Setelah berlari cepat dari Sehun dan pergi menaiki taksi, Jongin saat ini duduk sendirian di depan minimarket. Dia membeli satu potong es krim, membuka bungkusnya tapi tidak berniat menikmatinya sama sekali. Es krim yang Jongin beli telah meleleh setengahnya, membasahi dan membuat lengket tangan yang memegang benda tersebut.
Dibanding marah dan sedih, saat ini rasa yang tersisa untuk Jongin miliki hanyalah malu. Dia berpikir dan terus berpikir tentang apa yang telah dilewatinya dengan Sehun tadi. Setelah kepalanya mulai dingin, menurutnya meluapkan emosi pada Sehun yang tidak tahu apa-apa hanyalah tingkah super kekanakan yang seharusnya tidak pernah dia lakukan.
Sehun pasti bingung, apalagi di pikiran cowok itu mungkin mereka berdua hanyalah dua teman baik yang akan berbagi segala hal. Hanya saja, mau Jongin pikirkan beribu kali pun, bagian membawanya ke dalam kencan cowok itu bersama cewek lain tidak memiliki alasan yang tepat. Semakin dia mencari alasan untuk memaafkan Sehun, semakin dia yakin jika perbuatannya yang satu itu memang tidak bisa dimaafkan.
Es krim di tangan Jongin hanya menyisakan sedikit bagian. Karena sudah mengantisipasinya sejak awal, es krim itu hanya jatuh ke tanah, bukan celana, baju atau sepatunya. Tentu saja tangan Jongin tidak bisa dikecualikan karena dia yang menggenggam benda tersebut.
"Hah!"
Jongin membuang napas berat. Dia sudah menyingkirkan semua urat malu miliknya untuk tetap diam di tempat bagai orang yang habis putus cinta. Lagipula, sebagian besar rasa malu Jongin telah hilang saat dia memutuskan untuk berdebat dengan Sehun tadi.
"Hah!"
Jongin kembali membuang napas berat. Hari ini memang sangat menyesakkan, padahal seharusnya dia bisa bersenang-senang dengan Sehun. Walau kesal pada Rachel karena kejadian terakhir kali, Jongin pikir makan malam di tempat yang bagus bersama Sehun jauh lebih bisa dinikmati daripada duduk sendirian di depan minimarket.
Tapi ... "Kenapa lo harus jadiin gue obat nyamuk, sih, Hun?" rasa sedih itu memang nyata.
Sehun tertawa dan tersenyum bersama Rachel, sedangkan dia akan terabaikan tanpa sisa. Seperti debu, yang ada, tapi tidak disadari.
Setelah membuang stik es krim yang telah mencair semuanya, Jongin mengambil botol air mineral yang juga dia beli tadi. Dia mencuci tangan dengan air itu, mencoba menghilangkan es krim yang juga mengering di tangannya.
"Eh, boleh minta airnya, nggak?"
Jongin yang sedari tadi sibuk galau sendiri dengan kepala tertunduk, mendongak. Dia melihat orang asing tersenyum konyol di depan tubuhnya. "Bentar, lagi buat cuci tangan."
"Oke. Makasih, ya."
"Hm."
Setelah yakin jika tidak ada lagi sisa es krim di tangannya, Jongin mengulurkan botol air mineral tadi. "Buat lo aja."
"Makasih. Gue ikut duduk, ya?"
Jongin melirik sebentar pada sosok tadi, lalu mengangguk abai. Sejak dulu Jongin memang tidak terlalu pintar berbaur dengan orang lain. Dia memang tidak menolak, tapi tidak ada kesan menerima juga dalam ekspresi serta tindakan yang dilakukannya.
Sosok tadi duduk di samping Jongin setelah meletakkan barang belanjaannya. Ada satu cup mie instant yang telah diseduh dengan air panas di antara belanjaannya itu. "Uang gue habis, tapi gue belum beli air minum tadi. Yakali gue minum sabun, 'kan?"
Padahal Jongin tidak peduli, tapi sosok tadi menjelaskan tanpa diminta sama sekali. "Hm."
"Untung ada lo. Soalnya tadi gue telanjur seduh mienya. Kalau dibawa pulang, keburu ngembang. Gue nggak suka mie yang benyek gitu."
Gue nggak tanya, ya, anjing! jerit Jongin dalam hati. Dia kan lagi sibuk galau. Kalau gini, kan, galau yang Jongin dera sejak tadi bisa mendadak lenyap.
"Sorry, gue banyak ngomong, ya? Kalau lo nggak nyaman, bilang aja." Sosok itu mencoba melihat suasana hati Jongin. Dia meminta maaf dengan tulus.
"Iya."
"Iya apa?" tanya sosok itu dengan senyum konyol yang kembali terpatri di wajahnya.
"Gue nggak nyaman." Sayangnya, keramahan yang dia miliki tidak cukup untuk membuat Jongin bisa merasa akrab.
"...."
Satu detik.
Dua detik.
Sepuluh detik.
"Eh, tapi makasih—"
"Sama-sama, dan lo diem aja. Mie lo keburu ngembang terus benyek nanti," ketus Jongin.
"Oke." Sosok itu segera membisu. Jongin seram kalau mode galak.
•
Mie Aceh gue mana, ya? —Juna.
Berisik! —Kji
KAMU SEDANG MEMBACA
WhatsApp | Hunkai
FanfictionSatunya nggak peka, satunya atheis-eh, tsundere maksudnya.