Aku dan Rara berangkat sekitar jam dua pagi menggunakan jasa travel HIS. Kebetulan Rara bisa mengantar sampai ke rumah neneknya yang ada di Aceh Timur. Kami sempat singgah di tempat peristirahatan. Sejenak minum teh hangat dan memesan Sate Matang, salah satu makanan khas Aceh. Sate Matang dibuat dari daging kambing dengan bumbu rempah khas Aceh.
Setelah dua belas jam perjalanan, kami tiba di rumah nenek Rara. Rara sangat akrab dengan nenek dan kakeknya. Aku masih ingat ia sangat sedih dan menangis keras ketika kakeknya meninggal. Ia menjadi rapuh. Ayah dan Ibunya sampai tidak tega dengannya. Terpaksa mematikan ponsel agar Rara tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Dunia Rara runtuh saat itu. Tidak bisa melihat kakek yang paling dekat dengannya untuk terakhir kalinya. Hari itu ia dipaksa senyum oleh keadaan. Pasalnya, kami akan melaksanakan pergelaran seni, festival budaya. Rara masih harus berlatih. Semesta memang selalu kejam. Kita memang harus selalu menyiapkan diri, menyisakan ruang untuk menunggu giliran. Waktu akan menyembuhkan. Seiring waktu akan semakin kuat. Semoga Rara juga begitu.
Dua jam berlalu. Nenek Rara menyambut dengan sangat hangat. Ia menyiapkan tempat tidur untuk aku tidur sebentar. Selama di perjalanan, aku lebih banyak berkutik dengan laptop dibandingkan masuk dunia mimpi. Sedikit berbincang dengan supir mobil, kebetulan penumpangnya hanya tiga orang.
Rara mengantar menuju halte bus setelah aku berpamitan dengan neneknya. Aku sempat memberi Keripik Kelakai pada Rara dan keluarganya. Oleh-oleh khas Kalimantan Tengah yang berbahan dasar kelakai. Kelakai adalah tumbuhan sejenis paku-pakuan yang banyak tumbuh di daerah tanah gambut Kalimantan Tengah. Saat masih kecil, aku suka sekali memetik kelakai untuk dijadikan lauk-pauk. Saat itu di sekitar rumahku masih hutan. Masih banyak buah karamunting, buah korsen, buah jambu monyet, dan termasuk tanaman kelakai ini. Sayur dan buah hutan asli Kalimantan Tengah. Khusus untuk nenek Rara, aku juga membawakan obat herbal khas dayak. Mungkin lebih pahit dibandingkan obat racikan yang disediakan di apotek biasanya. Semoga nenek Rara mau mencobanya.
_____
"Dailaaa!!" Teriak seseorang ketika aku baru turun dari bus. Baru beberapa menit aku menghirup udara Medan, Anggie sudah berjalan dari kejauhan. Aku tersenyum senang. Wanita itu tidak membiarkan aku menunggu. Ia seolah tidak ingin aku merasa sendirian di kotanya. Aku melambaikan tangan, pertanda sudah melihatnya.
Anggie berlari untuk menghemat waktu. Aku melepas kedua koperku, menyambut pelukannya. Kali ini masih punya tenaga untuk membalas pelukannya. Dua orang di belakangnya berjalan ke arahku. Mungkin teman Anggie.
"Makin cantik aja kau, kulihat!" Ucap Anggie dengan logat medan yang sangat kental diselingi tawa khasnya. Anggie selalu bisa mencairkan suasana. Mengikis rasa canggung antara kami.
"Kamu juga, sudah pintar dandan sekarang." Jawabku tersenyum. Aku memang selalu memakai kata 'kamu' untuk orang sekitarku walaupun kebanyakan dari mereka memakai kata 'kau'. Terlihat seperti aku yang sulit beradaptasi. Untungnya, mereka yang akhirnya mau menyesuaikan dengan gaya bahasaku.
Aku ingat kesan pertamaku pada Anggie. Benar-benar di luar prediksi. Sampai sekarang aku masih sering tertegun. Bertemu manusia unik sepertinya sungguh menjadi pengalaman luar biasa. Banyak yang bisa kupelajari darinya, terlepas dari penilaian buruk dariku maupun orang lain saat itu.
_____
Anggie adalah orang pertama yang kukenal di kost lama. Satu-satunya yang kukenal. Aku lebih dulu mengenalnya karena kami menjadi panitia dalam pemilihan kepala suku kala itu. Tiga tahun yang lalu, program pendidikan dengan sebutan pertukaran mahasiswa merdeka itu harus memilih ketua angkatan dengan sebutan kepala suku. Lalu, kami disatukan kembali menjadi sekretaris angkatan oleh kepala suku yang terpilih. Sebagai sekretaris angkatan, banyak juga pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Namun, lebih baik disimpan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kost Underground
Historical FictionHai, apa kabar? Terimakasih sudah menjadi teman Terimakasih sudah menjadi saudari jauh Terimakasih sudah menjadi keluarga Terimakasih sudah menjadi rumah Kalian masih ingat bagaimana kita bertemu? Tunggu, apa kalian tahu siapa yang memberi nama kost...