Chapter 5

2 1 0
                                    

Tiga hari berlalu dengan terasa sangat lambat bagi Emma. Untuk mengisi waktu, ia menghabiskan sebagian besar harinya di restoran Danny, membantu di sana-sini. Tidak seperti karyawan tetap, Emma hanya datang saat jam sibuk, membantu melayani pengunjung yang datang menjelang makan siang, dan pulang ke rumah sekitar pukul tiga sore. Namun, meskipun sibuk dengan rutinitas itu, pikirannya tetap gelisah. Setiap hari terasa kosong, seolah-olah ia sedang menunggu sesuatu yang tidak pasti. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri, apakah bekerja sebagai asisten pribadi Alex adalah hal yang benar-benar bisa ia lakukan? Gagasan itu mulai terasa semakin jauh dari kenyataan, apalagi mengingat perasaan tidak nyaman yang masih menyelimuti dirinya setiap kali memikirkan harus bekerja di ruangan yang sama dengan Alex.

Menjelang malam, jam sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh, dan Emma mulai yakin bahwa Alex tidak akan datang. Ia duduk di dekat jendela, memperhatikan langit yang semakin gelap, sementara pikirannya terus menerawang. Sejak pertemuan terakhir mereka, Alex tidak memberikan kabar apapun. Tidak ada pesan, tidak ada telepon—seolah pria itu menghilang tanpa jejak. Emma mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu lebih baik. Tapi di balik itu semua, sebuah perasaan ganjil tetap menggelayuti pikirannya. Bagaimana jika Alex tiba-tiba muncul tanpa peringatan? Bagaimana pria itu bisa tahu di mana ia tinggal? Pikiran-pikiran itu terus muncul, meskipun Emma berusaha keras untuk mengabaikannya.

Kegelisahan yang samar terus menyelinap, membuatnya bertanya-tanya, apakah ia benar-benar sudah lepas dari bayang-bayang Alex, atau justru ada sesuatu yang lebih dalam yang masih menghubungkan mereka, sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

Namun, tak lama setelah itu, ponselnya berdering. Nomor tak dikenal muncul di layar, dan Emma merasa ragu sejenak sebelum akhirnya mengangkat telepon tersebut. "Halo?" tanyanya hati-hati.

"Hi, Emma. Aku sedang dalam perjalanan ke rumahmu. Apakah kau sudah siap?" Suara Alex terdengar begitu jelas dan santai, seolah-olah kunjungannya adalah hal yang biasa.

"Mr. Slade?" Emma terkejut, hatinya berdegup kencang. Bagaimana pria ini bisa mendapatkan nomor teleponnya?

"Sampai jumpa dalam lima belas menit lagi, Emma," jawab Alex dengan nada yang sama sekali tidak menggubris kebingungannya, seakan semua sudah diatur sesuai kehendaknya.

"Tapi aku—" Emma mencoba menjelaskan, suaranya terdengar panik, namun sebelum ia sempat melanjutkan, panggilan itu terputus. Alex memutus telepon begitu saja, tanpa memberinya kesempatan untuk menyelesaikan kalimat atau menolak rencananya. Ia memandang ponsel di tangannya dengan campuran keterkejutan dan ketidakpercayaan.

Emma merasa kebingungannya meningkat. Ia harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan kehadiran mendadak Alex yang tak terduga. Tanpa berpikir panjang, Emma segera memutuskan untuk berganti pakaian. Ia memilih gaun santai berwarna coklat muda yang jatuh anggun tepat di atas lutut, dipadukan dengan kitten heels hitam yang sering ia pakai. Dengan tergesa-gesa, ia meraih lipstik pink mauve dari tasnya dan mulai berdandan di depan cermin.

Waktu terasa sangat terbatas—bagaimana mungkin lima belas menit cukup untuk bersiap? Emma berusaha secepat mungkin, tanpa menyadari bahwa ponselnya telah berdering beberapa kali. Begitu akhirnya ia menyadari teleponnya, ia cepat-cepat melirik layar dan melihat beberapa panggilan tak terjawab.

Dengan sedikit rasa panik, Emma meraih tasnya diatas sofa dan bergerak menuju pintu rumah. Ia merasa cemas dan bergegas, memastikan semuanya tampak rapi sebelum keluar untuk menemui Alex.

"Beruntung sekali aku tak perlu menyeretmu keluar," kata Alex dengan nada ceria saat Emma membuka pintu. "Ayo, kita sudah terlambat," lanjut Alex sambil menarik tangan Emma tanpa banyak basa-basi.

Emma hanya diam, membalas tatapan penuh semangat Alex dengan sedikit bingung.

Saat mereka sampai di depan mobil hitam Alex, ia membukakan pintu untuk Emma, Emma terhenti sejenak, merenungi mobil yang beberapa hari lalu membuat bajunya kotor. "Ayo, kau akan terus berdiri di sana?"

The One Who Stole My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang