12

12 4 0
                                    

Di klinik, suasana sunyi terasa mencekam. Dalmi masih duduk di samping Jipyeong, menggenggam tangannya erat. Wajahnya penuh kecemasan, sementara Jipyeong hanya bisa tersenyum tipis, mencoba menghibur Dalmi meski luka di wajahnya terasa semakin nyeri.

Namun, di balik ketenangan yang dipaksakan itu, baik Dalmi maupun Jipyeong tahu bahwa masalah sebenarnya belum selesai. Do-san belum meminta maaf atas tindakan kasarnya, dan bayangan pertengkaran mereka masih menghantui setiap langkah Dalmi sejak kejadian di lobi tadi.

Jipyeong merasakan kegelisahan Dalmi dan mencoba memecah keheningan. "Dalmi-ah, kau tahu kan, aku sudah sering terlibat dalam situasi yang tidak nyaman. Tidak perlu terlalu memikirkannya. Aku bisa menangani ini."

Dalmi menunduk, masih merasa bersalah. "Tapi ini semua terjadi karena aku. Aku seharusnya bisa menghindari situasi seperti ini sejak awal. Dosan... dia... aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang."

Jipyeong menatap Dalmi dengan lembut. "Dosan hanya sedang terbawa emosi. Dia marah dan bingung, tapi itu tidak berarti kau harus merasa bersalah. Keputusan-keputusanmu tidak salah."

Dalmi mendesah panjang, jelas sekali perasaannya campur aduk. "Aku tidak bisa hanya diam, Jipyeong-ssi. Dosan tidak seharusnya bertindak seperti itu. Dia tahu ini semua salah paham, tapi tetap saja... reaksinya terlalu berlebihan."

Jipyeong menarik napas dalam, menahan rasa sakit di wajahnya yang belum sepenuhnya sembuh. "Dosan punya banyak hal yang harus dia pelajari, terutama soal mengendalikan emosinya. Tapi kau tidak bisa bertanggung jawab atas semuanya, Dalmi."

Tiba-tiba, pintu klinik terbuka sedikit, dan Dalmi serta Jipyeong sama-sama menoleh. Mereka mengira Dosan akan muncul, namun tak ada siapa-siapa. Hanya suara keramaian dari luar yang sedikit terdengar, menambah ketegangan yang sudah ada.

Dalmi kembali menatap Jipyeong, mencoba memutuskan sesuatu di dalam benaknya. "Aku harus berbicara dengan Dosan. Ini tidak bisa terus begini. Dia harus tahu bahwa tindakan seperti itu tidak bisa diterima."

Jipyeong memandang Dalmi, matanya penuh pengertian. "Kau tahu, Dalmi, kau tidak harus segera menyelesaikan semuanya. Kadang, lebih baik membiarkan waktu meredakan amarah. Kalau kau menemui Dosan sekarang, dengan semua emosi yang masih memuncak, percakapan kalian mungkin tidak akan berakhir baik."

Dalmi tampak ragu. Ia tahu Jipyeong benar, tapi di satu sisi, ia juga merasa harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum segalanya semakin rumit.

"Aku tahu," kata Dalmi akhirnya. "Tapi aku juga tidak bisa membiarkan ini menggantung. Jika tidak ada yang berbicara, semuanya akan semakin buruk."

Jipyeong tersenyum kecil, meskipun terlihat jelas dia merasa khawatir pada Dalmi. "Kau yang paling tahu, Dalmi. Tapi jaga dirimu. Jangan biarkan ini menjadi beban yang terlalu berat untukmu."

Dalmi mengangguk pelan. "Aku akan coba bicara dengannya, tapi... aku butuh waktu juga. Mungkin kau benar, aku tidak harus memaksakan sekarang."

Mereka kembali terdiam. Di luar, suara langkah kaki dan percakapan terdengar samar-samar, seakan dunia di luar klinik berjalan seperti biasa, meski di dalam ruangan itu, ada konflik yang belum terselesaikan.

Jipyeong menepuk tangan Dalmi dengan lembut. "Jangan khawatirkan aku. Aku akan baik-baik saja. Fokus saja pada apa yang menurutmu perlu diselesaikan."

Dalmi tersenyum tipis, meskipun kekhawatiran masih menyelimuti dirinya. "Terima kasih, Jipyeong-ssi. Kau selalu tahu apa yang harus kukatakan."

Sementara itu, di luar klinik, Nam Dosan berdiri di lorong, menatap pintu klinik dengan raut wajah penuh rasa bersalah dan kebingungan. Tangannya mengepal, tapi bukan lagi karena amarah, melainkan karena ketidakmampuannya untuk menghadapi situasi ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Yang Belum Selesai (Han ji-Pyeong x Seo Dal-mi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang