.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tidak tampak seperti hari-hari sebelumnya dimana Gemini selalu mencari alasan untuk lebih lama mendekam di dalam kamarnya. Setelah pertengkaran sengit di meja makan, pemuda berkulit pucat itu dengan wajah tak bersahabat dan tergesa meninggalkan rumah, menuju kampus dengan sebuah ransel di punggungnya.
Tanpa sarapan.
Mood nya benar-benar buruk hari ini. Tidak ada yang berani mengajaknya bicara, teman-teman kampusnya memilih untuk menjauh sejenak selagi pemuda itu terlihat tak bersahabat.
Gemini adalah pemuda aktif yang memiliki sifat jahil, jadi terlihat sangat janggal jika melihat si bungsu dari Kanaphan bersaudara itu begitu pendiam dengan wajah mengeras seperti batu.
Sebenarnya Gemini tahu jika dirinya terlalu awal untuk pergi ke kampus, tapi tidak mungkin baginya tetap di rumah dengan keadaan seperti ini. Ia ingat bagaimana First menyebutkan namanya dengan penuh amarah.
Hanya karena laki-laki bernama Khaotung itu. Ayahnya yang bahkan sangat jarang melewatkan waktu sarapan bersama dirinya dan Perth -bukan hanya karena dirinya yang sering tidak bisa bangun pagi- dan hampir tidak pernah mempertanyakan kehidupan kampus mereka, memarahinya hanya karena Khaotung yang asing untuknya.
Khaotung itu memang terlihat lugu dan polos, terlihat lemah. Tapi siapa yang tahu jika pemuda itu memiliki niat buruk dibalik sikapnya itu?
Gemini yakin jika tidak mungkin seseorang yang seusianya bersedia menikah dengan orang yang jauh jauh jauuuuh lebih tua. Demi Tuhan, usia mereka bahkan berselisih separuh dari usia First - ayahnya.
Dan lagi tidak hanya laki-laki bernama Khaotung itu saja yang membuatnya muak. First juga sudah membuatnya sangat marah dan kecewa.
Meski mereka memang sangat jarang berkumpul bersama, setidaknya ia masih menganggap laki-laki itu sebagai ayahnya. Orangtua satu-satunya yang ia dan Perth miliki. Dan dia dengan mudahnya menikahi seseorang yang masih seusianya.
Apa laki-laki tua itu tidak memikirkan bagaimana perasaannya dan Perth?
"Aaaahhh!" ia menghela nafas keras, memejamkan mata seraya menyandarkan kepalanya ke dinding. Mendongak dengan nafas sedikit memburu.
Mengundang banyak pasang mata yang sibuk dengan kegiatan masing-masing di perpustakaan kampus itu pada sosok Gemini yang terlihat tampan dengan leather jacket hitam yang sangat kontras dengan kulit putih pucatnya.
Hanya memperhatikan, terlalu takut untuk menegur agar pemuda itu tidak berisik. Dan beberapa mahasiswi tampaknya hanya menggunakan kedok membaca buku untuk mengikuti Gemini hingga ke tempat paling sunyi di universitas ini.
Sebenarnya perpustakaan bukanlah tempat favoritnya untuk menyendiri. Tapi jika mengingat tidak ada tempat lain yang membuat suasana hatinya membaik, ia lebih memilih untuk menginjakkan kaki ke area perpustakaan yang tak pernah dikunjunginya.
Untuk apa mahasiswa fakultas IT singgah ke tempat suci semacam itu, ya kan?
Menghela nafas lagi, kali ini lebih normal, bergerak mengusap tengkuk lehernya sejenak, lalu menilik jam tangan di pergelangan tangan kanannya.
Sudah waktunya untuk masuk kelas. Hari ini dirinya memang memiliki kelas pagi.
Gemini menyambar ranselnya yang tergeletak diatas meja, memakainya disalah satu bahu sembari mengarahkan kaki panjangnya keluar dari perpustakaan. Langkahnya terlihat santai, sedang tidak dalam mood membalas sapaan beberapa orang yang dikenalnya, ia pun berjalan begitu saja disepanjang lorong menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Sweet Home
FanfictionBagaimana rasanya menikah dengan duda beranak dua? apalagi jika kedua anaknya seumuran denganmu?