Bel tanda pembelajaran kembali dimulai telah berbunyi sejak beberapa saat yang lalu, tapi baik Sehun maupun Jongin, belum ada yang mengambil gerakan untuk beranjak dari tempat. Mereka duduk menghadap pagar, dengan jarak cukup jauh satu sama lain. Jongin mengusap sudut matanya, masih ada sisa cairan di sana.
Beruntung sejak pagi tadi Bu Afi, guru Bahasa Inggris mereka sudah memberitahu jika kelas akan kosong. Mereka diberi tugas dan harus dikumpulkan minggu depan. Dengan kata lain, kelas mereka tidak akan ada gurunya sampai jam pelajaran selanjutnya.
Sehun melirik pada Jongin yang masih diam. Jongin terlihat berusaha keras menenangkan dirinya hingga membuat Sehun kembali merasa bersalah karena dialah penyebab Jongin menjadi seperti itu. Sedikit demi sedikit, Sehun berusaha mengikis jarak di antara mereka. Dia mengulurkan tangan kanan, menyentuh lengan kiri Jongin. Jongin tersentak, tapi dia tidak lagi menepis tangan Sehun seperti yang dilakukannya beberapa saat yang lalu.
"Maaf, ya?" ucap Sehun pelan. "Kalau tahu lo bakal kalut gini, mending gue pendam aja rasa suka gue ke lo."
"BUKAN KARENA ITU!"
Sehun berjengit, mengatupkan bibir karena terkejut dengan teriakan Jongin tadi. "Lo nangis karena gue, 'kan?"
"Tapi bukan karena gue marah!" jelas Jongin.
"Terus karena apa?"
"Karena ... karena gue ...." Mata Jongin terpejam erat. Dia tidak mau menatap Sehun untuk menyatakan apa yang ada di dalam hatinya. "KARENA GUE JUGA SUKA SAMA LO, SEHUN!!!"
"Hah?"
Kedua kelopak Jongin kembali terbuka. Dia memberanikan diri untuk menatap langsung ke arah Sehun. "Gue suka sama lo," tegas Jongin. "Kalau lo tanya dari kapan, gue juga nggak tahu. Gue ... waktu gue sadar gue ada rasa sama lo, rasanya gue malu. Gue pengin kita bukan cuma temen. Gue pengin hubungan kita lebih dari teman. Gue nggak suka lihat lo dekat sama cewek lain. Apalagi waktu lo bilang tertarik sama si Ratu Pecel itu, gue marah, cemburu tapi ... tapi kita kan cuma ... temen."
Perasaan yang selama ini Jongin pendam, terbuka dengan mudah. Jongin tidak pernah berpikir jika akan datang hari di mana dia akhirnya terbuka akan apa yang dirasakannya itu. Yang dia tahu, mereka selamanya hanya akan menjadi teman. Hanya teman dekat yang kebetulan tinggal di daerah yang sama, dan juga saling kenal sejak kecil.
"Terus, kenapa lo nangis tadi?"
"Karena gue pikir, cuma gue yang suka sama lo. Gue pikir, gue harus tersiksa terus dengan perasaan satu arah ini. Gue pikir ... lo nggak mungkin bakalan suka sama gue." Jongin menunduk, malu sekaligus lega. Dia telah memberitahu semua yang ada di hatinya pada Sehun, cowok yang selalu mengisi hatinya itu.
"Gue juga, Jong," ucap Sehun. "Lo terlalu cantik, terlalu baik, terlalu sempurna buat gue yang nggak ada apa-apanya. Gue takut kalau ternyata perasaan gue bakalan ngerusak hubungan pertemanan kita. Tapi, gue lebih takut lagi kalau lo bakalan jadi milik orang lain."
"Jadi, kita pacaran mulai hari ini?" tanya Jongin.
Sehun mengatupkan bibir, ada ragu yang mengisi manik cowok itu. Jantung Jongin seperti ditahan detakannya karena Sehun yang tidak juga memberi jawaban.
"Lo suka sama gue, 'kan?"
"Banget," jawab Sehun yakin.
"Jadi, hubungan kita setelah ini ... apa?" tanya Jongin lagi. "Kita pacaran, kan, Hun?" Dia sedikit menuntut untuk jawaban yang tidak juga Sehun berikan itu.
Sehun memejamkan mata, menggeleng pelan. "Jong, gue nggak bisa pacaran sama lo."
"KENAPA?" sentak Jongin kesal.
Apa Sehun berniat menggantung perasaannya tanpa ada hubungan jelas? Kalau iya, itu artinya Sehun sangat egois. Karena jujur saja, jika Sehun mau mereka seperti itu, Jongin pikir dia akan tetap setuju karena terlalu menyukainya.
Tapi tetap saja, apa Sehun sejahat itu padanya?
"Kenapa, Hun? Lo suka sama gue, dan gue suka sama lo. Apa lagi yang jadi penghalang buat kita bisa pacaran?"
"Ayah lo nggak setuju kalau lo pacaran, Jongin!"
"Hah?"
"Lo inget waktu kita baru masuk SMA dulu, terus gue jemput lo buat pergi jalan?"
"...."
"Ayah lo ngajak gue ngomong, panjang banget. Intinya, dia nggak suka kalau lo pacaran di masa SMA gini. Beliau biarin gue jadi temen lo, biarin gue suka sama lo, tapi enggak setuju kalau kita pacaran di masa muda."
"Jadi ...."
"Gue suka sama lo. Gue selalu pengin jadi pacar lo, Jong. Tapi gue nggak mau ditandain sama ayah lo. Gimana kalau gue bisa pacarin lo di masa sekarang, tapi gagal nikahin lo di masa depan karena ditandain sama ayah lo?"
Demi Tuhan, bahkan jika Jongin tidak bisa melihat wajahnya saat ini, dia yakin jika dia sudah memerah seperti tomat. Wajah Jongin sangat panas karena Sehun yang dengan blak-blakan menunjukkan isi hatinya.
Apa Jongin belum terlalu gila untuk bisa mengimbangi rasa cinta Sehun padanya? Jongin malu!
"Lo mau, kan, nikah sama gue di masa depan nanti?"
"DIEM!"
"Jong, jangan gini dong. Lo mau, 'kan? Mau nikah sama gue, 'kan?"
"KITA MASIH TUJUH BELAS TAHUN, YA, SEHUN! NGGAK USAH MIKIRIN NIKAH-NIKAHAN DULU!" sentak Jongin.
"TAPI GUE MAU NIKAH SAMA LO DI MASA DEPAN NANTI!"
"SIAPA TAHU PERASAAN LO NANTI BERUBAH?"
"LO NIAT NGUBAH RASA SUKA LO KE GUE?"
"YA NGGAK TAHU!"
"TAPI GUE YAKIN, JONG, GUE BAKALAN TETEP SUKA SAMA LO! GUE BAKALAN NIKAHIN LO NANTI KALAU KITA UDAH LEBIH DEWASA!"
"ARRGHHHH! SEHUN DIEEMM!"
Jongin benar-benar malu. Dia tidak mau menghadapi Sehun yang sangat terbuka akan perasaannya itu. Jongin tidak sanggup.
•
Lo cuma boleh nikah sama gue! —Oseh
Mau nikah sama Sehuunnn! —Kji
KAMU SEDANG MEMBACA
WhatsApp | Hunkai
FanfictionSatunya nggak peka, satunya atheis-eh, tsundere maksudnya.