Happy Reading!
[ ... ]
Sarada mencoba mengakrabkan dirinya pada ruangan yang sekarang menjadi kamarnya, nuansa, warna, bahkan suasana yang berbeda membuat hatinya kembali mengingat kamar kesayangannya dulu.
Ia berjalan menghampiri cermin yang terletak di meja belajar kamar itu.
Kaca matanya sedikit pecah, ia tak ingin mengganti kacamata itu karena benda itu pemberian berharga dari sang ayah.
Namun, bisa ia akui bahwa karena pecahan pada kaca tersebut membuat penglihatannya sedikit buram dan susah buat melihat.
Sarada menghela nafas dan kembali menaruh cermin tersebut, ia berjalan dan duduk di atas ranjang.
Sarada yang tak tau harus berbuat apa hanya melamun, kembali ia teringat kejadian yang merenggut nyawa kedua orang berharganya.
"Ini terlalu cepat."
Benar, ini terlalu cepat buat Tuhan mengambil kedua orang tuanya, bahkan dirinya yang tak pernah menghabiskan waktu bertiga pun harus dipisahkan untuk selama-lamanya.
Ia tak pernah meminta seperti ini, ia tak pernah minta takdir seperti ini. Ia selalu berharap, berharap semua ini hanya mimpi, semua ini hanya halusinasinya. Namun, melihat dirinya yang duduk sendiri di tempat dan keadaan yang berbeda membuat ia tak bisa menyangkal bahwa semua ini nyata.
Ia telah kehilangan papa dan mamanya.
Isakan terdengar dari bibir kecilnya, air matanya turun, ia sudah berusaha.
Ia sudah berusaha keras agar tak menangis, namun hatinya lemah. Ia sekarang sendiri, sendirian dan hanya seorang penumpang dikeluarga orang.
Ia malu.
Air matanya semakin turun dengan derasnya, ia tak bisa menahan gejolak rasa sakit di dadanya. Ia lelah menangis, ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tak menangisi nasibnya yang tak pernah dikasih kesempatan bersama-sama dengan orang tuanya.
Namun, ia juga yang mengingkari janji itu.
"Papa ... Mama ... " Gumamnya pelan.
[ ... ]
Boruto dan Himawari terdiam didepan kamar Sarada.
Niat Boruto yang ingin mengantar adiknya menemui Sarada pun ia urungkan saat mendengar isakan gadis itu.
Himawari mencengkram kaos yang boruto kenakan.
Boruto menoleh dan mendapati sang adik yang menatap khawatir pada pintu yang tertutup itu. Boruto mengajak Himawari pergi dari sana, bukan, bukan karena tak peduli. Ia berpikir Sarada masih membutuhkan waktu untuk sendiri.
Mereka berdua sampai di meja makan dapur, Boruto mendudukkan Himawari di kursi. Ia berjongkok dihadapan sang adik yang menunduk sedih.
Boruto mengusap wajah adiknya lembut.
"Kakak ..." Panggilnya pelan.
Boruto beralih mengusap rambut halus milik Himawari, ia bergumam menjawab panggilan anak itu.
"Kenapa kesini? Seharusnya kita hibur kak Sarada." Ujarnya.
Boruto menurunkan tangannya, "Hima .. Kak Sarada masih butuh waktu untuk sendiri, jadi jangan ganggu dulu ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENT GIRL | BORUSARA
Teen Fictionbefore reading don't forget to follow first! .. Boruto Uzumaki, Pemuda itu bisa saja memahami keadaan yang menimpa seorang gadis anak dari sahabat ayahnya. Namun, boruto anak yang dingin dan malas jika diberi tugas, tapi sekarang harus menerima tu...