9. Sakit

77 12 2
                                    


"Oh, begitu. Ya sudah, terima kasih sudah memberitahu."

PIP.

Sambungan pada telepon di genggaman Batara terputus bersamaan dengan desahan berat di bibirnya.

Yang barusan menelepon adalah Utari, sang empu Sunflower Daycare yang mengabarkan bahwa Aru tidak bisa datang ke rumahnya karena sedang tidak enak badan. Utari bilang, kemarin sepulang bekerja Aru sempat mengeluh badannya demam karena begadang hingga subuh demi menyelesaikan tugas kuliahnya. Dan pagi tadi, Aru menelepon Utari untuk memberitahu bahwa dia tidak bisa masuk bekerja sekaligus memintanya untuk mengabari Batara.

"Kak Alu kok nggak datang-datang sih, Pa?"

Bintang yang sejak tadi asyik bermain robot-robotan di atas meja, berkomentar melihat sang ayah yang nampak tercenung usai menerima telepon. Batara sudah tidak menggunakan tongkat penopang karena beberapa bagian gips di kakinya sudah dilepas, dan dia sudah tak sabar untuk segera sembuh dan kembali ke kantor.

"Kak Aru lagi sakit, Bintang," setengah tertatih, Batara mendekati puteranya sebelum merebahkan diri ke atas sofa di sebelah Bintang. "Jadi dia nggak bisa kesini hari ini."

"Kak Alu sakit apa?" Bintang kembali berceloteh. "Pasti kecapekan, ya?"

"Iya," Batara menggusak puncak kepala sang buah hati. "Kamu nggak apa-apa ya main sama Papa dulu? Kasihan Kak Aru perlu istirahat."

"Kita jengukin Kak Alu, yuk?" ajak Bintang bangkit dan melipat kedua tangannya di depan dada. Out of nowhere. "Kasian Kak Alu sakit gak ada yang nemenin. Yuk? Yuk?"

Atas ucapan spontan dari Bintang, tentu Batara menggelengkan kepala seraya mengulas senyum tipis. Siapa yang mengajari puteranya hingga punya pemikiran impulsif begini?

"Tapi Papa nggak tahu rumah Kak Aru, Bintang."

"Papa cari di Gulugulu dong, Pa," cerocos Bintang. Maksudnya adalah Google.

Batara terkikik. "Kamu pikir Gulugulu tahu rumah semua orang?"

Bintang mengangguk polos. "Kan kata Papa Gulugulu pintel."

"Kalau Gulugulu nggak pernah main ke rumah Kak Aru gimana?" goda Batara.

"Nggak mauuuuuu! Pokonya Bintang mau jengukin Kak Aluuuuu......!!!"

Sejujurnya, dalam hati kecil Batara juga terbit sedikit kekhawatiran tentang keadaan Aru.

Dengan keadaannya yang seorang diri, siapa yang akan membantu jika seuatu terjadi dengannya?

BERBEKAL alamat rumah yang dikirimkan Utari melalui pesan singkat, sore itu Batara menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan tiga lantai yang terletak di sebuah kawasan perumahan yang teduh. Seorang perempuan berusia kira-kira empat puluh muncul setelah Batara menekan bel yang berada di gerbang.

"Cari siapa?" tanya perempuan tersebut dengan suara ramah.

"Saya cari Aruna," jawab Batara memperlihatkan alamat di layar ponselnya. "Saya saudaranya dan ingin menjenguknya."

"Oh Mas Aruna. Mari silakan saya antar ke kamarnya."

Maka setelahnya, Batara dan Bintang melangkahkan kaki mengekori perempuan yang tergopoh membawanya memasuki bangunan tersebut. Dari informasi yang diberikan Utari, Aru tinggal di sebuah kamar sewa di kawasan Timur Jakarta. Seraya mengayunkan tongkat penopang kakinya, Batara sempat tersenyum memperhatikan Bintang yang dengan semangat berjalan membopong kantung kertas berisi buah-buahan yang tadi dibelinya sebelum kesini.

"Nah, kamar Mas Aru yang di ujung itu," kata sang perempuan penjaga begitu mereka tiba di sebuah lorong di lantai dua yang diisi oleh lima kamar menghadap ke arah balkon. "Saya anterin sampai sini aja ya, nanti kalau Masnya butuh apa-apa, saya ada di bawah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FOREVER WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang