"Halo Bunda...", sapa Aya dari balik pintu.
"Eh Aya, sini sini masuk"
"Bunda gimana keadaannya? Sudah sarapan dan minum obat untuk jatah pagi?". tanya Aya sambil mengecek sisa piring dan gelas obat.
"Sudah habis tuh buburnya.. Bunda udah sehat kok Nak, besok juga udah bisa ke toko lagi.", jawab Bunda sambil menggerak-gerakkan tubuhnya, seakan memang ingin menunjukkan bahwa dirinya sudah benar-benar sehat.
"Syukurlah kalau begitu. Berarti 3 hari ini toko kue tutup ya?", tanya Aya lagi.
"Iya, siapa lagi yang bisa njalanin toko itu kalau bukan Bunda?! Lexa paling ya bisa dateng setelah sekolah. Tidak akan sanggup kalau mulai baking nunggu Lexa pulang sekolah. Nelia apalagi. Selain sibuk kerja, mbedain gula sama garam aja ga bisa!", Bunda langsung tertawa jika ingat moment tersebut. "Nelia itu memang ga cocok sama dapur, cocoknya sama kertas dan pensil gambar. Makanya dia bisa sukses di bidang Design Interior ini."
"Oh iya, Nak Aya sekarang sibuk apa?", tanya Bunda.
"............", Aya tiba-tiba terdiam mendengar pertanyaan itu. Karena sebenarnya Aya memang tidak terlalu punya banyak kesibukan. Bahkan mungkin Aya tidak terlalu memikirkan tentang kehidupan finansialnya, selama Perusahaan keluarganya masih berdiri dengan kokoh. Bahkan kesibukan yang sebenarnya adalah mempersiapkan pernikahannya dengan Damar.
"Nak Aya kenapa kok malah bengong?"
"Ehh... maaf Bunda, Aya sedang ga sibuk apa-apa kok. Cuma mau belajar bisnis aja sama Papa Mama hehe..."
Bunda tersenyum sambil melihat Aya..
"Cahaya... kamu itu sudah Bunda anggap seperti anak Bunda sendiri. Kamu kenapa Nak? Ada yang mau kamu ceritakan?", kali ini intonasi Bunda sangat berbeda, terasa lebih bijaksana.
Aya langsung tersentak mendengar perkataan tersebut. Memang naluri seorang Ibu tidak bisa dibohongi.
"Maaf Aya.. kalau boleh tahu kenapa Aya mau bertemu lagi dengan Nelia? Bukankah kalian sudah hampir 3 tahun tidak saling berhubungan? Dan yang Bunda dengar dari Nelia, Aya akan menikah bukan?"
Lagi dan lagi... air mata itu keluar tanpa bisa dibendung...
"Maafin Aya, Bunda..."
"Lho, kenapa Nak?"
"Aya sudah bikin Nelia sedih, Aya sudah bikin Nelia patah hati sedemikian hebatnya waktu itu. Dan sekarang Aya malah berusaha masuk lagi ke kehidupan Nelia, setelah apa yang Aya lakukan selama ini.", Aya menahan sesak di dadanya sampai-sampai suaranya terdengar patah-patah.
"Cahaya... dengerin Bunda ya, kamu tidak usah khawatir dengan Nelia. Dia paham bagaimana situasinya pada saat itu. Dia paham betul bagaimana hubungan kalian berdua. Memang benar, pada saat itu Nelia juga sama menderitanya seperti kamu saat ini. Tapi dia sama sekali tidak menyalahkanmu, menyalahkan orang tuamu, atau siapapun. Baginya memang seperti itulah takdir, tidak semua yang kita inginkan akan tercapai bukan? Dan percayalah.. Nelia tetap mencintaimu.."
Aya tetap tenggelam dalam tangisannya..
"Bunda akan selalu mendukung apapun keputusan Nelia, entah kembali kepadamu atau tidak. Bahkan Lexa pun begitu. Percayalah Nak, jika Nelia sudah memutuskan iya maka dia akan memperjuangkannya."
Aya langsung memeluk Bunda setelahnya, menumpahkan semua kegelisahannya dalam bentuk tangisan. Baginya, Bunda sudah seperti Mamanya sendiri bahkan sejak hari pertama mereka bertemu. Aya memang tidak dekat dengan kedua orang tuanya, karena mereka lebih fokus pada Perusahaan keluarga. Walaupun Aya tidak pernah menyalahkan kedua orang tuanya, hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa Aya tetap butuh kedekatan emosional dengan mereka berdua. Aya tetaplah seorang anak yang ingin bercerita kepada kedua orang tuanya, nyatanya itu tidak pernah terjadi.
"Jalan kalian berdua akan sangat terjal, sampai-sampai rasanya dunia akan selalu menentang kalian. Tetaplah saling berpegangan ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya dan Cornelia
General FictionCerita tentang 2 wanita yang saling mencinta, sekarang dan selamanya. Terinspirasi dari Ondah AU moment