Awal dari semua

79 18 4
                                    

°
°
°
°
°
°
[ BAGIAN SATU ]

Kamis, 8 September 2005, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Lo jadi dateng ke acara Reuni kan, Di? Gue berharap banget lo bisa dateng, kita kan sudah lama gak ketemu, Di."

"Gimana ya, Rin... nanti aku coba izin ke Mas Galih dulu ya? Akan aku usahakan."

Begitulah percakapan Diana dan Rina pada malam ini dengan telepon genggam mereka masing masing. Malam ini Rina, sahabat dekat Diana mengeluarkan semua jurus merayu nya dari level terendah sampai tertinggi, berbagai jurus sudah ia lakukan demi Diana agar bisa ikut ke acara reuni yang akan diselenggarakan pada tanggal 10 September 2005, di Aula Universitas Indonesia.

Acara reuni ini mengundang banyak orang, sekiranya akan ada 200 orang yang akan hadir disana.

Diana yang sudah mendengar banyaknya rayuan dari Rina menjadi iba dan mulai berpikir matang matang, apakah ia harus pergi atau tidak?. Meskipun sudah menikah kurang lebih 3 tahun, Diana masih merasa tidak enak jika ia ingin izin pergi kepada suaminya sendiri, yaitu Galih.

Sudah hampir 10 menit, Diana hanya mondar mandir di kamarnya, ia memikirkan bagaimana cara izin kepada suaminya agar diperbolehkan untuk pergi. Sebenarnya, Galih bukanlah laki laki yang banyak melarang Diana untuk melakukan banyak hal, tetapi tetap saja Diana masih merasa sungkan jika ingin meminta izin kepada suaminya itu.

Krek...

Terdengar suara gagang pintu dibuka. Diana diam memaku ditempatnya. Galih, yang kini sudah sah menjadi suami diana muncul dari balik pintu. Galih yang tiba tiba masuk ke kamar tentu saja membuat Diana menjadi gugup, entah mengapa suasana menjadi canggung.

"Kenapa belum tidur, Di? Nungguin saya ya..." Tanya Galih dengan nada yang jahil. Sepertinya disaat seperti ini adalah waktu yang tepat untuk Diana melakukan aksi nya.

"Ah Mas bisa saja, Aku memang belum mengantuk kok, Mas" Jawab Diana yang sudah mulai bergerak dan berjalan ke arah ranjang.

Tanpa perkataan sedikit pun, Galih langsung saja menjatuhkan tubuhnya di ranjang mereka dan menarik lengan istrinya untuk ikut berbaring bersamanya, Diana si pemilik tubuh mungil tentu saja kalah dengan tenaga suaminya itu, kini Diana berada tepat disamping Galih dan mereka saling berhadapan.

"Sampai detik ini, saya masih merasa beruntung, Di. Bisa menikah dengan kamu dan membangun rumah tangga yang sedari dulu memang saya impikan." Ucap Galih dengan mengelus wajah istrinya yang kini berada tepat dihadapannya.

"Terimakasih, Mas. Aku juga merasa bangga bisa punya suami seperti Mas Galih, laki laki yang baik, sayang keluarga, tidak pernah marah, bahkan mas tidak pernah bicara dengan nada tinggi sama aku." ucap Diana dengan senyumannya yang indah dan manis.

"Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan sama, Mas..." Diana melanjutkan perkataannya dengan sedikit gugup. Galih yang mendengar hanya menyatukan alisnya tanpa sekata apapun.

"Hari sabtu... aku izin pergi ke Jakarta ya, Mas? Ada acara reuni sama teman teman lama" ucap Diana dengan sangat hati hati. Mendengar perkataan sang istri, Galih mengukir senyum manisnya.

"Boleh dong, Sayang... masa permintaan istri sendiri ditolak. Nanti kalau perlu saya siapkan supir untuk mengantar kamu ke bandara sekaligus saat sudah di Jakarta" ucap Galih sambil memandang wajah Diana dengan senyum khas miliknya.

***

Sabtu, 10 September 2005, di kediaman Galih dan Diana.

Pukul 07:30

Pagi ini Diana bangun lebih pagi dibandingkan pada hari biasanya, ia harus packing beberapa baju dan barang yang akan ia bawa ke Jakarta. Di Jakarta, Diana akan menetap selama 3 hari, dimulai dari hari sabtu siang sampai senin malam. Tanpa Galih.

"Barang barang kamu sudah semua, Di? Biar saya bantu taruh di bagasi mobil" tanya Galih sambil memperhatikan sekitar.

"Kayaknya sih sudah semua, Mas. Aku berangkat sekarang ya." Diana menghampiri Galih dan melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Galih, cukup lama mereka berpelukan dan mengucapkan perpisahan. Diana hanya pergi selama 3 hari, tapi entah mengapa Galih merasa akan ditinggal dengan jangka waktu yang lama, mungkin karena selama kurang lebih 3 tahun mereka menikah, jarang sekali ada perpisahan, bahkan setiap Galih pergi ke luar negri ataupun luar kota karena pekerjaan, Galih selalu meminta Diana untuk ikut dan menemani.

"Saya minta maaf, Di. Karena tidak bisa antar kamu ke bandara hari ini, Saya ada rapat dengan beberapa klien di jam 8." Galih merasa bersalah tidak bisa mengantar istrinya untuk sekedar ke bandara.

"Mboten nopo nopo toh, Mas. Lagipula kan ada Pak Mien yang antar aku, jadi aman." Ucap Diana dengan tenang.

***

Sabtu siang, 10 September 2005, Jalan Cendana No.8 .

"Ibu tuh senang, Nduk... kamu bisa datang kesini, meskipun tidak sama suami mu, tapi ibu tetap senang karena bisa melihat anak bungsu ibu yang cantik ini." Ambar bicara sambil menatap wajah sang anak dengan teduh. Semakin bertambah usia, Ambar merasa ingin selalu dekat dengan Diana, ia merasa bahwa waktu untuk bisa bersama dengan Diana selama ini hanya sedikit.

"Iya, Ibu. Dian disini sampai hari senin malam, tapi nanti malam Dian izin pergi ya bu, mau kumpul sama teman teman lama" ucap Diana sambil mengelus tangan sang ibu yang kini kulit kulitnya mulai terasa kendur.

***

Jangan lupa untuk VOTE ya bub😉

Instagram Account : @/mcflurallery
TikTok Account : @/mcflurallery

Yang ingin bergabung saluran wa untuk dapat spoiler-an bab berikutnya dan info info terbaru, bisa cek di instagram author ya.... Terimakasih🙏🏻🤍🫶🏼🫶🏼

Diana Et Son MondeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang