Chapter 6: Cinta Monyet di SMP

3 0 0
                                    

Setelah pindah, Anara mulai memasuki masa SMP. Kehidupan di sekolah membawa perubahan kecil dalam hidupnya. Di sekolah, Anara menemukan ruang untuk bernapas, jauh dari masalah yang ia hadapi di rumah. Meskipun keluarganya masih penuh dengan konflik, sekolah memberikan Anara pelarian, setidaknya selama beberapa jam setiap hari.

Di SMP, Anara mulai merasakan apa yang disebut "cinta monyet." Ada seorang anak laki-laki bernama Darren Rafiq Mahendra yang sering menarik perhatiannya. Darren adalah anak yang biasa, tidak terlalu populer, tetapi dia memiliki pesona tersendiri. Dia dikenal nakal dan senang menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, Darren selalu menyempatkan diri untuk menyapa Anara.

Hari-hari berlalu, dan hubungan mereka semakin dekat. Mereka mulai berbicara lebih sering, berbagi cerita tentang kehidupan di sekolah, dan terkadang mengerjakan tugas bersama. Suatu hari, saat Anara duduk di bangku taman sekolah sambil mengerjakan tugas matematika, Darren menghampirinya.

"Hey, Nara!" Darren muncul dari belakang, tiba-tiba mengagetkannya. "Lagi belajar ya?"

Anara terkejut, "Darren! Iya, lagi belajar. Tapi kamu? Kenapa kamu nggak di kelas?"

"Aku baru mau ngerjain tugas yang tertinggal," jawab Darren sambil menggaruk kepala, menunjukkan wajah bingung. "Tapi kayaknya aku nggak paham, deh. Bisa bantuin?"

Anara mengangguk. "Oke, coba kasih tahu soal yang mana yang bikin kamu bingung."

Mereka duduk berdampingan, dan Anara mulai menjelaskan konsep yang sulit dipahami Darren. Dia terlihat berusaha keras untuk mengerti, dan Anara merasa senang bisa membantunya.

"Eh, Nara, kamu jago banget! Kenapa nggak jadi guru matematika aja?" Darren bercanda sambil tersenyum.

"Jangan bercanda! Nanti kamu malah nggak belajar," jawab Anara sambil tertawa. Dia merasa nyaman berbicara dengan Darren, menikmati momen-momen kecil itu.

Namun, saat belajar, Anara tak bisa menahan diri untuk mengingatkan Darren. "Darren, kamu jangan bolos lagi ya. Ujian tinggal sebentar, fokus belajar dong!"

"Hah? Sok ngatur banget sih, Nara. Santai saja, kita masih ada waktu," jawab Darren dengan senyuman nakal.

"Tapi kalau kamu terus seperti ini, nanti bisa dihukum di sekolah lagi. Aku nggak mau lihat kamu kena masalah," Anara menegaskan, merasa khawatir.

"Kamu yang sok pinter, ya? Ngapain sih peduli sama hidup orang lain? Aku tahu apa yang aku lakukan," Darren menjawab, nada suaranya mulai meninggi.

"Aku cuma peduli sama kamu, Darren! Aku ingin kamu sukses, bukan cuma jadi anak nakal!" Anara berusaha meyakinkan.

"Terserahmu deh, aku cabut duluan mau makan aja sama anak-anak!" balas Darren, terlihat kesal sambil pergi meninggalkan Anara sendirian.

Anara hanya bisa menggelengkan kepala, merasa sedih saat melihat Darren menjauh. Dia kembali memandang buku di depannya, tetapi semua huruf tampak kabur. Dalam hatinya, dia merasa sakit. "Kenapa dia tidak mengerti niat baikku? Aku hanya ingin yang terbaik untuknya. Seharusnya dia tahu aku peduli," pikir Anara sambil menggigit bibirnya.

Anara melihat Darren pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu niatnya baik, tetapi mengapa Darren tidak bisa melihat itu? Sejak saat itu, jarak di antara mereka semakin jauh, dan Anara merasa kesepian, kehilangan sahabat yang dulu dekat. Dalam benaknya, terlintas pertanyaan: apakah cinta monyet ini akan berakhir dengan cara yang menyakitkan?

Suara Sunyi di Balik DindingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang