Bab 7: Ular Kecil

3 1 0
                                    

"Zi, makasih ya lo udah temenin gue." Freya berkata riang usai ia turun dari motor Zian, tepat di depan rumahnya.

Zian melengos sedikit. "Gue ada perlu sendiri. Gue bukannya niat mau temenin lo," ujarnya malas.

Freya tertawa riang mendengar ini. Manis sekali memang Zian. Bahkan jawaban cuek seperti ini juga membuatnya tetap manis. Apa Freya memang sebucin itu?

"Ya udah, makasih udah ada perlu, di saat gue juga ada perlu kesana. Kapan-kapan kita cocokin keperluan kita lagi ya?" Freya mengerling. Ia tersenyum tertahan saat menyadari Zian yang terpana sedikit dengan kerlingan matanya. Kenapa ini, kok Freya jadi kegeeran terus?

"Nggak usah aneh-aneh. Dah, gue pulang." Zian menyalakan motornya. Tapi, sebelum itu, dia melirik ke rumah Freya sekilas. "Rumah lo sepi banget."

Freya mengikuti arah pandang Zian tanpa sadar. "Oh, mama jemput papa ke bandara." Ia melihat jam tangannya sekilas. "Kalau nggak salah landing jam 6 sih. Ya paling mama baru berangkat. Mampir-mampir dulu."

Zian berpikir sejenak. Aneh sekali, tiba-tiba saja ada kekhawatiran yang menyeruak di hatinya. "Mau gue anter ke rumah Raya dulu?" tawarnya pelan.

Freya mengerjap, kaget dengan perhatian Zian yang tiba-tiba. "Oh? Nggak perlu, Zi. Santai aja." Ia mengibaskan tangannya. "Atau lo mau nemenin gue dulu disini? Kita bisa belajar bareng aja."

Snake is snake, bunda. Ular kecil menggemaskan ini tengah mencoba peruntungan untuk menarik perhatian Zian.

"Nggak, gue nggak mau." Ya ternyata Zian lebih kuat iman ya. "Ikut gue aja. Lo laper kan? Makan di rumah gue."

Hah? Gimana?

Freya merasa dirinya seperti tergulung pusaran angin. Zian mengajaknya ke rumah. Zian peduli padanya.

Ya ampun. Mimpi apa Freya semalam?

"Nggak mau? Ya udah, gue pulang kalau gitu."

"Eit, sabar dong, Zian. Iya iya gue mau, gue laper nih." Freya mengusap perutnya sambil tersenyum manis. Gadis itu langsung naik ke motor Zian kembali. Ke rumah Zian yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya.

Biarlah dia mimpi indah hari ini. Biarlah walau hanya sekedar mimpi.

***

Zian terlonjak sedikit saat mamanya membuka pintu, kala mereka berdua baru saja sampai di depan pintu rumah Zian. "Mama, kok udah pulang?" tanya Zian heran.

Nella, Mama Zian, justru menaikkan alisnya. Merasa heran dengan respon putranya. "Ya udah waktunya pulang kan, Sayang?" tanya Nella sembari menoleh ke belakang, melirik jam dinding besar yang menempel di dalam ruang tamu mereka. Sudah pukul empat sore. "Kamu berharap Mama belum pulang?" tanyanya lagi dengan senyum jenaka.

Bibir Zian terkatup sedikit. "Nggak juga." Ia berlalu begitu saja, memasuki rumah, meninggalkan Freya yang kini berhadapan dengan mamanya.

Freya meringis, bingung harus bilang apa. Masa dia bilang kalau dia lapar? Sangat tidak elit kalau begini. Seperti bukan calon mantu yang bermartabat. Untungnya Nella menangkap kecanggungan Freya, segera meraih bahu gadis itu agar segera ikut masuk ke dalam.

"Freya, yuk." Ia menuntun Freya masuk. "Kalian dari mana?" tanyanya lembut. Ia melirik tangga. Lihatlah sekarang anak semata wayangnya itu kini telah menaiki tangga, mengabaikan gadis cantik yang telah ia bawa. Apa-apaan itu? Sepertinya Nella harus mengajari putranya agar lebih gentle dan bertanggungjawab.

"Dari Gramed aja, Tante. Te, maaf Zian malah Freya ajak muter-muter." Freya tersenyum malu.

Oh apa Nella harusnya bangga, anaknya itu bahkan sudah mau mengurangi egonya hingga bisa bersama dengan gadis cantik ini yang selalu menjadi idaman Nella.

Endless AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang