48

6.3K 305 10
                                    

Sebelum membaca jangan lupa vote dan komen ♡

Typo tandain

Selamat membaca ᰔ

ᰔᩚᰔᩚᰔᩚ

Pria tak lain Aldrich yang tadinya bertelponan dengan bawahannya didunia bawah menuruni mobil dengan pistol ditangannya.

Ia menatap datar kedepan dimana saat ini terjadi perkelahian antara dua kubu lalu berjalan mendekati seorang pria paruh baya yang tak menyadari kedatangannya.

"Anda mencari mati yah pak tua?"

"Seharusnya anda duduk manis saja dirumah, merenungi semua kesalahan anda bukan menggali kubur lebih awal"lanjut Aldrich sembari memainkan pistolnya.

Pria tua tadinya sibuk menatap perkelahian itu sembari merokok mengeram marah mendengar ejekan orang selama ini ia inginkan mati.

"Hahaha, kau yang seharusnya menggali kubur istrimu, bukan kah istrimu sekarat dan akan mati?"balas pria tua mengejek.

Wajah Aldrich tetap seperti sebelumnya tanpa ada pun secercah kemarahan atau kekesalan di sana, hal itu membuat pak tua mengepalkan tangannya yang bersembunyi dibelakangnya.

Mereka berdua saling bertatapan tajam tanpa mempedulikan bagaimana kondisi bawahan mereka saat ini, apakah banyak yang mati atau salah satu di antara mereka berdua ada yang menang.

"Saya dengar, putri anda telah diperkosa banyak preman yah pak tua?"Aldrich memulai pembicaraan.

Pria tua itu menatap sinis kearah Aldrich. "Bukan urusan mu, kau lebih baik diam"balas pria tua itu tak suka.

Aldrich tersenyum smirk, ini paling ia sukai, memancing emosi lawannya.

"Yah, dan istriku juga bukan urusan anda, lebih baik anda jangan banyak bertanya"timpal Aldrich, kepalan tangan pria tua itu bertambah erat hingga tanpa sadar sebuah cairan berwarna merah keluar dari luka diakibatkan kukunya.

Aldrich menyadarinya namun tak mempedulikannya, ia hanya terus menatap santai pria tua itu yang menatapnya tajam.

"Santai saja melihatku, kedua matamu itu mungkin akan keluar"kelakar Aldrich sambil memasuki tangannya kedalam saku celana.

"KAU!"seru pria tua sembari menunjuk Aldrich penuh amarah.

Aldrich melirik tangan yang berani beraninya menunjuk ke arahnya sedikit bergetar, mungkin karena faktor sudah tua lalu kembali menatap pria tua itu dengan satu alis terangkat.

"Anda jangan emosi, saat ini tidak ada yang bisa menolong anda. Lihatlah anak buah anda itu"pria tua itu berbalik ketika mendengar perkataan Aldrich, dan benar saja hanya tubuh tanpa nyawa saja yang tergeletak tak berdaya di tanah.

Pria tua itu kembali mengepalkan kedua tangannya lalu kembali menatap pria muda didepannya yang menatapnya santai.

"Anda menyukainya?"tanya Aldrich sembari menyeringai.

Pria tua itu mengangkat pistolnya lalu mengarahkan pistul itu kearah dahi Aldrich masih tetap santai melihatnya bagai seorang senior melihat juniornya berlatih.

"Sepertinya seorang Andrew tua bangka tidak sabaran bertemu dengan Tuhan"ejek Aldrich menyadari pria tua itu menggenggam pistol terbalik dimana Laras bagian dari senjata api yang berbentuk tabung panjang dan terbuat dari logam, peluru atau proyektil akan melewati setelah ditembakkan seharusnya kearah dirinya malah kearah pria tua itu.

Pria tua itu bukannya membalik pistolnya kearah Aldrich malah memilih membatin untuk mengumpati Aldrich yang tak berbuat salah apapun padanya.

"Sudahlah, anda tahu saya malas untuk terus berbicara bukan tuan Andrews?"tatapan santai tadi Aldrich berikan pada pria tua itu kini berganti menjadi tatapan tajam menghunus kearah pria tua itu yang sedikit ketakutan karena baru menyadari ada puluhan orang berjas hitam berdiri disekelilingnya juga dibelakang Aldrich.

Sebegitu heningnya tempat itu hingga suara pohon yang diterpa angin terdengar.

Ketika Aldrich ingin berbicara lagi, suara salah satu bawahannya terdengar memanggilnya.

"Tuan, ada panggilan dari pihak rumah sakit"ucapnya namun tak ada balasan dari Aldrich menandakan bahwa dia ingin mendengar lanjutannya.

"Mereka bilang keadaan nyonya Calista memburuk tuan"lanjutnya.

Tangan Aldrich mulai terkepal kuat tak lama suara tawa memecahkan suasana hening itu. Dan pelakunya adalah pria tua itu.

"Hahaha, kau memang bodoh Aldrich melebihi putraku pantas saja kau selalu diejek anakku saat sekolah dulu, penampilan seperti orang miskin, bodoh, ceroboh, hahaha"ejek tuan Andrews.

"Salah satu jalangku memang sangat cerdas, berpura-pura menjadi perawat lalu cusss, hahaha. Saya turut berduka cita atas kematian akan segera menimpa istrimu itu tuan Aldrich"lanjutnya sebelum sebuah peluru menembus keningnya.

Mata pria tua itu terlihat melotot kearah Aldrich dengan ada darah yang mengalir bebas lewat bekas tembakan hingga tubuh tak bernyawa itu terjatuh ke tanah.

Aldrich menatapnya datar lalu berjalan menuju mobilnya. Tangan kekar itu memegang erat setir mobil dan mulai menjalankan mobil dengan kecepatan tak main main beberapa mobil yang mengikutinya saja menyerah mengikuti kecepatan mobil tuannya.

Aldrich keluar dari mobilnya setelah sampai di rumah sakit, disana ada Alavin yang senantiasa menunggunya sedari tadi sembari mondar mandir langsung menghampirinya.

"Dia baik baik saja?"tanya Aldrich dengan tatapan datarnya.

Alavin menunduk. "Kata dokter keadaan nyonya Calista tidak memungkinkan tuan"sahut Alavin.

Aldrich mengepalkan tangannya lalu melangkah lebar memasuki rumah sakit diikuti Alavin dibelakangnya menuju ruangan saat ini Calista berada.

ᰔᰔঞ

See youᰔᩚᰔᩚ

Us And Destiny (Transmigration) S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang