Bukan Tuhan yang jahat. Mungkin, beliau ingin memberitahu kita bahwa dikehidupan dan di kesempatan manapun, kita tidak akan pernah bersatu. Jadi, beliau mengajarkannya kepada kita dua kali
___
Kisah 1999 kala itu.. Tahun dimana kita berdua belajar...
Sebuah bingkai foto yang tertata rapi terjatuh. Kacanya pecah berkeping-keping tak karuan, hingga melukai tangan yang berniat membantu. "25 tahun sejak itu, aku semakin hebat, percaya? " sebuah gambar berisi kenangan itu tak robek sedikitpun, masih sangat rapi nan bagus untuk dilihat mata telanjang
Rasa-rasanya semakin dingin, karena semenjak hari itu tak pernah ada lagi perasaan cinta yang muncul. Mereka yang ditinggalkan, mati rasa sepenuhnya. Tak ada lagi rasa kehangatan pada setiap peluk yang diterima, sorot mata pun telah berubah, tak ada lagi yang ditunggu-tunggu setiap pagi menjelang, setiap bel berdering kencang menandakan waktu istirahat. "Hari ini masih sama Rev, hampa, mati rasa. " kalau kesempatan kedua hadir, apakah kalian ingin mencoba? Memperbaiki kesalahan dimasalalu, atau bahkan ingin berlari dari semua ini?
"Terkena serpihan kaca memang sakit Rev, tapi nggak sesakit takdir yang belum mengizinkan kita. " suara langkah menuruni anak tangga membuat ia mengusap air mata. Merapihkan serpihan kaca itu layaknya orang normal, "Mamah?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aralie? Kamu mau kemana malem-malem gini?" tanya nya, berusaha mengalihkan perhatian sang anak yang sudah ingin bertanya mengenai serpihan kaca yang berada ditangannya. "Aku cuma mau main sama temen-temen, ini baru aja mau keluar. " ujar gadis bernama Aralie dengan lembut. Sang ibu tersenyum tipis dengan sorot mata kesedihannya. Ia mengizinkannya seperti biasa, karena ia tahu anak gadisnya ini tidak akan pernah berbuat macam-macam, seperti pergi untuk meminum alkohol ataupun menghisap barang rokok
***
"Del, gw tegasin sekali lagi ya sama lo. Jangan pernah sekalipun ikut campur urusan Regie ataupun Aralie. " Adel mengangguki ucapan Kathrina. Kini mereka tengah bersantai di dalam sebuah restoran yang menghidangkan banyak makanan enak. Meskipun agak membosankan karena Kathrina selalu mengoceh dan menasehati Adel selama 2 jam terakhir. "Aralie? Siapa dia? Anak satu geng nya Regie kah?" Tanya Adel sembari mengunyah spagetti yang ia pesan beberapa puluh menit lalu, ketika Kathrina tengah mengoceh
Kathrina menggeleng. "Dia yang berani nantang Regie, mereka berdua sama-sama terpandang di sekolah. Antara anak pinter sama anak yang ditakutin. " kata Kathrina. Adel baru ingat, ya Aralie anak itu cukup keren karena berani menantang Regie, meskipun terlihat lemah lembut tapi ternyata memiliki nyali setinggi langit. "Sekolah mandang reputasi, nggak jelas banget. " ejek Adel tersenyum miring. Kathrina mengangguk setuju, karena meskipun ia menyandang jabatan sebagai ketua osis, namun. Bukan dirinya lah yang paling disegani, terkadang pelajar lain malah lebih berani pada Kathrina ketimbang Regie dan Oline
"Dari dulu juga gitu, dari tahun 1999 sih tepatnya. " Kathrina mengambil beberapa tissue untuk membersihkan area sekitar mulutnya yang terkena bumbu makanan. Adel penasaran, ia adalah pelajar baru di sekolah Brawijaya, akankah ada cerita kelam dibalik sekolah itu? Kathrina yang ingat bahwa ia belum bercerita kepada Adel sontak tersenyum jahil, karena ia tahu bahwa Adel akan merengek jika ia tak segera memberitahunya. "Kath? Gw mau tau ceritanya. Nggak usah senyam senyum deh lo. " Adel memberikan tatapan sinis saat Kathrina menaik turunkan alisnya, seolah-olah bertanya 'mau tau sekali ya?'