung sekali, sihirnya dapat mengenai lawannya kali ini, tidak seperti saat melawan Qokar.

Sementara itu, Isolda Kais yang menghadapi Einar dan dengan senang hati menjawab pertanyaannya. Dia mendekati pemuda itu.

"Untuk menjawab pertanyaanmu," kata Isolda Kais sinis. "Ada ancaman yang lebih besar mengintai kita, dan tak banyak pilihan yang bisa kita lakukan."

Isolda merapal mantra untuk memanggil bola petir andalannya.

"Menyambar guntur

Menyengat tulang rusuk

Tersetrum kau!

Orbis fulgur!"

Namun, sayang sekali serangan itu gagal mengenai si target.

Einar lagi-lagi kabur. Mungkin sudah saatnya tidak perlu lagi menganggap ada lelaki itu. Biarkan dia diurus oleh Isolda. Archie cukup melawan Esmeralda sang Putri Qasalon—yang kini menyerangnya dengan kedua pedang!

Archie menghindar, melewati serangan itu dan lekas berputar ke belakang.

"Kamu, namamu siapa tadi? Atau kamu belum sempat bilang, Sayang?" ucap Esme sambil tersenyum.

Dia mengangkat tongkat. "Aku Archie, Nona" jawabnya, lantas merapal mantra. "Ignis fulmine!"

Bola api lagi-lagi mengenai si Putri Kekaisaran, tetapi sepertinya tidak terlalu berpengaruh.

An Ode of Dawn and Moon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang