Prolog

8 1 0
                                    

Kisah ini sudah mulai berdebu. Aku mengingat dengan jelas setiap kenangannya ketika kembali membukanya. Ah, jadi ini fungsinya menulis. Ketika bahkan otak ini hampir melupakannya, tulisan sangat efektif membantu mengingatkannya. Bagaimana bisa kenangan semanis ini hampir terlupakan? Oh benar, aku yang terlalu sibuk pada masa kini dan terlalu cemas pada masa depan hingga lupa bahwa aku punya masa lalu yang sangat manis. Sangat indah. Bahagia.

Pertemuan empat bulan kala itu mengantarkanku pada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang menyenangkan. Di mulai dari kepindahan kami ke kost kala itu. Layaknya sebuah rumah, kami menjadi saudari untuk satu sama lain. Bertanggung jawab untuk satu sama lain. Berbagi makanan, berbagi cerita, juga berbagi emosi. Bahagia, sedih, marah, kecewa, bangga, layaknya keluarga.

Letaknya di bawah tanah. Penerangannya minim. Apalagi jika lampu di dalamnya dimatikan. Belum lagi ketika mengetahui ada kuburan muslim di seberang kost. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya kost itu. Namun, suasana di dalamnya selalu ramai. Selalu ada saja kejadian unik. Selalu ada saja yang diributkan. Sebentar berkelahi, lalu damai. Sebentar berteriak, lalu hening. Sebentar tertawa, lalu menangis.

Sebuah bangunan yang mampu menyatukan empat belas anak perempuan. Tidak ada orang yang benar-benar dewasa di dalamnya. Empat belas anak perempuan itu harus bertukar peran setiap hari. Ada yang jadi orang tua, ada yang jadi dokter, ada yang jadi petugas kebersihan, ada yang jadi penjaga pintu, ada yang jadi penghibur, ada yang jadi hakim, apapun peran yang diambil, keempat belas anak perempuan itu mau memahami karakter masing-masing.

Bangunan itu juga mampu memisahkan empat belas anak perempuan itu. Satu persatu. Kembali pulang. Tangisan malam itu bukan akhir. Itu tangisan awal untuk tangisan-tangisan lainnya. Tangisan yang mampu membulatkan tekad. Hingga kami bisa bertemu lagi.

Kost UndergroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang