Prolog - Archer Lancaster

44 8 13
                                    

Jika kita yakin, maka sesuatu itu akan terwujud

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika kita yakin, maka sesuatu itu akan terwujud.

- Archer Lancaster -

(Gambar oleh Picrew)


Archie berdiri di bawah bayangan gedung akademi. Bayang-bayang puncak bangunannya yang runcing terpatri di rerumputan yang hijau dengan aksen kecokelatan. Sesekali angin menggoyangkan helai-helai daunnya dan memainkan rambut pemuda itu. Matanya terfokus pada langit biru dengan pepohonan di bawahnya yang tersebar di kaki bukit sampai ke batas pegunungan di cakrawala.

Pemuda itu menarik napas, lantas menghunus tongkat sihirnya ke depan. Dengan satu tarikan napas dia merapal mantra:

"Api membakar.

Remuk sampai ke tulang.

Jadilah abu," bisiknya, setiap kalimat membuat simbol-simbol yang melayang di depan tongkatnya berpendar membentuk lingkaran sihir. Dia pun berseru keras ke angkasa, "Ignito!"

Api merah memancar dari dalam lingkaran sihir bagai air mancur. Hawa panasnya membuat keringat di pelipis Archie bercucuran. Saking kuatnya sihir yang dikeluarkan bahkan membuat puncak-puncak pohon yang terkena terbakar jadi arang dan burung-burung beterbangan saking kagetnya.

Pemuda itu berhenti ketika perbuatannya hampir membakar hutan di jalur sihirnya. Dia menelan ludah karena sepertinya sudah terlalu berlebihan. Matanya waswas melihat ke belakang di mana akademi berada, takut-takut ada seseorang yang menangkap basahnya hampir membumihanguskan tempat flora dan fauna langka berada.

Archie berjengit ketika mendengar suara keletak sepatu yang menuruni tangga seiring dengan seorang gadis berkucir kuda yang mendatanginya. Pemuda itu berpikir kalut, "Dia tidak menangkap basahku, kan?" Refleks dia mundur dan menyembunyikan tongkat sihirnya di belakang punggung. Bodoh memang. Siapa pula orang lain yang dapat membakar hutan dengan sihir selain dirinya di sini? Hanya ada Archie seorang, tidak ada pelaku lain.

Ketika gadis itu—Isolda Kais kalau tidak salah, adik kelasnya yang terkenal galak—berkata, "Minggir! Kau tidak becus." Archie tahu cepat atau lambat dia akan terkena masalah. Hanya saja, apa yang akan dia lakukan? Menunjukkan bagaimana menggunakan sihir api yang lebih besar supaya dia bisa menunjukkan bagaimana membakar hutan dengan lebih baik?

Isolda Kais refleks mendengus. Satu tangannya membuka lembaran buku di tangan dengan cepat, seolah sudah hapal mantra mana di halaman mana. Satu tangannya lagi teracung, menunjuk dengan cepat sudut-sudut yang telah dikacaukan Archie.

Serentetan mantra meluncur dari mulutnya dengan cepat, "Tunas bertumbuh. Hidupkan jiwa baru. Mekarlah subur. Vireo!"

Dalam sekejap, muncul rerumputan baru dari tanah, berikut puncak-puncak pohon gosong yang kembali menumbuhkan diri. Dahan-dahan menyeruak bagai jari-jari lentik yang memekarkan dedaunan segar.

An Ode of Dawn and Moon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang