Chapter 7

2 1 0
                                    

"Alex, apa kau baik-baik saja?" tanya Emma hati-hati, gigit bibirnya ragu. Keheningan di kabin mobil terasa berat, dan Emma cemas meninggalkan makan malam tanpa penjelasan lebih dulu. Alex tampak sangat terganggu, dan suasana itu membuatnya gelisah.

Alex melirik Emma sekilas, dan senyuman tipis muncul saat melihat ekspresi khawatirnya. "Kau tak perlu khawatir," katanya lembut, nadanya jauh lebih tenang dari sebelumnya. "Aku hanya... tidak suka berhadapan dengan pria seperti itu. Maaf jika tadi terasa berlebihan."

Rasanya berbeda kali ini. Meskipun tadi baru saja berurusan dengan Antoni, sosok yang selalu menimbulkan kemarahannya, Alex seolah bisa tenang hanya dengan kehadiran Emma di sebelahnya. Tapi mungkinkah wanita yang baru ia kenal ini bisa membuat perbedaan sebesar itu?

Emma tersenyum tipis, berusaha mencairkan suasana. "Maksudmu... pria mabuk itu?" tanyanya hati-hati, menggigit bibir menyadari pertanyaannya sedikit lancang.

Alex mengangguk, wajahnya datar. "Ya, dia. Tapi tak perlu dibahas lagi."

Emma mengangguk, tapi penasaran tak tertahankan membuatnya melanjutkan, "Dia ayahmu, ya?"

Alex menegang, tatapannya tajam namun tak kasar. "Aku sudah bilang, jangan bahas itu."

"Maaf," ucap Emma cepat sambil menunduk, takut kalau Alex akan marah.

Namun, Alex malah tertawa pelan, sebuah tawa ringan yang membuat Emma sedikit terkejut. Ini pertama kalinya ia melihat Alex tertawa tulus seperti itu, seolah-olah beban yang ia bawa mendadak menghilang.

"Ada yang lucu?" tanya Emma, bingung.

Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku tidak menyangka kau bisa penasaran seperti ini. Mana wanita yang pernah menamparku?"

Emma menahan tawa. "Sepertinya wanita itu tertinggal di rumah keluargamu."

Alex tertawa lagi dan menatapnya dengan lembut. "Bagaimana menurutmu, Emma? Menyesal ikut denganku malam ini?"

Emma tersenyum, kali ini lebih tulus. "Sama sekali tidak. Bahkan aku senang bisa mengenal keluargamu," katanya, suaranya tegas namun hangat.

"Terima kasih," balas Alex dengan nada ringan. "Padahal kalau tidak salah, beberapa hari lalu kau berdoa supaya tak pernah bertemu denganku lagi."

Emma tertawa kecil, mengenang momen itu. "Ya, doaku ternyata tidak dikabulkan."

Keduanya tertawa bersama, dan ketegangan di antara mereka mencair, menyisakan keakraban yang tak terduga. Malam itu, Emma merasa diterima di keluarga Alex, bahkan Quinn dan Ryn menyambutnya seolah ia memang bagian dari keluarga. Itu hal yang tak pernah ia dapatkan dari keluarganya sendiri setelah ayahnya bangkrut—hanya Tante Elisa di Malta yang masih menghubunginya.

Keputusan Emma semakin kuat. Dia menerima tawaran Alex sebagai asisten pribadi, bukan hanya untuk pekerjaan, tapi juga untuk kesempatan menabung dan melunasi utangnya. Dia sadar mungkin pekerjaan ini akan melelahkan, tapi hatinya yakin Alex bisa berubah jadi sosok yang lebih baik.

Dengan tekad baru, Emma merasa siap menghadapi tantangan bersama Alex. Permintaan Quinn dan Ryn agar Emma menemani Alex membuatnya semakin mantap. Meskipun keputusan ini mungkin tampak gila, Emma merasa ada sesuatu yang mendorongnya ingin berarti dalam hidup Alex—mungkin sebagai teman atau pendukungnya.

Setelah tawa mereka mereda, Emma menatap Alex dengan yakin. "Alex, bolehkah aku jawab tawaranmu sekarang?"

Alex terkejut, namun sorot matanya penuh rasa ingin tahu. "Tentu. Jadi, kau akan menerimanya?"

Emma mengangguk perlahan, senyum lembut menghiasi wajahnya. "Ya, aku rasa ini keputusan yang tepat."

Alex terdiam sejenak, lalu dengan nada skeptis ia berkata, "Jadi kau menerima... karena kau sudah sadar keluargaku yang kaya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The One Who Stole My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang