Suara ketukan sepatu mahal terdengar mendekati sebuah pintu tertutup rapat.Aldrich si pemilik sepatu itu menatap pintu ruangan yang tertutup, tak ada cela untuk melihat apa yang terjadi didalam.
Ditempat itu terasa hening, Alavin terus menutup rapat mulutnya begitu pula dengan Aldrich yang sedang memikirkan keadaan Calista.
'Saya harap kamu tetap berada disisi ku Calista, maafkan aku, setelah aku melihatmu seperti ini dan menyadari perasaanku, aku mulai sadar bahwa... Aku mencintaimu' batin Aldrich hingga suara dinding yang ditinjau terdengar mengagetkan Alavin yang sedang sibuk berpikir jawaban apa yang akan ia berikan pada Aldrich nantinya?
Tetapi lelaki itu hanya mampu melihat perbuatan tuanya tak berani mencegah, jika ingin cepat memasuki neraka boleh saja dicoba.
"Sialan"gumam Aldrich dengan tangan terkepal tak mempedulikan tangannya yang terluka akibat memukul dinding sampai retak.
"Dimana wanita sialan itu?"tanya Aldrich penuh penekanan.
Alavin yang merasa merinding mendengar suara tuannya yang sangat menyeramkan itu tanpa berlama lama langsung menjawab.
"Wanita itu diseret menuju ruang bawah tanah rumah sakit ini tuan"sahutnya.
Aldrich melangkah pergi begitu saja setelah mendengar jawaban Alavin tanpa mengucapkan terimakasih, ck lagipula apa yang bisa ia harapkan dari tuannya? Menikah saja itu lebih dari cukup.
Tatapan Alavin lalu berpindah pada pintu yang tertutup, ia menatap sendu pintu itu. Andai saja ia terus menjaga nyonya nya dan tidak seceroboh ini, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Ia menghela nafas. "Saya harap anda bertahan nyonya"
"Kau sudah melihat betapa sayangnya mereka padamu bukan? Divana, ada begitu banyak yang menyayangi mu, kenapa kamu tidak kembali? "Tanya Calista sambil menatap dalam manik mata hitam milik Divana.
"Mereka bukan menyayangiku tetapi menyayangimu Calista"balas Divana tanpa menatap lawan bicaranya.
Calista mendengar itu dibuat terkekeh, apa katanya tadi, dirinya yang disayangi? Tiga kata lucu. Sebelum adanya Divana, ia belum pernah merasakan semua itu.
"Kamu sepertinya melupakan kisah menurutmu hanya sebuah novel telah kamu baca itu Divana"mendengar itu Divana langsung diam tak berkutik.
Calista menatapnya sekilas lalu berjalan menuju pinggir danau dan mendudukkan dirinya, ia menatap air yang bening itu.
Divana hanya menatap dari kejauhan lalu juga mendudukkan dirinya diatas rumput hijau.
"Calista, kau ingin merasakan kebahagiaan yang kamu impikan itu bukan?"tanya Divana yang suaranya dapat didengar sampai tempat Calista walaupun hanya gumaman.
Tak ada jawaban, hanya hembusan angin menerpa rambut Divana hingga sedikit berterbangan.
"Aku memang mengimpikan semua itu Divana, namun aku sadar bahwa semua yang kuinginkan itu tak bisa kudapatkan karena memang... Semua itu tidak cocok di aku melainkan hanya cocok di kamu Divana"jelas Calista setelah lama berdiam.
"Kenapa cocok di aku? Bukankah kamu juga harus merasakannya?"Divana kembali bertanya.
Calista mengukir senyum manis mendengarnya. "Kamu ingin tahu?"
"Ya"
"Aku ingin mengatakannya, namun kamu belum berniat kembali, aku hanya akan memberitahumu jika kamu ingin kembali ketubuh itu"
****
Seorang pria dengan wajah mengeras terus melewati tiap sel berisi orang orang yang berteriak meminta ingin dibunuh, ruangan itu dipenuhi oleh banyaknya darah yang telah kering maupun belum.
Tatapan tajam Aldrich terhenti pada seorang wanita yang kondisinya sangat memprihatinkan dengan ada begitu banyak luka luka di seluruh tubuhnya dan tentunya darah tidak ketinggalan, mulut wanita itu ditutupi kain juga kedua tangannya diikat rantai membuat kedua tangannya bergelantung.
Ia menyeringai melihat kondisi wanita itu sebelum masuk kedalam dan berjalan dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku.
Wanita itu tadinya menutup matanya terganggu dengan suara ketukan sepatu pada lantai dan berhenti dibawahnya, ia membuka matanya perlahan, ketika membuka mata, ia langsung di sungguhi oleh sepasang sepatu hitam, wanita itu menatapnya lamat lalu dengan perlahan mengangkat pandangannya.
Ketika mengangkatnya, pandangan mereka saling bertemu dengan Aldrich yang melayangkan tatapan tajam dan wanita itu yang dibalas tatapan kerinduan juga kelembutan.
Belum sampai 10 detik bertatapan, Aldrich langsung memutuskan pandangannya setelah melepaskan kain yang menutupi mulut wanita itu, ia perlahan mundur dua langkah menjauhi wanita itu lalu berbalik memunggunginya.
"Takkusangka, jalang yang dimaksud tuan Andrews adalah dirimu Selin"ujar Aldrich memuji.
Wanita bernama Selin yang mendengar itu diam diam mengepalkan kedua tangannya namun ia segala tersenyum.
"Ah, Aldrich sudah lama kita tidak bertemu, terakhir kalinya hanya saat kelulusan. Aku cukup kagum melihat penampilanmu sekarang yang sangat berbeda dengan dulu"puji Selin.
"Jalang menjijikkan sepertimu cukup pandai memuji orang lain, saya mengira hanya mampu memberikan pujian untuk suami atau ayahmu?"tanya Aldrich tak yakin sembari menyeringai.
Selin mendengar kata kata sediki menyinggung itu dari pria pernah dirinya tolak dan bully kembali mengepalkan kedua tangannya sembari melayangkan tatapan penuh benci pada punggung gagah milik Aldrich.
"KAU YANG MENJIJIKKAN ALDRICH! DASAR PRIA MISKIN! TAK TAU DIRI! LEPASKAN AKU SIALAN!"teriak wanita itu penuh amarah. Ia terlihat terus memberontak, berusaha melepaskan ikatan rantai ditangannya, tetapi bukannya terlepas tangannya malah terluka tambah terluka.
Aldrich kembali menyeringai, tanpa Selin sadari pria itu mengambil sebuah pisau memang sudah tersedia disana lalu berbalik dan berjalan mendekati Selin.
Selin yang menyadari Aldrich berjalan kearahnya sedikit menyeringai, ia yakin Aldrich pasti akan melepaskan ikatan rantai sialan yang membuat tangannya terluka.
Ketika Aldrich sudah berdiri dihadapannya, Selin langsung memajukan sebelah tangannya.
"Buka"titahnya sedikit ketus.
Aldrich melirik sekilas tangan Selin lalu menyandarkan wanita itu didadanya.
Selin yang mendapatkan perlakuan seperti itu tersenyum bahagia, ia sangat beruntung dicintai habis habisan oleh pria sangat dirinya benci tanpa menyadari jika sebuah pisau akan menusuk lehernya.
Jleb
Seketika wanita itu melotot, ia menatap tak percaya Aldrich yang menjauh darinya tak lupa mencabut kembali pisau itu dan memberikannya sebuah senyuman penuh kelicikan.
"Semoga anda menyusul ayah anda di neraka nona Selin"itulah wanita itu dengar sebelum kematian menghampirinya.
Wajah Aldrich kembali berubah datar, ia menatap pisau berlumuran darah itu lalu melemparnya kearah tubuh tak bernyawa milik Selin hingga menancap dikepalanya setelah itu berjalan keluar.
"Bakar"Aldrich melempar jas hitam itu pada anak buahnya lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan dimana wanita ia cintai berada.
$$$$$

KAMU SEDANG MEMBACA
Us And Destiny (Transmigration) S1
Random*** Divana Veronica wanita berusia 25 tahun yang meninggal hanya karena novel milik sahabatnya akan dirinya kembalikan terjatuh saat ia menyebrang jalan. Bukannya ke alam baka, dirinya malah terbangun di tubuh seorang wanita berusia 19 tahun yang se...