Halaman

169 18 2
                                    

Kami masih terpejam, bergelung dibalik selimut tebal itu. Saling menyamankan diri satu sama lain. Tangan Mingyu yang setia memeluk dan merengkuh tubuh ku yang lebih kecil dengan erat, dan aku bersandar pada tangan kekar nya yang ku jadikan bantalan tidur sambil berpuas diri menghirup aroma tubuh nya yang menjadi kesukaanku.

Mingyu terbangun lebih dulu, ia membuka matanya perlahan, untung gorden kamar masih tertutup dan cahaya lampu dikamar masih temaram, jadi ia tidak perlu memicingkan matanya untuk menyesuaikan pandangannya dengan cahaya yang menyilaukan.

Ia tersenyum karena mendengar dengkuran halus dari mulut ku. Mencium pucuk kepalaku dengan lembut, menyentuh dan membelai rambut pendek ku dan perlahan turun hingga tangannya menggapai wajahku.

Pergerakannya membuatku ikut terbangun, aku mendongak ke atas melihatnya yang ternyata juga sedang melihatku dengan tatapan penuh cinta dan senyum manis yang mengembang di wajah tampannya.

"Good morning", ucapku dengan suara serak di pagi hari.

Ia tertawa dan malah merengkuhku semakin erat.

Ah aroma tubuh polosnya begitu menyeruak masuk ke dalam indra penciumanku, begitu candu, begitu tenang, aroma tubuh yang telah bermandikan keringat dan mengering, dan sedikit tersisip aroma woody dari parfum yang dikenakannya semalam, membuatku tersenyum.

Aku menatap leher jenjang dengan warna kulit eksotisnya yang terdapat satu, ah dua sirat merah bekas ranum ku yang menyicipnya dengan kuat.

Lagi-lagi aku tersenyum dibuatnya.

Ia membelai rambutku dengan lembut, dengan penuh kasih sayang yang bisa diberikannya untukku.

Aku sengaja melonggarkan pelukannya dan melihatnya kembali.

Ia menatapku dengan mata sipit di pagi harinya. Dan dengan bodohnya ia malah bertanya, "Sakit?".

Aku memukul mulut nya dengan tanganku. Apa dia tidak tau semalu apa aku saat ini, Mingyu malah bertanya hal yang membuat rona ku mencuat, hah malu sekali.

Ia malah terkekeh dan mencuri satu kecupan dari bibirku.

Tiba-tiba aku merasakan jari-jemarinya mengelus permukaan perut rata ku, dan ia berkata, "Xiaohao~ Xiaohao".

Aku menatapnya penuh haru, karena semalam sebelum kami saling menyatu satu sama lain, Mingyu berkata, ia ingin jadi ayah, ia ingin aku mengandung Xiaohao nya, ia ingin memiliki keluarga kecil bersama ku dan Xiaohao nya. Berulang kali mengecup seluruh permukaan wajahku setelah mengatakannya, dan ia meneteskan air mata menyatakan se-jatuh cinta itu ia padaku, begitu beruntung memilikiku, dan begitu bersyukur dipertemukan dengan ku.

Aku mengecup dahi nya lama. Menyalurkan semua rasa cinta yang ku punya kepadanya. Aku ingin dia tahu, aku juga se-jatuh cinta itu kepadanya, sebegitu beruntungnya juga telah memilikinya, dan sebegitu bersyukurnya juga telah menjadi calon dari anak-anaknya.

Kami saling menatap satu sama lain, dan saling mengucap impian masa depan masing-masing.

Aku yang ingin memiliki rumah dipinggir pantai, dan Mingyu dengan usaha nya telah mewujudkannya, aku yang ingin menikmati sunset di pinggir pantai sambil bermain-main pasir, dan Mingyu telah mewujudkannya. Dan Aku yang ingin memiliki bar kecil di pinggir pantai, dan Mingyu juga telah mewujudkannya, dan sekarang giliranku mewujudkan impian Mingyu untuk memiliki keluarga kecil bersamaku dan Xiaohao nya.

Sampai bertemu Baba dan Papa, 9 bulan lagi, Uri Xiaohao.





































































Air mata itu masih menetes, padahal sudah ribuan kali ia menangis, tapi matanya masih mengeluarkan air mata, dan tidak mau mengering.

Sama seperti hati dan fikirannya, sudah 1 tahun sejak kepergian Mingyu, Minghao masih setia menggulir isi halaman diary ini, mengulang setiap kenangan nya bersama Mingyu di setiap lembar-lembar diary yang ditulisnya.

Minghao menatap Xiaohao nya yang sedang tertidur pulas dipangkuannya.

"Gyu, Xiaohao kita tumbuh dengan sehat, tadi pagi ia pup banyak di kasurnya, lalu setelah mandi ia minum air susu ku dengan lahap, dan saat pemeriksaan tumbuh kembangnya, berat badan Xiaohao naik 500 gram, Xiaohao kita pintar, Gyu, ia tidak pernah menyusahkanku, ia selalu mengerti saat aku sedang menangis merindukanmu, ia hanya diam menatapku, mungkin ia juga sama rindu nya kepadamu.. Maaf, aku belum bisa ikhlas melepasmu, mungkin satu tahun lagi, atau dua tahun lagi.. Aku akan berusaha seperti permintaan mu yang terakhir. Atau mungkin aku tidak akan pernah bisa melakukannya, maaf sayang, aku tidak sanggup melupakanmu, bagaimana bisa aku melupakan pemilik hatiku?, Kamu sudah tertanam kokoh didalam relungku, sentuhan mu sudah terjejak sempurna di permukaan tubuhku, dan Xiaohao kita.. Dia ada dipangkuanku sekarang.. Mata, hidung, dan bibirnya sama persis seperti milikmu. Bagaimana aku bisa menghapus mu dari hidupku.."

Minghao menitikkan air matanya lagi.

"Maaf, tapi permintaan terakhirmu pun sepertinya tidak akan pernah aku wujudkan".

















End.

Oneshot GyuhaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang