Pagi di kerajaan Alexandria dimulai dengan keheningan yang damai, diselingi suara lembut langkah kaki pelayan yang mempersiapkan segala sesuatu dengan tenang dan cekatan. Cahaya lembut matahari masuk melalui jendela-jendela besar di sepanjang lorong menuju kamar Raja Valen. Di dalam kamarnya yang megah dan tenang, Raja Valen masih terlelap, dibalut selimut sutra tebal berwarna emas dengan sulaman halus yang hanya bisa ditemukan di kerajaan sebesar Alexandria.Tak lama, langkah-langkah lembut mulai mendekat. Lady Amelia, pelayan setia Raja Valen, masuk dengan tenang. Lady Amelia sudah mengabdi pada keluarga kerajaan sejak muda, dan sejak Valen diangkat menjadi raja, dia menjadi salah satu orang terdekat yang diandalkan Valen. Meski ia tahu posisinya dan selalu menunjukkan rasa hormat, ada kesan bahwa ia mampu membuat suasana terasa lebih ringan.
"Selamat pagi yang mulia," ucap Lady Amelia sambil membungkuk kecil dengan suara lembut yang seolah menyelinap masuk ke dalam mimpi Valen.
Valen membuka matanya perlahan, masih setengah sadar namun terjaga oleh aroma bunga melati yang biasanya disebarkan di kamarnya setiap pagi. "Pagi lagi? kenapa tidak selamanya malam saja" gumamnya pelan dengan nada bercanda.
Lady Amelia tersenyum, menyadari kebiasaan raja yang suka bergurau ringan di pagi hari. "Pagi atau pun malam bukannya yang mulia tetap bertugas?" ucapnya dengan nada bercanda yang sopan, namun cukup untuk membuat Valen tersenyum.
Setelah beberapa saat, Valen bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri dengan penuh wibawa, meski masih dalam keadaan mengantuk. "Sesuai pesan semalam, air hangat sudah saya siapkan," lanjut Lady Amelia.
Saat ia bersiap mandi, Lady Amelia menunggunya dengan setia. Amelia sering kali membuat Valen tertawa ringan karena komentar-komentarnya yang segan namun lucu. Meskipun Amelia menjaga formalitas, ia adalah salah satu dari sedikit orang yang mampu membuat Valen merasa rileks. Valen tidak bisa menahan senyum ketika Amelia, tanpa sadar, menggumamkan nyanyian kecil saat menyiapkan handuknya.
Setelah selesai mandi, Valen mengenakan pakaian kerajaan yang dirancang khusus untuknya. Pakaian itu sederhana namun elegan, berwarna putih gading dengan aksen emas, memberikan kesan anggun namun tetap kuat. Meski cara berpakaiannya sering menyerupai ratu, tidak ada satu pun orang di istana yang berani mempertanyakan atau bahkan meremehkannya. Semua orang di istana tahu bahwa di balik senyumannya yang anggun, Valen adalah pemimpin yang cerdas dan tegas. Bahkan, kedua orang tuanya, Ratu Celeste dan Raja Felix, yang dulunya memerintah, memberikan hormat pada setiap keputusan Valen.
Selesai berpakaian, Valen berjalan menyusuri lorong-lorong panjang menuju balairung untuk memulai hari itu. Setiap kali ia berpapasan dengan pelayan atau prajurit, mereka langsung membungkukkan badan dalam-dalam. Valen menanggapi dengan anggukan kecil, tetapi ekspresinya tetap serius.
Di sepanjang lorong, ia melihat Livius, prajurit terdekat dan pengawalnya yang paling dipercaya. Livius adalah sosok tinggi dengan wajah tegas, matanya selalu memandang tajam ke depan, penuh konsentrasi. Sering kali, Valen mencoba mengajaknya bicara, namun sikap Livius yang dingin sering kali hanya dibalas dengan anggukan atau jawaban singkat, sesuatu yang justru membuat Valen merasa tertantang.
Hari itu, Valen memiliki beberapa pertemuan penting dengan penasihat kerajaan. Di antara mereka, ada Hugo, kepala penasihat yang berpengalaman, selalu hadir mendampingi Valen dalam urusan kenegaraan. Hugo adalah pria yang sudah berumur namun tetap tajam dalam pikiran dan sikap. Di balik ketajamannya, Hugo juga adalah sosok yang penuh perhatian, selalu mengingatkan Valen tentang pentingnya menjaga kehormatan kerajaan.
Pada siang hari, Valen beristirahat sejenak di taman kerajaan, sebuah tempat tenang dengan kolam kecil dan bunga-bunga yang mekar sepanjang tahun. Taman ini adalah tempat favoritnya untuk meluangkan waktu berpikir tanpa gangguan. Namun, Lady Amelia kadang-kadang bergabung dengannya di taman, membawa sepiring buah atau minuman hangat.
"Kantung matamu kembali menghitam yang mulia, sepertinya kau harus banyak beristirahat, jika ingin bisa saya antarkan anda ke kamar,mau?" tanya Lady Amelia dengan nada prihatin.
Valen hanya mengangguk, tetapi sebelum ia bisa menjawab, Amelia menambahkan, "Atau mungkin anda ingin mendengarkan cerita lucu dari dapur? Saya dengar para koki terlibat dalam insiden lucu dengan seekor kucing tadi pagi."
Valen mengangkat alisnya, tersenyum kecil. "Ceritakan, aku terlalu sibuk mengurus orang orang sehingga selalu tertinggal hal kecil di istana," jawabnya.
Dan begitulah, Amelia menceritakan dengan detail kejadian-kejadian lucu dan kecil yang sering terjadi di dalam istana. Sesekali, Valen tidak bisa menahan tawa kecilnya, membuat Amelia tersenyum puas melihat bahwa ia bisa membawa sedikit kebahagiaan di tengah beban yang dipikul sang raja.
Di sore hari, Valen kembali ke balairung untuk mendengar laporan dari beberapa pengawal yang kembali dari patroli perbatasan. Salah satunya adalah Livius, yang memberi laporan dengan sikap tenang dan penuh disiplin. Setiap kata yang diucapkan Livius terdengar serius dan tepat, tanpa ada sedikit pun keraguan atau emosi. Valen mendengarkan dengan seksama, namun diam-diam ia mencoba mencari kesempatan untuk menggoda Livius.
"Jadi, Livius. Apa yang terjadi di perbatasan? apakah ada sesuatu yang tidak beres?" tanyanya sambil tersenyum penuh arti.
Livius hanya menatapnya sebentar, lalu kembali fokus pada laporannya. "Semua aman terkendali yang mulia."
Jawaban singkat itu justru membuat Valen tertawa kecil. Meskipun tidak menunjukkan emosi, Livius selalu berhasil membuat Valen merasa tertantang untuk mengenalnya lebih jauh. Amelia yang berada di dekatnya pun tersenyum melihat interaksi mereka.
Setelah semua laporan selesai, Valen merasa sedikit lelah dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dalam perjalanan, ia melewati beberapa pelayan yang segera membungkuk hormat. Ada Emmeline, pelayan muda yang bertugas menyiapkan kamarnya setiap pagi, yang terlihat melangkah dengan cepat untuk menyelesaikan tugas sebelum raja kembali.
Malam pun tiba, dan suasana di istana Alexandria semakin sunyi. Raja Valen duduk di kamarnya, merenung tentang hari yang telah berlalu. Di luar, angin malam berhembus, membawa aroma wangi bunga melati dari taman. Ia merasa tenang, tetapi juga tidak bisa mengabaikan perasaan penasaran yang selalu muncul saat melihat Livius.
Pikiran itu berputar di kepalanya hingga akhirnya ia tertidur, diselimuti oleh ketenangan malam yang menyelimuti seluruh kerajaan. Alexandria tertidur dalam keheningan, menunggu pagi berikutnya saat kehidupan kerajaan akan kembali berlangsung seperti biasa – penuh dengan kesibukan, kehormatan, dan mungkin, sedikit kelucuan yang dibawa oleh sosok-sosok setia seperti Lady Amelia dan teman-temannya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
VALEN (Markhyuck)
FantasyDi tengah megahnya kerajaan, Raja Valen memimpin dengan keanggunan yang luar biasa-dengan pakaian layaknya seorang ratu, ia duduk di singgasananya, dihormati bahkan oleh orang tuanya sendiri. Namun, hatinya bergejolak pada prajuritnya sendiri, Liviu...