42

11.2K 504 8
                                    

××××××

Typo tandain


×××××

"Ren, kok perasaan gue nggak enak yah?'tanya Calista terlihat sedikit gelisah.

Irene yang duduk di samping Calista mengangguk setuju. "Perasaan gue juga sama Li, kek bakalan ada yang terjadi"

Calista menyibukkan dirinya bermain ponsel berharap dirinya tak gelisah lagi namun malah semakin bertambah.

"Gue telpon Aldrich dulu yah, gue sedikit takut apalagi ini malam, pengawal kita juga cuman empat orang lagi"ujar Calista, Irene mengangguk setuju.

"Yaudah telpon, gue khawatir banget sama bayi lo"

Akhirnya Calista mulai menelpon Aldrich walau berulang kali telponnya itu tak diangkat namun bukan Calista namanya jika langsung menyerah, ia terus menerus menelepon nomor Aldrich.

"Gimana? Diangkat nggak?"tanya Irene hingga mendapat gelengan lesu dari Calista.

"Keknya dia lagi meeting penting deh"

"Huh, Chaiden, cepetin dikit laju mobilnya dong"pinta Irene.

"Sudah cepat ini Ren, jangan terlalu khawatir"sahut Chaiden sesekali menatap sekilas mereka berdua melalui kaca.

Tak berselang lama suara tembakan terdengar membuat mereka berdua menutup telinga sembari menunduk.

"Oh shit, telpon Aldrich lagi Calista!"teriak Chaiden sedikit panik sembari menambah kecepatan laju mobil sama seperti mobil dibelakangnya.

Calista mengangguk patuh, dengan tangan sedikit bergetar, ia meraih ponselnya kemudian menekan nomor Aldrich.

Berulang kali ia menelponnya namun tetap sama tak ada jawaban, tatapannya tadinya fokus ke depan kini berpindah kearah Irene yang terlihat menatapnya meminta jawaban.

Calista menggeleng sembari menjauhkan ponselnya. Irene hanya bisa menghela nafas.

Suara tembakan terus terdengar sembari menghujani mobil mereka berdua, untungnya mobil itu anti peluru.

Calista kembali menatap ke depan dengan pikiran berkecamuk, memikirkan bayinya juga nyawa mereka bertiga.

Calista mengusap usap perutnya.

"Li, gue boleh usap perut lo juga nggak?"izin Irene membuat tatapan Calista berpindah kearah Irene kemudian mengangguk.

Senyuman manis hadir diwajah Irene, dengan perlahan ia mengusap usap perut Calista hingga tanpa sadar setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Vin, sepertinya kita harus berbuat sesuatu"ujar Irene setelah selesai mengusap perut Calista.

"Sedang kupikirkan"sahut Chaiden.

"Dan untuk lo Li, tetap hubungi suami lo, siapa tau bakalan diangkat"saran Irene.

Sudah lima belas menit berlalu namun mobil mereka masih tetap terus dikejar.

Chaiden membuang nafas kasar, secara terpaksa dia berbicara kepada seseorang melalui earphone membuat Irene yang mendengarnya sedikit marah.

"Nggak bisa gitu dong Vin? Please Vin peka, ini tentang nyawa Calista dan bayinya"mohon Irene tak henti hentinya mengeluarkan air mata.

"Ren, aku tau, tapi sampai kapan kita gini terus? Apalagi tidak ada tempat yang aman, mansion Aldrich juga masih jauh Ren. Mau tak mau aku harus melawan mereka"kata Chaiden sembari menghentikan mobil kemudian mengambil dua pistol dan memberikan satu pistol pada Irene.

Us And Destiny (Transmigration) S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang