.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bukannya bergerak cepat mengerjakan tugas yang sudah memanggil-manggil di hadapannya, Gemini malah sibuk menopang dagu memikirkan sesuatu entah apa yang membuat dahinya berkerut-kerut.
Padahal layar laptop miliknya telah menyala dan masih menampilkan laman sebuah website. Seharusnya juga si tampan berkulit pucat itu sibuk mencari bahan-bahan untuk beberapa tugas kampusnya. Tapi jangankan menelusuri laman-laman website itu, saat ini saja otaknya sibuk memikirkan sesuatu yang tampaknya sangat penting.
Sudah beberapa menit bertahan dengan posisi itu akhirnya Gemini menggerakkan tubuhnya, diiringi dengan decakan kesal dari belah bibirnya yang cokelat. Kini punggungnya bersandar mesra pada sandaran kursi ergonomic berbentuk bulat yang empuk di kamar pribadinya. Masih dengan air muka yang sama, ia menggerakkan satu jarinya diatas kursor laptop, mengarahkan mouse pada layar secara asal.
Well, sebenarnya si bungsu Kanaphan itu hanya sedang memikirkan adanya sosok baru di rumahnya. Sosok yang ia duga masih seumurannya, seorang pemuda yang sore tadi dipergokinya berada di dalam dapur dan sedang memasak.
"Kenapa aku ragu kalau dia pengganti Bibi Li?" Bertanya pada dirinya sendiri. Jari telunjuknya pun berhenti menari diatas kursor.
Gemini adalah type pemuda yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, maka sebelum ia mendapatkan jawaban atas firasatnya, maka ia tidak akan duduk diam dan menunggu. Karena itulah si tampan itu merasa harus menanyakan hal ini pada kakaknya. Karena bagaimana pun ia yakin jika Perth pasti memikirkan hal yang sama.
Gemini keluar dari kamarnya dengan celana pendek hitam dan kaos polo berwarna biru tua. Pemuda berkulit pucat itu mengarahkan kakinya kearah ruang santai yang terdengar suara beberapa orang bercakap-cakap.
Sepasang netra coklatnya melihat Perth dan 2 pemuda lainnya tengah sibuk membuat tugas masing-masing. Terlihat seorang pemuda berwajah lembut yang ramah tengah mendiskusikan sesuatu dengan kakak nya.
"Oh Gemini, apa kau terganggu dengan suara kami?" Yang tubuhnya lebih mungil dan tengah bergelut dengan tampilan software entah apa namanya, bertanya tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptop.
Membuat Perth dan lawan bicaranya memberi atensi pada pemuda mungil itu, lalu beralih pada sosok Gemini yang berdiri di ambang pintu ruang santai.
"Tidak phi, aku kemari hanya ingin menanyakan sesuatu pada Hia Perth" jawabnya, direspon anggukkan kecil oleh pemuda mungil itu.
"Ada apa?" Perth bertanya, saat Gemini berjalan memutar di belakang sofa menuju kearahnya. Dan pemuda yang mendiskusikan sesuatu dengannya pun memilih untuk bergabung dengan pemuda mungil yang menekuni layar laptop.
Gemini mengambil tempat di dekat permadani lembut yang menjadi alas Perth dan kedua temannya berkutat dengan tugas, memilih untuk berjongkok diatas sandal rumahnya yang lembut dan memasang tampang sok serius.
"Apa kau tidak merasa aneh dengan laki-laki bernama Khaotung tadi siang di dapur?" Tanya Gemini dengan suara dipelankan.
"Sesuatu yang aneh? Maksutmu?" Perth menatap tak mengerti.
"Ya aneh, kau tidak dengar caranya memanggil kita? Tidak seperti Bibi Li"
Perth masih ingat tentu saja, bagaimana laki-laki asing itu memanggil nama mereka dengan tanpa segan. Seperti yang selama ini Bibi Li atau pekerja lain lakukan saat bicara pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Sweet Home
FanfictionBagaimana rasanya menikah dengan duda beranak dua? apalagi jika kedua anaknya seumuran denganmu?