Zian memang tidak membarengi Freya sampai ke toko buku incarannya, tapi pemuda ini justru ikut masuk ke toko buku itu. Alasannya simpel, karena dia sadar kalau dia harus segera membeli buku kumpulan soal dan pembahasan Olimpiade matematika. Ya meskipun belum tentu dia bisa ikut Olimpiade ini, tapi dia harus tetap mempersiapkannya.
Sedari tadi, Freya tak bisa menahan senyum. Memperhatikan pujaan hatinya itu yang kini tengah fokus memilih buku. Meskipun sebenarnya dia sudah memegang buku incarannya. Kalau seperti ini, mereka jadi seperti dating enggak sih? Duh, Freya jadi semakin senyum kalau begini.
Freya lalu menghampiri Zian. Meletakkan sebuah buku tepat di hadapan pemuda itu. Buku Problem Solving Matematika Tingkat Lanjut Untuk SMA. Dia mendapatkan rekomendasi ini setelah scroll-scroll tiktok setiap hari. Dia sih belum butuh karena tidak se ambisius itu. Tapi kalau Zian, mungkin tertarik?
"Katanya, buku ini bagus." Freya memandangi tepat ke mata Zian.
Zian melirik sedikit. Sebenarnya, buku ini sempat menjadi incarannya. Tapi, karena ini dari Freya, Zian tidak bisa menerima ini. Pemuda itu tidak mungkin memberi makan ego gadis yang tergila-gila padanya itu. Atau dia yang sebenarnya punya ego yang besar?
"Gue gak butuh." Begitulah jawabannya yang begitu lugas sekaligus menohok perasaan Freya.
Freya menipiskan bibirnya. Meraih buku itu kembali, mencengkeramnya sedikit lebih kuat untuk menahan perasaan yang tiba-tiba sesak. Hanya 5 detik, karena kemudian dia tersenyum kembali. "Kalau gitu gue mau beli deh. Lo bisa pinjem kalau lo butuh. Belajar bareng juga ok." Ia tersenyum sembari meraih lengan atas Zian. "Lo mau nyari buku apa lagi? Gue bantuin coba," tawarnya. Masih dengan tangannya yang menyentuh lengan Zian membuat pemuda itu sedikit menahan napas.
Kenapa Freya ini suka sekali menyentuhnya tanpa ijin? Freya sadar nggak sih kalau makhluk yang bernama lelaki itu nggak boleh disentuh sembarangan? Untung ini Zian yang tidak mungkin tertarik pada Freya, coba kalau lelaki lain, tidak ada yang bisa menjamin kalau lelaki itu tidak akan bereaksi meskipun hanya karena sentuhan sederhana.
"Lepasin." Zian melirik tangan Freya yang bertengger sempurna di lengannya. Sangat tajam membuat gadis itu menciut dan menurunkan tangannya. Yah, bohong dikit kalau bilang Zian tak akan bereaksi. Zian tetap cowok normal. Dipegang cewek secantik Freya, ya geter juga dia sebenarnya.
"Gue ini aja, langsung bayar, sendiri-sendiri." Zian masih menatap tajam. "Abis itu langsung pulang," lanjutnya seraya melenggang dengan santai ke kasir.
Freya mendengus. Zian memang menyebalkan. Tapi bisa-bisanya pemuda itu masih saja membuat Freya jantungan? Repot sekali.
Dengan tergesa, gadis itu mengikuti Zian ke kasir. Ia mengantri di belakang pemuda itu. Memainkan gantungan kunci bentuk phi kecil yang tergantung pada tas ransel Zian. Gadis itu tersenyum. Bisa-bisanya Zian se-ambisius ini, sampai gantungan kunci pun simbol matematika? Freya jadi makin gemes kalau begini.
Sementara Zian bersiap membayar, ia menoleh ke belakang untuk mengambil ranselnya. Dahinya berkerut saat melihat Freya yang santai memainkan tali ranselnya. Gadis itu tersenyum tipis, namun yang paling menarik perhatian Zian adalah matanya. Mata penuh pemujaan yang begitu bercahaya. Ya, selain itu, matanya memang sangat cantik, dan Zian tidak bisa mengalihkannya.
Oh, apakah Zian baru saja bilang kalau Freya memang semenyilaukan itu? Ya terserah juga. Mau secantik apapun juga Zian nggak mungkin suka kan?
Mungkin.
"Totalnya seratus lima puluh ribu, Mas." Suara mbak kasir mengalihkan perhatian Zian. Pemuda itu berdehem, menatap tajam pada Freya, lalu kini meraih dompetnya. Ia membayar dengan cepat, lalu beralih ke samping, mempersilahkan Freya untuk membayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Affection
Teen FictionFreya sangat menyukai Zian. Bahkan sebelum Freya mengenal kata cinta itu, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Tapi sayangnya, Zian tidak pernah peduli padanya.