End

787 71 5
                                    

"sebenarnya hadiah apa kak?"

Sean hanya tersenyum kecil "Ayo ikut aku"

Ken hanya mengikuti tarikan tangan dari Sean, mereka berjalan santai hingga tepat berada di pintu kayu yang terlihat usang

Dengan santai Sean membuka knop pintu dan masuk

Ken masuk dan membulatkan mata terkejut

Disana ada Stave... Ayahnya yang sedang terbaring bersimbah darah dengan luka tembakan di dada dan tusukan diperutnya

Ken terlonjak kaget saat sepasang tangan memeluknya erat dari belakang, merasakan bahunya yang sedikit berat akibat Sean menumpukan dagunya pada bahunya

"Kau suka?"

"Kau gila?! Bagaimana jika orang-orang tidak terima? Dan... Dan bagaimana dengan ibuku?"

"Tenang saja, mungkin ibumu akan senang dengan kejutan ini"

Tangan Ken terkepal kuat, ia merasa aneh dengan semua ini

Perasaan tak mengenakkan apa ini?

Sean tiba-tiba membalikkan badan Ken dan menggendongnya ala koala "Ayo ke kamar" ajaknya mulai melangkahkan kakinya

Ken menatap mayat itu, raut wajah bersalah terlihat jelas di wajahnya. Tak mampu untuk melihat lagi, ia memilih membenamkan wajahnya pada bahu Sean

"Ba-bagaimana itu bisa?"

"Tentu bisa, aku sudah merencanakannya matang-matang"

Ken memundurkan wajahnya dan memeluk leher Sean takut jika terjatuh karena pria itu masih menggendong tubuhnya

"Bagaimana dengan yang lain? Bagaimana jika mereka tak terima? Dan ibuku? Dia pasti tak terima"

"Ken"

Suara serius itu membuat Ken bungkam. Raut wajah Sean sudah serius itu menatap wajah sang sigma yang nampak sedikit ketakutan dengannya

Cup

Cup

Kecupan lembut ia daratkan pada dahi dan bibirnya cepat "Petinggi Nostra sudah berubah nama menjadi milikku Ken, sejak awal tanpa sepengetahuan ayahmu. Jadi mereka takkan berani berulah kepadaku. Dan untuk ibu aku sudah membicarakannya"

"Apa? Bagaimana mungkin?"

"Yah awalnya ibumu tak setuju, tapi ibumu lebih memilihmu daripada pria itu"

"Memilihku?"

Cup cup cup

Semua kecupan diterima Ken dari dahi, kedua pipi, hidung dan terakhir bibir

Ini aneh, ia tak bisa merasakan apapun tentang kematian ayahnya itu yang tiba-tiba

Senyum Sean yang teduh itu entah mengapa membuatnya sedikit tenang "Wanita itu sadar jika pria bangka itu hidup maka hidupmu akan terancam Ken. Apalagi aku harus menuruti semua kemauannya"

"I-ibuku setuju?"

"Emm" gunanya sambil mengangguk

Hingga sampailah mereka dikamar

Sean duduk dikasurnya dengan Ken berada di pangkuannya

Ken masih melamun, perasaan mengganjal apa ini? Ia tak bisa mendeskripsikannya

Terasa aneh saja

"Kamu memikirkan orang lain?"

"Em? Tidak"

"Kalau begitu ayo rencanakan pernikahan kita"

"Ya? Secepat itu?"

Padahal baru kemarin kejadiannya, kenapa buru-buru sekali?

E N I G M A (Lanjutan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang