CHAPTER 06

177 19 0
                                    

Galeon melirik jam tangannya lagi. Sudah hampir jam pulang, namun pintu klinik tetap diam, tanpa tanda-tanda kedatangan Nattaren. Biasanya, Nattaren sudah muncul dengan senyum cerianya, membawa camilan atau sekadar menemani Galeon bekerja. Namun hari ini, ruangannya terasa lebih sepi dari biasanya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Galeon berdiri dan mulai merapikan meja. Ada rasa aneh yang menyelimuti dirinya, keheningan ini terasa berbeda, seolah Nattaren yang biasanya mengisi hari-harinya kini menghilang begitu saja. Tapi hingga detik ini, tak ada tanda-tanda dia akan datang.

Ia mengernyitkan dahi, tunggu! tunggu! Sejak kapan kedatangan Nattaren menjadi semacam rutinitas sehari-hari baginya? Sejak kapan ia mulai menunggu, meskipun ia tahu bahwa Nattaren tak ada kewajiban untuk datang? Padahal, ia selalu merasa terganggu, namun sekarang, ketidakhadiran Nattaren justru membuat ruang klinik terasa sepi. Bahkan seolah sesuatu yang hilang.

Setelah memastikan semua sudah beres, Galeon menuju pintu. Kunci sudah siap di tangannya, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara pintu terbuka.

Tanpa ia sadari, Nattaren berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak lelah dan lesu, matanya sedikit merah, seperti baru saja menangis. Sebelum Galeon sempat bertanya, Nattaren sudah bergerak cepat, langsung melangkah ke arahnya dan, tanpa peringatan, meluk Galeon dengan erat.

Galeon terkejut dan bingung, tubuhnya terasa kaku. "Natta-?" suaranya tercekat, tak tahu harus berkata apa.

Nattaren hanya diam, memejamkan matamya sejenak, seolah mencari kenyamanan dalam pelukan itu.

Galeon berdiri diam, bingung, mencoba memahami situasi ini. Kenapa Nattaren begitu tiba-tiba? Dan kenapa ia merasa... sedikit terpengaruh dengan kehangatan dalam pelukan itu?

Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, Galeon mulai merenggangkan tubuhnya, tangannya meraba pelukan itu dengan hati-hati. Tanpa disadari, ia menarik tubuh Nattaren sedikit lebih dekat, dan tangan Galeon terangkat secara otomatis, merangkul tubuh Nattaren. Suatu perasaan yang tak pernah ia duga muncul begitu saja, sesuatu yang selama ini ia pendam.

"Natta..." suara Galeon pelan, namun kali ini lebih tenang, tanpa kebingungannya yang tadi. "Ada apa? Kenapa kamu nggak datang tadi?"

Nattaren menghela napas panjang, suaranya berat. "Hari ini... hari peringatan kematian mama..."

Galeon terdiam sejenak, kata-kata itu membuat hatinya terhenti. Sesaat ia merasa cemas, bingung, dan ingin mengatakan sesuatu yang bisa menghibur Nattaren, tetapi suaranya terasa tersangkut di tenggorokannya. Ia hanya bisa mengelus lembut rambut Nattaren, mencoba memberikan kenyamanan lewat sentuhan yang sederhana.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Galeon, suaranya lembut dan penuh perhatian. Tangannya bergerak menenangkan, menyentuh lengan Nattaren dengan lembut.

Nattaren mengangguk pelan, tapi tak lama, matanya kembali tertutup, seolah ingin menghindari pandangan Galeon. "Aku... cuma butuh waktu sebentar," jawabnya, suaranya sedikit lebih rendah.

Tooth & TiramisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang