BAB 27

197 23 0
                                    


Di bawah cahaya bulan yang purnama, jalanan sepi membentang panjang, dikelilingi pepohonan besar yang seolah berbisik dalam hembusan angin malam. Suara gemerisik dedaunan menjadi satu-satunya irama, saat tiba-tiba, suara mesin motor sport menggema di kejauhan. Sebuah motor berwarna hitam mengkilap, meluncur dengan kecepatan yang menggetarkan udara, merasa seperti terbang di atas aspal yang sejuk.

Pengendara motor itu, Devan, mengenakan helm full-face yang menyembunyikan wajahnya. Dia adalah sosok misterius, penuh ke misteriusan dan dingin setiap kali berbicara. Malam ini, dia tidak hanya melaju untuk menyalurkan adrenalin, tetapi juga mencari sesuatu yang lebih dalam jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Saat motor itu melesat, Devan teringat akan peristiwa yang membawanya ke jalan ini. Beberapa waktu yang lalu, dia menerima pesan dari seorang teman lama, rion, seorang teman juga seorang anggota inti geng. Pesan itu hanya berisi koordinat dan juga pesan terakhir yang dibaca: "adik laki-laki mu terluka akibat di pukul" Dengan kemarahan yang mulai murka, Devan memutuskan untuk langsung pergi ke koordinat yang di berikan itu, berharap bisa membalas kemurkaan nya.

"Semoga tuh orang masih hidup ya, jangan tinggal nama doang •^•" author

Di tengah perjalanan, suara mesin motor yang menggelegar mendominasi kesunyian malam, tetapi ada sesuatu yang aneh. Dia merasa seolah ada mata yang mengawasinya dari kegelapan. Hati Devan berdebar dan perasaan yang selalu dirasakan saat dulu sebelum transmigrasi, bukan hanya karena kecepatan, tetapi juga karena rasa tidak nyaman yang mulai merayap. Dia mempercepat laju motornya, melintasi jalan yang lurus dan sunyi, tanpa menyadari bahwa setiap jalan yang di tujunya selalu di perhatikan oleh seseorang..

Lalu, dalam sekejap, sebuah cahaya menyilaukan muncul di depan matanya. Devan terpaksa mengerem mendadak, ban motornya mencakar aspal dan mengeluarkan suara gesekan yang menggema. Di hadapannya, sebuah gerbang tua berdiri kokoh, seolah menjadi batas antara dunia yang dia kenal dan misteri yang menantinya. Dengan napas yang tiba-tiba terengah-engah menatap gerbang itu, merasakan panggilan yang tak bisa dia abaikan. Di balik gerbang ini, mungkin ada jawaban kenapa tempat itu terasa familiar dengan nya.

Dengan keberanian yang mengalir dalam dirinya, Devan mematikan mesin motor dan melangkah maju, memasuki dunia yang penuh rahasia dan bahaya.

"Tuan, bahaya, tuan, tuan, TUAAAAN!!!" Sebuah suara sistem yang biasa terdengar di dalam dirinya sekarang tidak terdengar lagi.

"Rez" kata devan yang tiba-tiba tidak bisa mendengar suara sistem nya itu saat memasuki gerbang tua itu.

"Rez, apa kau bisa mendengar ku?" hanya terdengar suara hening.

"Rez" katanya sekali lagi.

"Sistem, sistem"

Tidak ada jawaban sama sekali, setiap dia memasuki gerbang tua itu. Dia selalu merasakan perasaan aneh di hati nya dan juga sebuah tatapan yang selalu mengawasinya.

"Damn it, jangan katakan tempat ini adalah tempat itu"

Dia langsung berlari memasuki gerbang tua itu, dia terus berlari dan melewati tempat tempat sunyi juga pohon-pohon yang tertanam di setiap kanan dan kiri.

"Damn it, damn it, jangan bilang ini-"

Dia langsung menambah kecepatan sebelum tiba-tiba berhenti dan menatap sebuah rumah putih dengan lantai 5. Setiap bagian nya terlihat mewah dan tidak terlihat seperti tempat terbengkalai yang ditinggalkan lebih dari 10 tahun.

"I - ini benar-benar, ti-tidak, tidak mungkin ini nyata kan" dia berjalan memasuki rumah itu secara Perlahan-lahan.

Saat dia memasuki rumah itu, terlihat di dalam rumah itu terlihat mewah walaupun memiliki warna putih tapi setiap barang yang digunakan berwarna emas. Dia berjalan dengan gemetar dan melihat setiap bagian rumah itu dengan aneh.

"Tempat ini, tempat ini seharusnya sudah hancur dan terbakar, jangan bilang tempat ini juga terbawa di dunia ini"

Dia berhenti di sebuah figuran foto yang ukurannya sangat besar, terlihat ada dua pria tua dan anak laki-laki muda yang mungkin usianya sekitar 17 tahun, tatapan mereka terlihat dingin dan juga tidak ada senyum di tampilkan di setiap wajah itu.

"Foto ini, ini, tidak mungkin , foto ini masih utuh"

Dia memegang foto itu dengan gemetar dan tubuhnya sedikit mengigil, orang sedingin devan dan sekejam dia masih bisa terlihat seperti seorang anak yang ingin menangis.

Saat dia masih menatap figuran foto itu, terdengar sebuah langkah kaki. Tidak hanya satu orang, mungkin terdengar 3 orang yang mulai mendekatinya.

"Cloudia" suara berat dari seorang pria paruh baya yang memiliki rambut putih dan tongkat yang membantunya berjalan.

Nama yang dipanggil langsung membeku dan perlahan-lahan berbalik menatap seseorang yang memanggil namanya dulu sebelum transmigrasi. Saat dia menatap kebelakang dia kaget dan langsung hampir serangan jantung.

"Ka-ka...... "

꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚૮BERSAMBUNGა‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷

I'm a handsome man, no I'm a handsome womanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang