Heartbeat 17

14.6K 991 15
                                    

Marik keluar dari ruang perawat dengan hidung yang tampak sudah dilapisi perban. Ternyata bukan hanya hidungnya saja yang terluka, tapi juga beberapa anggota tubuh lainnya seperti pundak kiri dan kedua lututnya yang terdapat luka gores. Harvi mendampingi di samping kanannya sambil memegangi siku kanan Marik.

"Kenapa kau bisa sampai begini sih?!" omel Harvi marah-marah begitu mereka berada di luar klinik yang tampaknya sudah sepi. Klinik itu tak berada jauh dari apartemen Harvi. Dari kejauhan, tampak Alanda yang tengah berdiri di samping mobilnya, membelakangi mereka berdua. Ia sepertinya sedang menerima telepon dari seseorang.

"Tadi sore aku jatuh dari motor pas perjalanan ke apartemenmu. Tapi ternyata kau tidak ada."

Jawaban Marik membuat Harvi teringat akan kekecewaannya. "Aku tadi ke apartemen kakakku."

Mereka menghentikan langkah dan saling berhadapan.

"Apakah kau benar-benar membohongiku selama ini?" tanya Harvi langsung, yang membuat Marik menatap Harvi tanpa berkedip.

"Aku sebenarnya sudah berhenti dari itu semua sejak mengenalmu," jawab Marik jujur.

"Lalu kenapa tadi sore kau melakukan kebiasaan burukmu itu lagi?!" tanya Harvi dengan suara tinggi.

"Aku frustasi!" balas Marik tak kalah tinggi.

"Frustasi? Apa maksudmu?"

"Aku tidak suka kau dekat dengan laki-laki lain! Aku tahu ini tidak benar. Maksudku, aku ini laki-laki dan kau juga laki-laki... Tapi aku benar-benar suka padamu! Aku sayang padamu. Sejak awal kita bertemu. Sejak kita berkenalan. Bahkan aku rela meninggalkan kebiasaan burukku, hanya untukmu, supaya aku bisa terus dekat denganmu!"

Harvi terperanjat mendengar pengakuan Marik. Orang yang selama ini dianggapnya sebagai sahabat, ternyata malah menganggapnya lebih dari sekedar sahabat. Kedua lutut Harvi terasa sangat lemas hingga ia jatuh terduduk dengan pandangan nanar.

Dengan cepat, Marik segera membantunya berdiri. "Kau tidak apa-apa?" tanya Marik.

Tapi bukannya menjawab, Harvi malah memandang Marik dengan penuh bimbang. Ia bingung harus bagaimana ia membalas pernyataan Marik.

"Bisakah kau, setidaknya, memberikanku kesempatan sekali saja. Aku tidak akan membuatmu kecewa. Percayalah padaku, Harvi!" pinta Marik dengan nada memelas.

Harvi masih bingung akan perasaannya selama ini. Jantungnya terdengar berdentuman seperti sedang dihantam ratusan balok kayu. Ia merasa nyaman dengan Marik. Ia selalu memberikan perhatiannya pada laki-laki di depannya itu. Begitu pun sebaliknya.

"Aku tidak ingin merusak hubungan persahabatan kita," ujar Harvi tiba-tiba.

"Aku juga tidak ingin begitu. Yang ku mau cuma mengembangkan hubungan kita menjadi lebih berarti. Dan aku berharap kita bisa melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius."

Harvi menelan ludah. Jenjang yang lebih serius? Apakah Marik berniat untuk menikahinya?

Harvi menunduk. Pipinya langsung basah seketika setelah iar matanya keluar tiba-tiba. Ini benar-benar seperti mimpi, seorang laki-laki menyatakan cinta padanya secara langsung, bahkan sudah berani mengatakan tentang pernikahan.

Pada saat yang sama, Marik menarik dagu Harvi dan menghapus jejak airmata dengan ibu jarinya. "Tolong jangan menangis. Kalau kau memang tidak bisa memberiku kesempatan sama sekali, tidak apa-apa. Yang penting kau sudah tahu hal itu saja buatku sudah cukup."

Tanpa berkata apapun, Harvi segera merangkul leher Marik sambil berjinjit dan menciumnya. Ia menahan hatinya untuk tetap memagut bibir Marik walaupun aroma alkohol terasa di bibirnya. Marik sempat terhuyung ke belakang dan sedikit terlonjak. Ia takut kalau ini hanya mimpi. Ia takut kalau ia menggerakan sedikit saja anggota tubuhnya, maka mimpinya akan hilang.

Tapi Marik berusaha meyakinkan diri dan hatinya lalu mulai mengangkat kedua tangannya dan merangkul tubuh Harvi, semakin lama semakin erat, tanpa melepaskan ciuman mereka. Merasa dunia hanya milik mereka berdua.

Tanpa mereka ketahui, Alanda tengah memandang mereka dengan perasaan yang hancur, hingga ponsel di tangannya terjatuh ke tanah.

Ia sudah terlambat. Marik sudah mengambil langkah lebih dulu dari pada dirinya. Alanda memejamkan mata, mulai merunduk pelan hingga ia berjongkok, mengambil ponselnya yang jatuh hingga tutup dan baterainya terlepas. Di tatapnya keadaan ponselnya yang tampak lebih mendingan daripada keadaan hatinya.

Sekarang apa? Apa yang harus ia lakukan? Tidak ada gunanya lagi berada di rumah Harvi. Apakah ia harus kembali ke Dezia? Alanda terpejam lagi.

Beberapa saat kemudian, Harvi dan Marik sudah berdiri di depan Alanda.

"Alanda? Kamu sedang apa?" tanya Harvi yang langsung membuat Alanda mendongak. Tampak jelas Marik menggamdeng tangan kiri Harvi. Namun Alanda berusaha untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Ini, ponselku tadi jatuh," jawabnya sambil memperlihatkan bagian-bagian ponsel Alanda yang terlepas.

Harvi mengangguk. "Ngomong-ngomong, kalau kau lelah, kau bisa pulang duluan. Malam ini aku ingin menjaga Marik di rumahnya, takutnya nanti dia bakal menyakiti anggota tubuhnya yang lain setelah hidungnya."

Marik mendorong kepala Harvi. "Jangan mengada-ngada. Hidungku ini kan patah pas aku mencarimu. Jadi secara tidak langsung, orang yang menyakiti tubuhku itu kamu."

Harvi terkekeh renyah. "Iya, maaf. Maaf."

"Makanya, lain kali jangan menghilang seenakmu begitu. Bagaimana kalau nanti kau kenapa-kenapa?" gerutu Marik lagi. Harvi hanya menyengir.

Alanda merasa gelisah. Harvi ingin menginap di rumah Marik? Jangan-jangan mereka berdua mau.... Tidak!! Alanda yakin kalau Harvi bukan orang yang mudah untuk diajak melakukan hubungan di atas ranjang. Tapi Alanda tidak boleh membiarkan Harvi dan Marik berduaan saja.

"Kenapa tidak pulang besok saja? Ini juga sudah malam. Kau bisa tidur di apartemen Harvi," usul Alanda. Marik merenung sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuknya.

"Hm, boleh juga. Bagaimana denganmu? Kau setuju?" tanya Harvi pada Marik.

"Boleh juga. Tubuhku agak sedikit pegal karena jatuh dari motor tadi siang. Aku takut nanti kalau di jalan pas kita pulang ke rumahku, bisa-bisa malah tepar," balas Marik sambil mengusap-usap puncak kepala Harvi dengan lembut.

(Bersambung...)

HEARTBEAT (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang