Kacau, kacau, kacau. Hanya itu yang bisa Archie pikirkan. Pertandingan berakhir paksa tanpa ada pemenang lain dan kerusuhan tiba-tiba menjadi-jadi.
Sialan, pikiran pemuda itu kalut. Apa lagi yang akan terjadi sekarang?
Sepanjang perjalanan dirinya digiring oleh para penjaga bersama peserta lain ke katedral, Archie bahkan hanya bisa diam di tengah kerusuhan yang makin rapat. Ketika dia melewati festival yang kini hanya tersisa puing-puing yang hampir tidak tampak untuk sampai ke sana pun, tidak ada kata yang terlontar. Mulutnya terkunci, tetapi matanya melotot lebar-lebar; rumah yang hangus, gerobak yang dijarah, dan mayat yang bergelimpangan. Para penjaga yang mengungkung melindungi mereka pun sampai mati-matian memastikan mereka tetap aman.
Gerbang dan dinding Katedral seolah tidak bisa menjamin keselamatan mereka. Untungnya, para cleric masih bisa menangani luka-luka sehabis pertandingan.
Dan yang paling aman mungkin menara masing-masing delegasi, maka ke sanalah mereka digiring.
"Jadi kita harus pura-pura tuli begitu saat di luar ribut-ribut? Sebenarnya ada apa sih?" cerocos Esme di perjalanan. "Terus kalian perwakilan Isigalla tahu apa saja ketika Qasalon cuma bisa diam di menara setelah melawan Qokar?"
"Ancaman besar," Einar menyahut. "Apa tujuan dari ancaman besar itu sudah diketahui? Bicaralah."
Archie tidak mengatakan apa-apa karena dia sendiri pun tidak mengerti apa yang diinginkan si Dewa Asing terhadap mereka. Pikirannya terasa berputar dengan semua yang terjadi, untunglah kakinya masih bisa menapak tanah dan berakhir di taman.
Namun, bukan taman yang Archie kenal ketika dia sampai, melainkan tempat pengungsian dadakan dengan banyak orang yang sedang dirawat. Para suster dan cleric serta abdi kuil lainnya sibuk menyembuhkan. Salah satu orang yang Archie kenal pun ada di antara mereka: Father Josue.
Akan tetapi, ternyata bukan sang romo saja yang ada di sana. Para perwakilan Qokar juga telah berkumpul. Rombongan Archie bergegas ke sana dan yang pertama membuka suara adalah Esmeralda.
"Ada pesta apa ini? Kenapa Qasalon nggak diajak?" tanya si Putri Qasalon.
"Diajak?" Astrid yang menyahut. "Sedang apa kalian di sini?"
Maltha berusaha menenangkan partnernya. "Astrid, bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa hanya peserta turnamen yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah ini. Esmeralda dan Einar juga peserta turnamen, dan kurasa mereka juga sudah membuktikan kekuatan mereka."
"Mereka tidak tahu apa yang terjadi, wajar aku bertanya," balas Astrid.
"Kurasa mereka juga sama penasarannya denganku saat melihat taman dipenuhi orang terluka. Kerusuhan yang terjadi di luar juga bukan hal kecil untuk diabaikan." Maltha menoleh kepada Esme. "Apakah benar begitu, Nona Esme?"
Archie tidak lagi mengikuti obrolan mereka. Dia malah fokus pada Talon dari Qokar. Ada misi tersendiri yang diembankan padanya terkait dengan wali Astrid dan Maltha itu. Ragu, pemuda itu mendekatinya.
"Tuan Talon," sapanya. Dia harus agak mendongak karena lawan bicaranya sungguh tinggi menjulang. "Miss Hazel memberi tahuku bahwa aku harus mengambil sebuah ... hm, buku. Apa Anda membawanya?"
"Kamu benar-benar pembaca kitab?" Talon menatap sangsi. Archie ingin buka mulut, ingin menjawab kalau itu tergantung, tapi dari perkataan Miss Hazel yang memercayainya, sepertinya itu memang tulisan yang telah Archie pelajari. Namun, Talon menyambar seperti elang. "Tapi yah buku itu tidak berguna juga kalau aku pegang. Baca sekarang dan katakan apa isinya!" titahnya sambil menyerahkan buku dari balik jubah.
Seraya meneguk ludah. Archie menerima buku itu dan langsung menelisik isinya. Oh, Archie tahu tulisan ini. Dia sudah pernah mempelajarinya bertahun-tahun lalu secara otodidak di perpustakaan akademi, semoga saja ingatannya masih tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Ode of Dawn and Moon (END)
Fantasía"Api membakar. Remuk sampai ke tulang. Jadilah abu. Ignito!" Dikenal karena suka tantangan dan sering membahayakan dirinya di akademi, Archer--Archie--Lancaster akhirnya terpilih sebagai perwakilan untuk menghadiri turnamen persahabatan. Namun, dia...