Bab 2: Calon Mantu

4 2 0
                                    

Hai haiiii, adakah yang mengikuti kesini? :)

*

Gadis itu menatap sekotak kue di tangannya dengan termangu. Ia mendapat tugas untuk mengantarkan pesanan kue itu ke salah satu tetangganya, Tante Nella.

Sebenarnya bukan masalah besar, andai Tante Nella itu bukanlah Mama Zian. Zian dan Freya memang bertetangga sejak kecil. Semua yang di sekitar mereka tahu, bagaimana kedekatan keluarga masing-masing. Begitu juga dengan keluarga Raya, sepupu Zian.

Bagi para orang tua, mungkin tak akan pernah lupa bagaimana cara Freya memandang Zian. Gadis itu bahkan semenjak balita, tersenyum begitu menyenangkan setiap kali melihat Zian. Dia memang ramah sejak kecil. Tapi caranya melihat Zian memang selalu menunjukkan ketertarikan. Gadis kecil itu bahkan selalu memanggil-manggil Zian dengan manja setiap kali mereka bertemu.

Gadis kecil yang sangat menggemaskan. Namun sikapnya itu tak pernah mendapat balasan yang menyenangkan.

Zian kecil yang selalu dingin, kalem, dan pendiam, tak pernah menunjukkan ketertarikan padanya. Ia bahkan sering mengusir Freya saat mereka tengah bermain bersama.

Freya kecil tumbuh dengan patah hatinya. Semakin dewasa, Ia semakin mengerti. Gadis itu memang tak bisa mengendalikan perasaannya. Tapi demi mengobati harga dirinya yang terluka, perlahan Ia menyembunyikan perasaannya. Bertahan dengan cinta dalam diam. Hingga tak ada yang menyadari bahwa cinta masa kecilnya, benar-benar Ia pertahankan sampai sejauh ini. Ya, kecuali Raya yang memang sudah bersahabat dengannya pun sejak balita.

"Kok belum dianterin, Sayang? Nanti keburu Tante Nella berangkat kerja." Nadya mengingatkan. Wanita itu menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi.

"Freya anterin sekalian berangkat sekolah aja, Ma. Ini mau berangkat kok." Freya tersenyum manis. Ia lalu menenteng tas sekolahnya. Berjalan menuju mamanya.

Nadya mendengus sedih. Suaminya keluar kota sejak dua hari yang lalu. Coba kalau tidak, putri cantiknya ini pasti bisa diantar Papanya. Ya meskipun Nadya sebenarnya bisa mengendarai motor. Tapi Freya selalu saja minta berangkat sendiri dengan ojek online atau ojek di depan gang. Gadis cantiknya yang kadang lembut kadang bar-bar ini memang selalu berperilaku dewasa.

"Yakin nggak mau Mama anter?" Ia memastikan.

"Nggak ah. Udah, Mama di rumah aja. Ini juga masih pagi kan." Freya mencium punggung tangan mamanya. "Freya pamit, Ma. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati, Sayang."

Freya pamit dengan menggamit sekotak kue itu. Keluar rumah, lalu berjalan menuju beberapa rumah di sebelahnya. Tepat setelah rumah Raya, berdiri dengan kokoh sebuah rumah yang bisa dibilang sangat megah untuk ukuran perumahan di sini.

Kalau dipikir-pikir, mungkin ini alasan Zian selalu menolak Freya. Keluarga mereka jelas berbeda. Keluarga Zian terlalu mencolok bahkan beda jauh dengan Raya sendiri. Sedangkan Freya, Ia hanyalah seperti keluarga pada umumnya. Tumbuh dengan kasih sayang keluarga sekaligus makna bahwa tak semua bisa didapatkan dengan mudah. Berbeda dengan Zian yang seperti apapun bisa Ia raih.

Gadis itu menghembuskan napas frustasi. Perlahan membuka pagar dan memasuki halaman yang cukup luas. Ia mengetuk pintu. Andai orang lain pasti sudah membunyikan bel yang berada di pagar. Tapi dia sudah biasa seperti ini. Toh Nella, Mama Zian selalu menyambutnya dengan terbuka.

"Loh Freya, masuk, Nak." Nella tersenyum ramah. Meraih pergelangan tangan gadis yang seusia putranya itu agar ikut masuk ke dalam.

"Oh enggak, Tante. Freya cuma mau nganterin ini kok." Freya menyerahkan sekotak kue pesanan Nella. Mamanya memang pandai membuat kue dan menerima berbagai macam pesanan.

Endless AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang