Bertemu dengannya dari Senin sampai Minggu, gue harap bukan suatu pertanda kalau dia jodoh gue.
Matahari terlihat malu-malu menampakkan sinarnya. Kondisi tidak hujan, hanya sedikit mendung dihari Minggu ini menjadi hari untuk Saras bermalas-malasan.
Saras hanya sibuk menggeliat, sesekali menguap. Kantuknya tak kunjung hilang. Ijinkan gadis itu satu hari saja untuk berdiam diri dikamarnya yang sederhana ini tanpa gangguan apapun.
Namun ketukan pintu kamar membuat Saras terpaksa bangun. Pasti Ibu atau Ayahnya akan memaksanya untuk sarapan lebih dulu.
"Ras, udah bangun toh. Daritadi Ibu ketuk kamarnya nggak ada suara. Ayo sarapan dulu." Ajak Nani. Seolah tidak ada kejadian apapun kemarin. Ialah yang membuat Saras tidak keluar kamar dari sore hingga pagi ini.
"Iya bu, Saras mau mandi dulu." Ucap Saras lalu berniat menutup kembali pintu kamarnya.
"Sebentar, abangmu udah kamu kasih pinjam uang?" Kalimat yang keluar dari mulut Nani bahkan sebelumnya tidak Saras bayangkan. Ibunya masih mengungkit hal itu.
"Kemarin Saras udah bilang kalau nggak mau minjemin kan bu? Boleh nggak kalau Saras egois sedikit aja? Lagian uangnya udah dipakai untuk Ayah periksa. Terus bayar tagihan rumah ini. Simpanan Saras nggak banyak lagi Bu." Jelas Saras, berharap sang Ibu mengerti posisinya.
"Tapi sebentar lagi Saras kan gajian?" Saras mendengus. Hari Minggu Saras benar-benar tidak mengenakkan jika ia hanya berdiam diri dirumah. Bisa saja abangnya juga akan memaksa untuk kerumah hari ini kan?
"Saras mau mandi Bu, permisi." Ucapnya lalu menutup pintu kamar dan menguncinya.
Saras sedih, namun menangis bukan pilihan. Karena sudah sehari-hari ia menghadapi hal ini.
"Gue pergi kemana ya? Apa ke apart Neo aja?" Gumamnya sembari meraih handuk yang ada di gantungan samping kamar mandi.
***
Acara mandi pagi dihari Minggu, yang tidak biasa ia lakukan telah selesai. Saras juga sudah rapi mengenakan celana jeans, dengan atasan kaos lengan panjang dilengkapi dengan pashmina yang melekat dikepalanya.
Dengan pelan Saras membuka pintu kamarnya, ia berniat keluar rumah diam-diam. Saras tidak mau kembali berdebat dengan Ibunya hanya untuk urusan yang tidak penting.
"Ras—" Panggil seseorang dengan suara berat, dari arah samping pintu utama.
"Eh Ayah ngagetin." Ucapnya, Saras berjalan pelan tanpa suara pijakan kaki menuju ke Ayahnya.
"Mau kemana? Minggu pagi sudah rapi gini." Tanya Bonar. Laki-laki yang berusaha untuk kuat tengah duduk di kursi roda itu membuat Saras tidak mampu menolak untuk berbicara dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side of Saraswati
Romance"Kenapa aku yang harus menanggung semua ketidakadilan dalam keluarga ini?" - Saraswati "Ada gue Ras. Gue janji akan mewujudkan keluarga yang lo impikan. Keluarga kecil tanpa ada selisih kasih sayang didalamnya." - Raksa.