p r o l o g

601 75 13
                                    

Kakinya menggantung di tepian atap sekolah, seolah menandakan jika seorang cowok itu hendak melompat bunuh diri. Jika memang tindakan itu bisa membuang kekecewaannya, ditambah pikiran yang kalut semakin menggelap, mungkin, sudah sejak tadi cowok beralis tebal itu meloncat alih-alih hanya duduk sambil menatap langit.

Siapa yang tidak sedih dan stres ketika impiannya kandas akibat cedera sialan yang melukai lututnya?

Seorang pentolan atlet rugby sekolah yang sudah pernah bertanding di kancah nasional, dengan berat hati harus mengubur dalam harapan menjadi pemain profesional di masa depan jika tidak ingin kehilangan kakinya. Cedera yang mendera kali ini benar-benar menghentikan impian seorang Ruka, Hizruka Catra Lakeswara.

Dan akibat tingkahnya hari ini, pihak sekolah segera memanggil polisi dan tim ambulans. Mereka bersiap sedia membentangkan matras angin di bawah posisi Ruka di atas sana, berjaga-jaga jika cowok bermata sipit itu tidak berhasil dibujuk dan berakhir melompat.

Perilaku bodoh Ruka juga membuat siswa lain tidak bisa pulang dan harus mendapatkan jam pelajaran tambahan.

Pihak sekolah sengaja melakukannya karena mempertimbangkan kondisi Ruka yang sedang dilanda kesedihan. Jika dia melihat siswa-siswa lain yang tiba-tiba keluar kelas, mereka takut jika Ruka akan benar-benar terbang bebas dari atas gedung sekolah.

Tuh cowok ngeselin banget! Udahan sipit, kayak kukang! Banyak tingkah! Sialan!!!

Dumelan keseribu sekian kalinya menambah kekesalan salah satu cewek yang tiduran di kelas, terhadap tingkah suicide cowok yang tidak ia kenal.

Karena cowok sialan itu, dia tidak bisa segera pulang. Padahal cewek itu sudah sangat lelah dengan dunia persekolahan.

Sedari tadi saja, kegiatan yang dia lakukan hanya tiduran di kelas. Ocehan guru di depan sana sama sekali tidak mampu masuk ke otaknya. Tepatnya, ditolak mentah-mentah oleh gendang telinganya.

“Pak! Pulang, Pak! Jam belajar kita udah abis dari tadi loh. Udah ngaret banget, Pak!”

“Kalian baru boleh pulang kalau polisi berhasil bujuk teman kalian turun. Sabar anak-anak. Sambil menunggu, kerjakan soal-soal di halaman 67.”

Cewek itu menggeliat dari mimpinya, terusik juga dengan dengus kekesalan dari teman-teman kelasnya. Matanya menelisik sekilas ke arah jendela yang memperlihatkan sosok cowok yang masih bertengger di atas gedung.

“Kita beneran bisa pulang kalau cowok itu turun kan, Pak?” Tanyanya tiba-tiba dengan tampang muka bantal.

Menarik napas, sang guru menjawab dengan ekspresi jengah. “Iya. Kalau atlet rugby itu bisa turun dengan selamat, Bapak bakal pulangin kalian.” Lalu pandangannya menajam. “Pharita, cepat kerjakan soalnya. Diam di kelas! Jangan nambah pekerjaan guru dengan ulahmu.”

Tak bisa ditahan, siswa yang dipanggil Pharita itu memutar bola matanya sambil mencebik. Jika guru memintanya untuk tidak berulah, itu tandanya dia diberi kebebasan untuk kembali tidur. Tapi, karena kesabarannya yang setipis tisu dibagi seratus, Pharita menegakkan kepalanya lagi.

“Pak guru!” Ia mengangkat tangan. “Saya izin ke toilet.”

Lelah dengan sifat gadis yang terkenal pembangkang dan penuh skandal, guru itu pun terlihat pasrah sambil mengangguk. Tidak ingin menambah pening kepalanya.

■ ♤♤♤ ■

“Heh bocah! Lo nggak sayang nyawa? Kontrak lo di bumi masih bisa panjang. Ayolah. Turun woy! Ayo turun.”

Seorang pria berompi hitam menyusul Ruka ke atap. Dia sedikit ragu menghampiri Ruka yang masih duduk santai di tepi atap gedung. Jadi dia memilih berdiri agak jauh di belakang.

Unintentionally YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang