✨. 18 : About Star And Hope

67 5 31
                                    

"Terlepas dari semua rasa sakit yang terlahir bersamaku, terlahir dari rahim Bunda adalah hal yang paling aku syukuri"

***

Sudah empat hari Bintang terbaring di rumah sakit dan masih belum juga membuka kedua matanya. Berbeda dengan keadaan Bara yang berangsur membaik dan sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit. Bara bisa saja pulang bersama kedua orang tuanya ke Jakarta karena banyak hal yang harus dia persiapkan untuk ospek kuliah minggu depan. Tetapi dia yang keras kepala itu mana mungkin bisa pergi dengan tenang sebelum melihat Adik kecilnya itu membuka kedua matanya kembali dan mengajaknya berbicara. Dia memutuskan akan kembali ke Jakarta setelah Bintang siuman dan kondisinya lebih baik. Damar dan Kara yang tahu seberapa keras kepalanya Putra mereka itu pun tentu saja memperbolehkannya dengan syarat jangan membuat masalah.

Sementara itu, Bulan dan Lintar tetap sekolah seperti biasa, mereka akan menjaga Bintang bergantian dengan Bara saat mereka pulang sekolah.

"Dimakan atuh makanannya, Bulan! Dari tadi diaduk-aduk terus!" kata Lintar yang hampir menghabiskan setengah dari makan siangnya, berbeda dengan Bulan yang belum mengambil satu suap pun.

Bulan menyandarkan punggungnya di kursi, menjatuhkan sendoknya lalu menghela nafas panjang. Gadis cantik berkuncir satu itu terlihat lelah dan tidak bersemangat. "Aku ngga nafsu makan, Li!"

Lintar berdecak. "Haish, kamu jangan seperti itu. Lihatlah tubuhmu semakin kurus, bahkan wajahmu terlihat pucat, kamu harus makan yang banyak supaya ngga sakit, Bulan. Apa harus aku suapi?" Lintar yang pada awalnya duduk berhadapan dengan Bulan itu seketika beranjak dan duduk di samping kursi yang Bulan dudukki. "Aku suapin, ya?" Lintar hampir saja menyuapi sahabat cantiknya itu, tetapi Bulan tetap tidak mau.

"Ngga mau, Li. Aku maunya ketemu sama Bintang! Dia kapan bangun sih? Kangen banget aku sama dia. Mau ngobrol sama dia, mau peluk dia. I miss everything about him!"

"Kamu pikir aku ngga kangen? Aku juga kangen sama Bintang. Apalagi aku kan sekelas sama dia, duduk satu meja sama dia. Rasanya bener-bener ada yang kosong. Tapi kamu jangan kayak gini dong, Bulan. Kamu harus makan! Kalau kamu skip makan terus, bisa-bisa aku diomelin Bintang pas dia bangun gara-gara lihat kamu yang makin kurus kayak gitu. Pasti dia bakalan mikir kalau aku ngga becus jagain kamu selama dia di rumah sakit," kata Lintar dengan nada yang sedikit kesal. "Kemarin Dokter Zain bilang kan, kalau keadaan Bintang sudah stabil dan lebih baik, kita tinggal tunggu dia bangun aja! Jadi, sekarang kamu makan dulu, ya?" Tetapi Lintar tidak menyerah begitu saja, dia tetap membujuk Bulan untuk makan.

Namun sekeras apapun usahanya, Bulan tetap tidak mau. Kesal, Lintar pun memasukkan sendok yang berisi makanan itu ke dalam mulutnya, mengisi tenaganya sendiri karena Bulan tidak mau dia suapi. "Terserah kamu aja. Tapi kalau kepala kamu pusing lagi kayak kemarin jangan ngerengek sama aku dan nyuruh aku buat pijitin lagi, ya!" katanya ketus.

"Ishh, jahat sekali. Apa kamu benar-benar temanku?" Bulan merajuk.

"Harusnya aku yang bilang kayak gitu sama kamu. apa aku ini benar-benar temanmu? Kenapa kamu selalu mendengarkan Bintang sementara aku tidak? Jadi, yang jahat di sini sebenarnya siapa?"

Bulan yang merasa jika dirinya yang bersalah di sini pun menghela nafasnya. Dan memutuskan untuk mengalah dari Lintar. "Iya aku emang salah, harusnya aku ngga kayak gitu and I'm sorry for that!" katanya. "Aku mau makan, tapi bukan makanan ini. Apa kamu bisa memberikanku makanan yang lain? Nasi goreng atau mie goreng gitu. Bisa?" lanjutnya.

Kali ini Lintar yang menghela nafasnya. Menghadapi Bulan yang keras kepala dan banyak mau itu benar-benar membuatnya kewalahan, energinya terasa terkuras habis. "Makanan yang lebih sehat aja bisa ngga, sih?"

STARLIGHT [Choi Beomgyu] ✧TXT✧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang