Chapter 4 : I Can't Wipe Your Tears This Time

272 33 14
                                    

Musim dingin, 30 Desember

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim dingin, 30 Desember.

"Hinata nee-chan, bukankah ini kebanyakan?" Kishi berusaha mengangkat belanjaannya sendiri.

"Kishi-kun, biar nee-chan saja yang bawa" Ku simpan dompetku di kantong jaket ungu yang selalu ku pakai lalu mengambil alih belanjaan itu.

"Maaf ya, nee-chan tidak menepati janji empat hari lalu, terlalu banyak hal yang terjadi" Aku menghela nafas kemudian berjalan

"Jadi sebagai gantinya aku membelikanmu jajan dan mainannya lebih banyak" Senyum hangat kutunjukkan pada anak yang menyimak kalimatku dalam diam.

Krauk!

"Emm" Kishi menggelengkan kepalanya "Tidak apa-apa Hinata nee-chan, Kishi tahu nee-chan sedang sibuk" Kembali ia makan keripik kentang yang biasanya dimakan oleh Chouji.

Aku hanya mengangguk sekali lalu kembali terfokus pada jalan.




Bohong!

Jelas sekali masih ada kekesalanku pada anak ini walau hanya sebesar biji kacang, kalau saja kau tidak menghampiriku pada malam itu...

Malam dimana harusnya perasaanku tersampaikan pada Naruto! Bukan pada si pendiam sok keren itu!

Astaga naga, anak inilah pemicunya bagaimana ini semua bisa terjadi, sangat cepat, secepat kedipan mata,

dan secepat si Uchiha terakhir itu menerima konfesiku yang seratus persen salah sasaran, apa sih yang dia pikirkan sampai-sampai mau menerimaku?

Bagaimana pula aku bilang padanya kalau ini semua hanya salah paham? Bisa-bisa aku mati dalam genjutsu mautnya itu.

Hah... hanya beberapa detik memikirkan ini semua sudah sangat menguras energi dan kinerja otakku.

Karena hal itulah aku enggan bertemu dengan anak ini beberapa hari lalu, memang kekanak-kanakan. Tapi aku pun tidak munafik, jelas aku kesal pada bocah sok lugu ini walau tidak sepenuhnya salah.

Maafkan aku, kami-sama.

"Nee-chan, rumahku disini bukan disitu"

Aku menoleh pada Kishi yang sudah berada di depan rumahnya, kemudian ku alihkan lagi pandanganku ke depan melihat seorang lelaki yang juga sedang menatapku sambil menyiram tanaman dan menggendong anjingnya yang dibedong, anjing itu juga melihatku.

Yaampun dunia, yaampun juga diriku yang hampir masuk ke rumah orang asing.

Terpaksa ku pasang senyum kakuku kemudian ku bungkukkan badanku, aku melangkah menghampiri anak menyebalkan itu.

"Terima kasih sudah mengantarkanku sampai rumah, nee-chan" Dengan cekatan anak itu mengambil beberapa kantong jajanan dari tanganku dan membawanya tanpa beban.

Seasonal AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang