Kesuksesan dalam kekosongan ( Penghargaan Akhir Tahun pt.2)

27 7 0
                                    

Lima tahun telah berlalu sejak terakhir Wonwoo dan Mingyu memutuskan untuk berpisah, keduanya memilih untuk menjalani kehidupan dan karier mereka masing-masing tanpa satu sama lain. Meskipun hidup mereka terus berjalan, bergerak maju secara profesional, selalu ada kekosongan yang tak pernah benar-benar hilang dari kehidupan mereka-sebuah ruang yang hanya bisa diisi oleh kehadiran satu sama lain.

Di layar kaca dan gemerlapnya panggung industri hiburan, Mingyu semakin menjadi seorang bintang yang makin besar. Selama lima tahun ini, ia memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, membintangi film-film box office, dan menjadi Brand ambasador berbagai merek. Setiap kali ia berjalan  di red carpet, para wartawan dan penggemar memujanya. Namanya terus berada di puncak, bahkan ketika banyak aktor baru bermunculan.

Namun, di balik senyuman yang ia pamerkan di depan kamera, ada kehampaan yang tak bisa diisi oleh segala kesuksesan yang ia dapat sekarang. Setiap kali dia berdiri di atas panggung penghargaan, menerima piala, atau melakukan wawancara eksklusif, pikirannya selalu melayang kembali ke momen-momen yang ia habiskan dengan Wonwoo. Kenangan akan ciuman itu masih membekas di benaknya, sesuatu yang tidak pernah bisa di buang, betapa pun kerasnya dia mencoba.

Sering kali Mingyu merasa kesepian. Dia tenggelam dalam rutinitas pekerjaan-syuting, promosi, dan wawancara-berusaha untuk tidak memberi ruang pada perasaannya. Tetapi, setiap malam, ketika dia kembali ke apartemennya yang sepi, perasaan kehilangan itu menyeruak. Di penghujung hari, ketika tidak ada lagi hiruk-pikuk atau sorotan kamera, dia terjebak dalam pikirannya sendiri, mengingat bagaimana dunia terasa lebih hidup ketika Wonwoo ada di sisinya.

Ada malam-malam ketika Mingyu mendapati dirinya mengambil ponsel, menatap nomor Wonwoo, hanya untuk menutup layar lagi. Dia selalu ragu untuk mengiri pesan atau menelepon. Rasa takut, rasa bersalah, dan ketidakpastian tentang apa yang mungkin telah berubah di antara mereka selalu menghentikannya. Selalu ada bagian dari dirinya yang bertanya-tanya, Bagaimana jika Wonwoo sudah melupakanku? Bagaimana jika dia sudah melanjutkan hidup?

Sementara itu, Wonwoo memilih jalan yang berbeda. Meski ia mencintai kariernya sebagai aktor, dengan berat hati ia memutuskan untuk mundur dari sorotan. Meskipun dia tetap diakui dan dihormati sebagai salah satu aktor terbaik pada masanya, Wonwoo merasa bahwa dunia hiburan tidak lagi memberikan kebahagiaan yang sama seperti dulu. Tekanan, skandal, dan keharusan selalu berada di bawah sorotan publik membuatnya lelah.

Setelah perpisahannya dengan Mingyu, Wonwoo mulai menemukan ketenangan dalam kesendirian. Pindah ke area pedesaan yang jauh dari bisingnya kota besar, tempat di mana tidak ada paparazi atau penggemar yang mengikutinya. Di sana, Wonwoo mulai mengejar hasrat lamanya-melukis. Melalui setiap sapuan kuas di atas kanvas, ia menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan yang selama ini ia pendam. Setiap warna, setiap garis, seolah-olah menceritakan kisah yang tidak pernah bisa ia ucapkan dengan kata-kata.

Dibalik setiap lukisan itu, selalu ada jejak kenangan tentang lelaki yang datang ke kehidupannya lima tahun lalu. Wonwoo sering menemukan dirinya melukis sosok yang menyerupai Mingyu, tanpa benar-benar bermaksud. Seperti sebuah refleksi dari lubuk hatinya yang paling dalam. Seorang bintang tetaplah seorang bintang. Darah seni yang mengalir kental di jiwanya dalam menyalurkan semua karya lukis itu. Bahkan dengan tanpa nama, karanya mulai diakui oleh komunitas seni, Wonwoo bersembunyi di balik identitas seorang pelukis tanpa nama.

Namun, penyesalan itu tetap dan selalu membayanginya. Pertanyaan yang sama selalu muncul setiap kali ia melihat ke awan, setiap kali ia menyelesaikan lukisannya, setiap kali hujan turun. Apakah Mingyu sudah mampu berdamai dengan kejadian lima tahun lalu? Apakah dia benar-benar sudah mampu melanjutkan hidup tanpa sedikit pun memikirkannya lagi?

Suatu malam, lima tahun setelah perpisahan mereka, acara penghargaan besar kembali digelar. Seperti biasa, Mingyu hadir sebagai salah satu nomine utama. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Sebuah nama yang sudah lama tidak ia dengar, yang hampir ia lupakan dari dunia ini, muncul di daftar tamu: Jeon Wonwoo.

Detik ketika ia membaca nama itu di layar, Mingyu merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Dadanya sesak, seakan seseorang mencekik lehernya, sangat sulit untuknya bernapas. Selama bertahun-tahun, seseorang yang seakan hilang ditelan bumi kini muncul kembali. Seseorang yang telah dia rindukan kembali, ini adalah kesempatannya untuk melihat Wonwoo lagi, meskipun dia tidak tahu harus berkata apa tahu bagaimana harus bertindak.

Malam penghargaan dimulai, setelah sedikit menenangkan diri. Dengan senyum terpaksa dan topeng "baik-baik saja" Mingyu berjalan di karpet merah, berpose untuk kamera, dan memberikan wawancara seolah-olah tidak ada yang terjadi. Namun,setiap kali ada jeda, matanya tak henti-hentinya mencari sosok yang sudah lama hilang dari pandangannya.

Di sana, akhirnya Mingyu melihatnya. Di ujung ruangan, Mingyu melihat Wonwoo yang sedang duduk di salah satu barisan depan. Wonwoo tampak sama, seperti bagaimana terakhir kali ia mengingatnya. Namun Mingyu melihat ada sedikit ketenangan lebih mendalam dalam diri Wonwoo, seolah-olah lima tahun ini telah memberinya kedamaian yang tak pernah ia miliki sebelumnya.

Acara mulai mencapai puncaknya, kini mereka mengumumkan pemenang penghargaan aktor terbaik tahun itu. Dari lima nomine, Mingyu berhasil mendapatkan penghargaan itu. Tangannya gemetar, bukan karena kemenangan itu, namun karena fakta dia akan berada di depan sana, berhadapan langsung dengan Wonwoo di barisan depan. Dia takut akan kehilangan kendali. Namun, saat ia melangkah naik ke podium untuk memberikan pidatonya, tidak ada tanda-tanda Wonwoo di sana. Se-per sekian detik jantungnya berhenti sejenak, ketakutan akan kehilangan kendali untuk berhadapan dengan Wonwoo, berganti menjadi ketakutan bahwa dia tak bisa melihatnya lagi. Ketakutan bahwa itu adalah kali terakhir dia bisa melihat lelaki itu, meskipun dari kejauhan. Mencoba tenang akhirnya Mingyu bisa mulai bersuara.

"Ini bukan hanya tentang film, ini tentang semua orang yang telah membantu saya sampai ke titik ini," ucap Mingyu dengan suara sedikit bergetar. "Saya berterima kasih kepada tim, keluarga dan tentunya penggemar. Tanpa kalian, ini tak mungkin terjadi."

Dalam pikirannya, ia ingin segera turun dari podium ini dan mencari keberadaan Wonwoo. Namun, ia juga takut jika malah mengganggu kedamaian hati dan hidup Wonwoo setelah insiden itu. Setelah mengakhiri pidatonya, Mingyu bergegas turun, ia mencoba menjauhi pertanyaan wartawan dan langsung menuju belakang panggung. Suasanya yang jauh berbeda­-sunyi. Namun selama dia memberikan pidatonya itu, Wonwoo tampak tak kembali ke kursinya. Ia bertanya-tanya, apakah karena Wonwoo tidak ingin berhadapan dengannya, karena itu dia memilih pergi? Apakah ini berarti kita benar-benar sudah tidak bisa bertemu, di depan dan juga belakang kamera?

Tiba-tiba terdengar suara berat dari kejauhan, di sudut gelap di belakang panggung mengejutkannya. Ketegangan menyelimuti percakapan keduanya. Perasaan yang mereka telah pendam dengan sekeras tenaga, membeludak, memaksa keluar dari lubuk hati terdalam. Mingyu ingin membawa badan itu ke dalam pelukannya. Mingyu merindukan kehangatan pelukan lelaki di depannya itu. Ia merindukan sentuhan itu.

"Maaf, aku.. aku menghilang begitu saja," ucap Wonwoo. "Banyak hal yang terjadi saat itu, dan aku tidak tahu bagaimana menghadapinya." Segala kata-kata yang keluar dari mulut Wonwoo seakan-akan menjadi pedang yang kini menusuk jantung Mingyu.

"Aku pikir, kalau aku mundur, itu akan lebih baik untukmu. Aku tidak ingin membebanimu, terutama di saat kariermu mulai berkembang. Tapi aku salah. Dan aku menyesal." Lanjut Wonwoo.

Mingyu merasa dadanya sesak. Selama bertahun-tahun, dia berusaha mengabaikan rasa sakit yang datang setelah Wonwoo pergi. Saat Wonwoo berbalik untuk pergi, Mingyu tetap berdiri di tempatnya, menatap punggung pria itu dengan perasaan campur aduk yang tak bisa dijelaskan.

Mingyu memilih untuk meninggalkan venue sebelum acara berakhir. Hatinya campur aduk, segala perasaan yang di pendamnya menjadi tak bisa di kontrol, mereka ingin membebaskan diri. Namun Mingyu masih menahan diri. Tanpa melepaskan kemejanya, ia melemparkan dirinya di kasur di apartemen yang besar dan sunyi itu. Tanpa ia sadari, air mata mengalir, dadanya terasa sakit. Dia merasa dirinya menjadi seorang pecundang besar. Ia ingin memeluk Wonwoo, tapi berkata satu kata pun tak bisa keluar dari tenggorokannya.

Tiingg!!!

Suara notifikasi telefon genggamnya memecah kesunyian. Pesan dari Wonwoo seketika membuat badannya bangun dari kasur.

Wonwoo Hyung

                  "Mingyu-ya. Selamat sekali lagi. Aku merindukanmu. Bisakah kita bertemu?"

Beyond Time | Minwon AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang