BAB 09

161 39 4
                                    

- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -

Naya menatap Darren tajam, kaki nya ia letakkan di seragam putih milik Darren, tepat di perut. Masa bodoh dengan seragam pria itu yang menjadi kotor.

"Mau liat tendangan gue kan, tadi? Udah, puas?"

"Denger gue baik - baik..." Naya merendahkan suaranya, sebelum kembali berbicara. "Mulai sekarang.. gue gamau ada lagi yang nama nya pengumpulan uang, pembullyan atau pemimpin - pemimpin ga jelas itu."

"Bilang ke semua anak - anak kelas A di tiap angkatan."

"Kalau masih ada dari kalian yang ngelanggar hal ini... kalian bisa berhadapan sama gue," ujarnya mengakhiri.

Setelah itu, ia melangkah pergi, berniat meninggalkan kelas. Tapi, langkahnya terhenti tepat di sebelah pria bernama Sagara itu.

Naya menatap Sagara sejenak, yang di balas oleh pria itu juga. Naya berdecih pelan lalu benar - benar pergi meninggalkan kelasnya.

Orang - orang yang menonton kejadian barusan langsung berbisik - bisik. Mereka membicarakan Naya, sebagian sudah menyebar, memberitakan perkataan Naya barusan.

Sedangkan, Darren?
Pria itu diam dengan kepala menunduk. Hancur sudah reputasi nya. Ia merasa di permalukan. Ia kalah dari seorang gadis.

Naya menginjak nya, membuatnya terjatuh, itu artinya, untuk saat ini--Naya lebih kuat di bandingkan Darren.

Dan seperti yang di ketahui, pemimpin disini di pilih berdasarkan yang terkuat. Posisi Darren, terancam. Ia harus meminta bantuan teman - teman nya yang lain.









Naya menenangkan dirinya di rooftop sekolahan yang kebetulan jarang di kunjungi. Gadis itu memandang langit, menikmati kesendirian nya. Iya, saat ini ia sedang tak bersama Molang. Entah makhluk itu kemana, Naya tak terlalu ambil pusing.

Di tengah keheningan nya, suara langkah kaki terdengar jelas di telinga Naya. Gadis itu melirik sekilas siapa yang datang. Naya tak mengenali orang itu. Namun, orang itu malah berdiri tepat di sebelah Naya.

Gadis asing itu menyodorkan sebuah salep obat kearah Naya, membuat ia mengernyit.

"Itu buat luka di muka lo. Titipan dari orang," ujar gadis asing itu. "Siapa? Gausah."

"Gue di suruh ngasih ini ke lo. Bisa ga, langsung ngambil aja?"

"Lo tebak aja sendiri dari siapa," sambung gadis itu lagi.

Naya terdiam sejenak, lalu menerima obat itu. Sebenarnya tak terlalu perlu, tapi baiklah. "Makasih."

"Gue Ryuna." Gadis asing itu mrmperkenalkan dirinya tanpa di minta ataupun di suruh.

Melirik sekilas, "Naya."

"Lo orang yang udah nendang perut sepupu gue, sampe dia naksir ke lo, ya?"

Naya mengerjap pelan. "Apa?"

"Tristan sepupu gue. Dia cerita kemarin lo nendang dia. But.. bukan nya marah, dia malah terpesona," katanya sambil geleng - geleng tak habis pikir.

"Gue udah denger banyak sih, tentang lo. Mulai dari keluarga lo, temen - temen lo, termasuk..." Ia memberi jeda sejenak. "Tentang kematian temen lo itu, Meyra."

Naya diam. Kedua kali ia mendengar nama itu, Meyra.

"Pembullyan disini emang parah, ya? Gue juga suka heran."

"Iya emang parah, tapi lo diem aja selama ini."

Ryuna terkekeh pelan. "Gue lawan juga percuma. Lo pikir, kita bisa lawan kakak kelas kakak kelas itu? Temen mereka aja gengster."

Ryuna menghadapkan tubuhnya pada Naya. "Lo mau ngubah sekolah ini?"

"Gue dukung. Tapi, hati - hati. Karena.. mereka itu ga takut ngelukain orang. Sejauh ini gada yang berani berontak. Mungkin, lo yang pertama."

Naya mendengarkan. Tapi malas untuk merespon. Jadi, ia memilih diam.

---------------

Kembali ke kelas karena bel yang sudah terdengar. Pelajaran di mulai seperti biasa.

Dan sialnya, ternyata hari ini ada ulangan kimia. Naya tak tau, ia tak belajar sama sekali. Jangankan belajar, merapikan buku saja baru tadi pagi.

Gadis itu melipat bibir nya ke dalam sembari melirik sekitaran. Oh ayolah, tidak adakah yang mau berbagi?

"Sttttt..." Naya menoleh pada asal suara. Lalu, gadis itu mengernyit. Seorang pria yang di ketahui bernama Alvaro itu mengode Naya, berniat bertanya jawaban pada gadis yang sudah menjadi juara kelas selama bertahun - tahun.

Naya menggeleng, mengedikkan bahu nya, berarti ia juga tak tau. Gantian Naya yang bertanya, menunjukkan ke 5 jari nya.

Alvaro yang paham melirik jawaban nya. Pria itu menunjukkan kepalan tangan nya di bawah sebelah meja nya agar tak terlihat guru.

Paham dengan kode itu, Naya segera menjawab di kertas jawaban nya, C.

Hal itu terus berlanjut, hingga waktu pengumpulan tiba. Ia terpaksa harus mengumpulkan, padahal masih ada 3 nomor yang kosong.

Waktu berjalan, tak terasa jam istirahat sudah tiba. Tak ada yang penting, hanya Naya dan Lisa yang makan bersama di kantin. Oh, Ryuna juga ikut bergabung.

Naya terdiam sejenak, mata gadis itu melirik seseorang yang ia rasa sedang memandang nya dari kejauhan. Gadis itu sedikit mengernyit, tapi memilih untuk bersikap abai.






Hari - hari berlalu, semua berjalan seperti biasa. Jenni dan Jeremy masih suka mengganggu nya, tapi tentu di balas lagi oleh Naya. Bersyukur, beberapa hari ini Nelson tak ada di rumah, mengurus bisnis di luar kota.

Lalu, sekolah? Sejauh ini belum ada yang mendatangi nya lagi, kecuali Tristan yang mengajak nya berkenalan. Oh, juga Alvaro yang menjadi partner nya bekerja sama saat ulangan.

Ya... Mungkin ketenangan Naya berakhir hari ini.






Naya memasuki rumahnya dengan langkah santai. "Ma--" Belum selesai bicara, mata Naya membulat sempurna melihat vas bunga yang melayang kearahnya.

"Nona!! Awas!!" teriak Molang heboh. Dengan gerak cepat, Naya menghindar.

Prangkkk!

Vas itu pecah, mengenai pintu rumah yang sudah tertutup saat Naya masuk. Naya langsung menatap ke si pelaku.

"Maksudnya apa?" tanya Naya dengan sorot tajam tak terima.

"Kamu masih nanya, maksud saya apa?" Nelson menatap Naya tak kalah tajam. Pria itu terlihat marah, tapi, karena apa? Naya tak merasa membuat masalah, ya kecuali kepada dua anak nya itu sih 🙄🙄

Tapi, itu kan karena Jenni dan Jeremy dulu yang memulai permasalahan.

"Guru kamu nelfon saya dua kali."

"Katanya, nilai ulangan kamu anjlok," kata Nelson dingin. "Kamu tau ga?! Saya malu di telfonin kayak gitu sampai dua kali!"

Naya mendengus pelan. 'Perkara nilai doang?'

"Pelajaran nya susah," jawab Naya singkat saja.

Nelson mengeraskan rahang nya. Ekspresi terlihat marah. "BANYAK ALASAN KAMU!" teriaknya yang sudah semakin emosi.

"Nilai Jennifer aja gak sampai di bawah KKM! Bisa - bisa nya kamu dapat di bawah KKM!"

"Kamu jangan lupa ya, sama perjanjian yang saya kasih!"

"Kalau nilai kamu turun terus kayak gini, lebih baik kamu gausah sekolah! Malu - maluin, anak sialan!" gertak Nelson kembali mengambil pajangan yang ada di meja untuk di lempar pada Naya lagi.

Naya segera bergerak menghindar, namun langkahnya untuk menghindar terhenti karena di hadapan nya ada seseorang yang lebih dulu menghalangi.

B E R S A M B U N G •

MISSION COMPLETE Where stories live. Discover now