again (and again)

12 2 0
                                    

Pilot (?) oneshot untuk multi-chapter fic yang (mungkin) suatu waktu akan kutulis. Amatsuki dan Mafu di sini kakak-adik.

---

Suara deritan nyaring gerbang membangunkan Mafu dari tidurnya. Segera, anak yang baru saja berusia 12 tahun itu meloncat dari kasur, dan dengan hampir tersandung selimut yang ia lempar sembarangan, membuka jendela. Gerbang yang lebih tinggi dari rumahnya itu menampakkan sedikit celah. Mafu menelengkan kepala, berusaha menangkap pemandangan dunia luar, namun hanya dapat menghela napas karena celah tersebut dengan cepat ditutup kembali setelah mobil sedan berwarna hitam memasuki halaman. Akan tetapi, kekecewaannya tidak berselang lama, karena ia tahu pasti siapa dan kenapa orang yang baru saja datang itu mengunjunginya.

Senyum merekah di wajahnya. Ia berlari dan menuruni tangga dengan cepat, menghiraukan himbauan Nico untuk "Pelan-pelan, Mafu-sama!" Tapi Mafu tak bisa bersabar. Kakinya justru semakin menambah kecepatan, dan ketika pintu besi itu terbuka lebar, ia melompat dan menangkap sosok tersebut dalam pelukan yang hangat.

"Kakak~!" Mafu mempertemukan dahinya dengan dahi kakaknya yang tengah berjongkok, menyesuaikan tinggi keduanya. "Aku kangen Kakak...."

"Kakak juga, Mafu," balas kakaknya, Amatsuki, sembari tersenyum. Dengan satu tombol, ia menutup pintu besi itu sebelum Mafu dapat menoleh ke luar.

Suara mekanikal dari gerigi yang berputar dan digit angka yang berkedap-kedip, sekali lagi, memadamkan harapan Mafu untuk dapat pergi ke luar. Namun Amatsuki tidak membiarkan kesedihan bertahan lama di hatinya karena kakaknya itu langsung mengalihkan topik.

Ia menanggalkan gagang kopernya. Amatsuki, dengan tawa riang, mengangkat Mafu ke udara, membuahkan "u- uweh?!" kecil dari sang adik. Nico dengan setia mengikuti pasangan kakak-adik tersebut, roda koper yang ditinggalkan Amatsuki bergulir di belakangnya. Sang empunya sendiri berputar-putar, membawa adiknya melayang di udara, sebelum tulang punggung mengeluh dan ia menurunkan Mafu, lelah.

Saat setelah Mafu kembali menapakkan kaki di lantai marmer itu, ia memeluk kakaknya kembali. Jarang ia dapat berpelukan dengan seseorang. Dulu Nico sering dimintanya untuk memberikan pelukan tatkala hujan terlalu deras dan badai tak kunjung berhenti, namun, seiring waktu, rasa takut mulai terkikis. Sekarang, ia justru duduk di dekat jendela ketika hujan datang, membayangkan dari mana petir itu berasal dan seperti apa negeri di atas awan nun jauh di sana.

"Ha'i, ha'i, Mafu, kayaknya kamu lagi mau sesuatu, ya?" tanya Amatsuki ketika adiknya memeluknya lebih lama dari biasanya. Biasanya, Mafu akan melepaskan pelukannya sepuluh detik yang lalu. Dari mana ia tahu? Anggap saja ini adalah salah satu bentuk dari kasih sayangnya pula.

Mafu malu-malu mengangguk. Ia mengikuti langkah Amatsuki menuju ruang keluarga, di mana ia duduk di pangkuan Amatsuki. Setelah beberapa detik menatap wajah kakaknya yang menunggu jawaban, Mafu justru memeluknya kembali, membuat Amatsuki tertawa. Sungguh, adiknya begitu menggemaskan.

"Um... jadi aku kemarin nonton TV...."

"Ya?" Amatsuki membelai rambut Mafu. Rapi, tanpa ada sehelai pun yang berbeda arah dari seharusnya. "Bilang saja, Mafu. Akan Kakak usahakan selama Kakak mampu."

Mafu menggeliat di pangkuan kakaknya. Ia lalu memutuskan untuk turun dan duduk di sebelah Amatsuki, yang sejujurnya membuat Amatsuki agak kecewa. Tetapi, ia tidak membiarkan kekecewaan itu terlihat, menyembunyikannya dengan senyuman abadi.

"Terus, terus, di TV-nya ada channel Waku Waku Ja-fun, kan. Terus, channel-nya isinya tentang orang-orang keliling Jepang, kan...."

Amatsuki mengangguk-angguk. Tangan ia gunakan untuk menopang dagu, memerhatikan Mafu yang antusias bercerita tentang channel TV kesukaannya dengan senyum di wajah. Untunglah Mafu tidak merasa bosan selama ia pergi. Akan tetapi, rasa senang di hatinya semakin luntur ketika mendengar kata-kata Mafu selanjutnya.

Intinya UtaiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang