Tangis Seorang Adik

16 4 13
                                    

-selamat membaca-

"Revan tolol! mikir bego!" batin Revan.
Revan akan menyalahkan dirinya jika terjadi sesuatu dengan Jessi.

Revan lalu melihat kostumnya. "Ini agak bodoh sih, tapi kalau ngga dicoba, Jessi bakal kenapa-kenapa," batin Revan.

Pada akhirnya, Revan memantapkan tekadnya. Dia memakai bagian kepala dan kedua tangan kostum yang ia buat.

"KIRI BANGGG!!!" Revan berteriak kencang, membuat penumpang lain terkejut.

Revan berlari ke pintu keluar. "Nih, bang," Setelah memberikan uang pada kenek bus, Revan langsung menjalankan aksi bodohnya itu, dia mencari video suara gergaji mesin pada Youtube dan memutarnya.

"Ayah, bisa ke rumah sakit Primajasa, ngga?"

"..."

"Ini ada temen aku abis kena musibah, dia lagi dirawat sekarang. Masalah biaya sih, masih bisa aku bayarin. Tapi masalahnya perlu orang tua buat ngurusin administrasinya."

"..."

"Makasih, Yah. Fatur tunggu di sini."

Fatur lalu masuk ke ruang inap, di mana sudah ada Adel dan satu dokter di dalamnya.

"Dok, ayah saya bakal ke sini, tapi mungkin agak lamaan. Gapapa kan, dok?" Fatur menghampiri Adel yang sedang duduk di samping brankar di mana Revan terbaring. Dia terus mengusap lembut kepala Adel, dia tampak khawatir melihat kondisi teman satu klubnya itu.

Memang kondisi wajahnya tidak terlalu parah, tetapi sedari tadi Revan belum juga siuman. Itulah yang membuat mereka berdua khawatir.

"Ok, gapapa. Nanti kalau ayah kamu udah sampe, suruh aja keruangan dokter. Nanti saya tunggu di sana, buat sementara jangan terlalu mengusik pasien. Yaudah, saya pamit." Sang dokter lalu pergi meninggalkan mereka bertiga di ruang inap.

Adel lalu berdiri. "Sayang, kita kantin dulu yok? beli makan, sekalian buat Revan sama ayah kamu juga," Adel memberi saran, diangguki Fatur.

Beberapa menit berlalu, akan tetapi Adel dan Fatur belum juga kembali. Revan belum sadarkan diri, sepi, sunyi, hanya ada suara detik yang berasal dari jam dinding. Tak selang lama, knop pintu bergerak, menandakan ada seseorang yang akan memasuki ruangan.

"Tur," panggil pria paruh baya dari mulut pintu. Namun, dia tak mendapati Fatur, hanya ada Revan yang terbaring di ruangan tersebut. Pria tersebut mencari anaknya, dia juga memastikan nomor ruangan yang diberitahu Fatur itu benar.

Setelah dirasa tidak ada yang salah, ia menunggu Fatur di dalam sembari melihat kondisi Revan.

Alisnya bertaut, ia merasa pernah melihat wajah Revan tapi entah di mana.
"Kenapa wajahnya mirip dengan anak waktu itu, ya?" ucapnya dengan nada rendah.

Saat menelisik, pria tersebut melihat kalung yang terpasang di leher Revan, hanya saja kalung tersebut tertutup oleh baju. Untuk memastikannya, ia mencoba untuk mengeluarkan kalung tersebut dari baju Revan.

Namun, baru saja menyentuh kerah baju, terdengar suara knop pintu terbuka. Pada akhirnya pria paruh baya tersebut menggagalkan aksinya.

Kau RumahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang