#1

8 2 1
                                    

"Kamu serius, Dai? Kenapa baru ngabarin hari ini?" Tanya Nina. Ia melihat koper-koperku sudah tersusun di teras rumah.

"Kamunya sibuk. Aku nggak mau fokus kamu teralihkan." Aku menjawab sambil mengetik sesuatu di laptop.

Sebentar, aku lupa menjelaskan alasan Nina datang ke rumah dengan penuh emosi. Sebelumnya, kenalkan dulu, aku Daila. Pemeran wanita dalam cerita ini yang sedang bersiap untuk berpetualang. Nina adalah sahabat lama yang masih berteman sampai sekarang. Lumayan lama. Ibarat jika mengambil sebuah rumah dengan angsuran cicilan paling murah, mungkin rumah itu sudah lunas.

Tenang, ini bukan seperti acara "Jejak petualang" yang dulu menjadi tayangan seru di jam tidur siang. Aku tidak akan tersesat ataupun hilang. Tidak juga harus menyusuri hutan dan memakan binatang liar. Nina memang berlebihan. Ia takut aku kelelahan atau kebingungan ketika nanti berpergian. Mungkin memang karena aku gampang sakit dan gampang panik. Percayalah, aku sudah cukup dewasa untuk bisa mengendalikan diriku sendiri.

"Sekalian aja kamu kabarin kalau kamu sudah sampai Aceh!" Nina menutup laptopku tiba-tiba.

"Sabar, Nin lah. Kami juga baru seminggu yang lalu dikasih tau." Mamah menambahi. Aku memutar bola mataku. Ingin marah saja sepertinya tidak pantas.

"Aku cuman sebulan. Biaya apapun juga ditanggung sponsor. Kalau aku perginya lama baru kalian boleh marah." Jawabku membela diri.

Sebulan yang lalu, aku dapat tawaran dari salah satu Profesor di luar negeri untuk buat karya tulis bertema budaya Indonesia. Beliau tertarik sekali dengan Indonesia, hanya saja masih belum punya kesempatan liburan ke Indonesia. Ini bukan sebuah kebetulan lagi. Ini merupakan keberuntungan. Beruntung aku punya teman yang kuliah di luar negeri. Beruntung aku punya teman yang aktif dan dekat dengan dosen. Beruntung aku dikenalkan sebagai penulis olehnya. Beribu terimakasih tentunya untuk temanku itu. Aku juga berterimakasih pada Profesor karena mau mendengarkan proposalku. Sebenarnya bisa saja aku menulis karya tulis berdasarkan karya tulis terdahulu. Hanya saja pikiran unik itu muncul.

Ini bisa menjadi kesempatan emas agar aku bisa mengunjungi teman-teman lama. Teman-teman Kost Underground yang menyebar ke berbagai provinsi bisa menjadi inspirasi dalam menulis nantinya. Oh benar, aku belum menjelaskan tentang kost underground. Jadi, kost ini adalah kost bawah tanah yang sempat aku tinggali ketika empat bulan di Malang. Kost yang di dalamnya ada aku, Rara, Anggie, Thia, Ayu Wulan, Eca, Alya, Cita, Andi Ayu, Nadya, Adel, Nala, Tari dan Mei. Empat belas anak istimewa yang terpilih untuk mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka kala itu. Nina saja sepertinya sudah bosan mendengar cerita lama itu. Namun, untukku, kata bosan tidak pernah ada. Justru rindu yang semakin besar tanpa tahu kapan lagi harus berjumpa.

Oleh karena itu, di saat ada kesempatan seperti ini, aku mencoba menawarkan diri meminta bayaran mahal untuk karya tulis yang akan kuberikan. Aku mencoba membuat anggaran dan kalimat-kalimat bujukan lainnya sehingga jadilah proposal. Beruntungnya diterima. Entah amalan siapa atau doa siapa yang terkabul sehingga aku bisa mendapatkan rezeki berlimpah seperti sekarang. Tentunya harus ada pertanggung jawaban di akhir nantinya. Beban ekspektasinya pun menjadi lebih besar. Tak apa. Bisa mewujudkan impian untuk bertemu mereka satu-persatu saja aku sudah sangat bersyukur. Walaupun aku harus cuti kerja selama sebulan. Walaupun aku harus melewati emosi orang-orang terdekatku terlebih dahulu. Walaupun aku harus menyelesaikan banyak tugas sebelum benar-benar berangkat.

___

"Persiapan kamu nanti gimana?" Tanya Nina ketika aku baru selesai check-in bandara.

"Aman kok. Aku sudah fitting baju. Sudah booking MUA juga." Jawabku dengan senyuman lebar. Hampir setengah hari ini Nina marah, jangan sampai perkara ini membuatnya kembali marah.

Kost UndergroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang