4

39 10 2
                                    

Selamat Membaca














Tiga tahun telah berlalu sejak Freya dan Floran pertama kali bertemu di kafe kecil di sudut jalan. Hubungan mereka tumbuh semakin dalam, penuh dengan petualangan, canda tawa, dan bahkan air mata. Mereka telah menjelajahi banyak tempat bersama, dan bagi Freya, Floran adalah segalanya: sahabat, rekan seni, dan belahan jiwanya.

Suatu hari, Floran datang membawa kabar yang menggembirakan baginya tetapi justru menggelisahkan hati Freya. Floran ingin mendaki Gunung Rinjani—impian yang sudah lama ia miliki untuk menyaksikan keindahan matahari terbit dari puncaknya.

“Freya, aku tahu ini mendadak, tapi aku sudah lama ingin mendaki Rinjani. Kau tahu kan, gunung itu punya pemandangan yang luar biasa?” ucap Floran bersemangat sambil memegang kedua tangan Freya.

Namun, Freya merasakan firasat buruk yang begitu kuat dan tak terjelaskan. “Floran, entah kenapa, aku merasa ini bukan ide yang baik,” jawabnya dengan wajah cemas. "Aku tidak ingin kau pergi kali ini."

Floran mencoba meredakan kekhawatiran Freya dengan nada tenang. “Freya, jangan khawatir. Aku tidak akan pergi sendirian, ada teman-temanku juga. Dan aku janji akan sangat hati-hati.”

Freya menggelengkan kepalanya, perasaannya tetap tidak nyaman. "Aku hanya… tidak tahu, Floran. Ada sesuatu yang terasa salah tentang ini. Tolong, bisakah kau mempertimbangkannya lagi?"

Floran menatap mata Freya dengan lembut dan penuh kasih. “Aku mengerti, Freya, tapi aku sudah mempersiapkan perjalanan ini begitu lama. Aku janji, begitu aku kembali, aku punya kejutan untukmu.” Floran tersenyum penuh arti, mencoba meyakinkannya.

Freya akhirnya mengangguk meskipun hatinya masih diliputi keraguan. Namun, ia tidak ingin menghalangi impian Floran, walaupun firasat buruk tetap mengganggunya.

---

Sebelum berangkat, Floran menuliskan dua surat khusus untuk Freya. Surat pertama berisi kata-kata kasih dan permintaan maaf karena meninggalkan Freya sementara waktu. Floran mencurahkan perasaannya yang mendalam untuk Freya, dan ia berjanji akan kembali dengan selamat.

Surat kedua memiliki instruksi khusus: Freya hanya boleh membukanya dalam keadaan darurat. Floran menyerahkan kedua surat itu kepada Onel, teman mereka, yang tidak ikut dalam pendakian.

“Onel, tolong simpan surat-surat ini untuk Freya, ya,” kata Floran sambil tersenyum.

Onel menatap Floran dengan ragu. “Floran, kau yakin? Ini ide yang sedikit aneh. Apalagi aku dengar kabar dari orangtuaku, katanya ada cuaca buruk akhir-akhir ini di sekitar Rinjani.”

Floran terkekeh, seolah-olah peringatan itu tidak berarti baginya. “Kau terlalu serius, Onel! Aku hanya ingin memberi sedikit kejutan untuk Freya. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja,” balasnya dengan nada canda.

Onel akhirnya mengangguk, meskipun firasat buruk juga menggelayuti hatinya. Dia berharap tidak perlu menyerahkan surat kedua itu pada Freya.

---

Perjalanan mendaki Gunung Rinjani dimulai dengan penuh semangat. Floran dan teman-temannya menikmati setiap langkah, mengagumi alam yang indah dan udara pegunungan yang sejuk. Namun, ketika mereka mencapai ketinggian tertentu, cuaca tiba-tiba berubah menjadi buruk. Badai besar datang tanpa peringatan, disertai dengan angin kencang dan hujan deras. Kabut tebal menghalangi pandangan, membuat mereka kehilangan arah.

Di tengah situasi yang semakin berbahaya, beberapa dari mereka kehilangan pijakan dan terjatuh di medan yang curam. Floran, yang berusaha membantu teman-temannya, akhirnya ikut terseret dalam kecelakaan tragis itu.

diantara dua cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang