03. Perawatan Pertama Pada Luka

9 0 0
                                    

Motor itu melaju dengan kencang di tengah malam, sehingga membuat wanita yang ada di kursi penumpang semakin mengencangkan pelukannya di pinggang wanita yang ada di pengemudi.

"Kamu gapapa kan kalau aku agak kenceng nyetirnya?", kata Nelia.

"Emang kamu pernah kalem kalau lagi nyetir?", jawab Aya.

"Hehehehe...", Nelia hanya tersenyum saja mendengar jawaban Aya. "Ya gimana lagi, cita-cita jadi pembalap ya begini ini."

Sampai akhirnya mereka tiba di rumah Nelia.

"Bunda sakit apa Nel?", tanya Aya sambil menemani Nelia memasukkan motornya ke garasi.

"Feelingku sih DBD atau tipes, panas dingin gitu badannya. Baru pagi ini dan memang belum sempet ke Dokter. Ya lebih tepatnya Bunda ga mau sih.."

"Maaf ya.. aku ga tahu kalau Bunda juga sakit."

"Udah gapapa, ada Lexa juga yang nemenin Bunda. Nanti sekalian aku obatin lukamu ya, udah diobatin belum?", tanya Nelia sambil menyentuh pinggiran luka di bibir Aya.

"Belom sama sekali......"

"Aku boleh lihat Bunda dulu?", tanya Aya.

"Boleh-boleh aja kalau Bunda belum tidur ya.."

Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Sudah cukup lama juga Aya tidak mampir ke sini, tapi secara penataan ruangan masih sama seperti sebelumnya. Di ruang tamu masih ada foto-foto masa kecil Nelia dan Lexa, warna sofanya juga masih sama.

"Semuanya masih sama Aya... kamu kok kayak lagi berkunjung ke Museum gitu", Nelia menyadari sorot mata Aya yang seakan-akan kembali lagi ke masa-masa itu.

Aya hanya tersenyum kecil dan berjalan ke kamar Bunda. Ketika Nelia membuka pintu, Lexa melihatnya. "Nah.. Kakak udah balik Bund, Lexa pindah kamar ya. Mau mabar hehehehe...". Lexa beranjak keluar namun kaget karena melihat Aya yang ada di sebelah Nelia.

"Lho lho lho..... kok ada Kak Aya?? Ada apa ya ini?", tanya Lexa sambil membuat wajah kebingungan.

Mendengar apa yang dikatakan Lexa, Bunda pun menoleh ke arah pintu dan melihat Nelia serta Aya yang datang.

"Mbak Aya apa kabar?", tanya Bunda.

"Lho Bunda udah ga usah duduk kalau masih pusing, tiduran saja.", Aya dengan sigap membantu Bunda untuk tidur lagi dan segera duduk di sebelah tempat tidurnya.

"Kabar Aya baik, Bunda gimana? Toko kuenya masih lancar-lancar kan Bund? Aya sering lewat sana, cuma memang ga sempet mampir. Maaf ya Bunda..."

"Nanti bilang ke Nelia aja kalau mau mampir."

Nelia hanya melihat dari pintu mereka berdua bercakap-cakap setelah lama tidak bertemu. Aya sama sekali tidak terlihat seperti sedang bersedih ketika ngobrol dengan Bunda, dan memang kalau urusan ngobrol dengan Bundanya, terlihat memang Aya lebih jago daripada Nelia. Boro-boro Nelia tahu tentang per-kue-an dan sebagainya, bahkan Nelia pernah keliru membedakan gula dan garam.

"Bunda udah ga panas? Obatnya sudah diminum?", tanya Nelia.

"Ya masih agak panas tapi ga seperti tadi pagi, terakhir diukur Adikmu sih 38 derajat. Obat belum minum, Bunda takut muntah lagi."

"Lho kok belum minum obat? Sini Aya bantu ya Bund. Nel.. ambilin Bunda air putih ya.", Aya segera berdiri dan sigap mempersiapkan segala bentuk obat yang dibutuhkan sambil menunggu Nelia mengambil air putihnya. Tak lama, Aya selesai membantu Bunda meminum obat dan membiarkan Bunda untuk beristirahat.

"Kamu nginep sini aja Nak, sudah malem juga.", kata Bunda.

"Ini lagi requestnya Bunda kok aneh-aneh. Mau tidur dimana Bund?", kata Nelia.

Cahaya dan CorneliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang