Heartbeat 18

18.9K 1K 30
                                    

Hari semakin malam. Semua lampu di apartemen itu padam. Namun Harvi belum bisa tidur. Satu buah tempat tidur yang harus dibagi bersama Marik dan Alanda membuatnya sangat tidak nyaman. Apalagi ia berada di tengah-tengah.

Satu lagi yang membuatnya sulit tidur, adalah posisinya dan Marik yang berhadapan, dengan kepalanya yang bersembunyi di dada Marik. Rasanya terlalu nyaman sampai-sampai rasa kantuknya hilang seketika. Ia pun bisa membaui aroma tubuh Marik yang kini sudah tak lagi beraroma alkohol, karena Harvi bersikeras memaksa Marik supaya mandi air hangat dulu sebelum tidur.

Sekarang ia bingung bagaimana caranya supaya ia bisa tidur nyenyak. Ia mendongak menatap wajah Marik yang berbaring di sisi kanannya. Laki-laki yang ada didepannya kini sudah menjadi kekasihnya. Ia terlelap dengan ekspresi wajah yang sangat menggemaskan, walaupun hidungnya tertutup oleh perban. Sampai-sampai, Harvi tidak tahan. Ia mendorong tubuhnya ke atas secara perlahan dan mengecup bibir Marik, lalu segera kembali ke posisinya semula.

Tapi tanpa ia duga, Marik malah melingkarkan tangan kanannya ke leher Harvi dan mengusap rambutnya.

"Cepatlah tidur. Jangan membuatku jadi terangsang. Aku susah menahannya," bisik Marik yang ternyata juga belum tidur. Harvi tersenyum malu sambil balas memeluk pinggang Marik.

Namun beberapa menit kemudian, tiba-tiba Harvi merasa ada tangan dari belakang yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Itu tangan Alanda. Dengan pelan, Harvi memindahkan tangan tangan Alanda ke belakang punggungnya.

Apakah Alanda selalu begitu setiap mereka tidur selama ini? Melingkarkan tangannya di pinggang Harvi? Harvi pun juga tidak tahu, karena Alanda setiap pagi selalu bangun lebih dulu daripada Harvi.

Tak berselang lama, mendadak Harvi kebelet buang air besar, sudah tidak bisa ditahan lagi. Astaga!

Ia segera menyingkirkan lengan Marik dari lehernya dan berlari ke kamar mandi yang ada di sebelah kamar gudang lalu menutup pintunya dengan keras.

Tak perlu waktu lama, lima menit kemudian Harvi sudah selesai dan memakai celananya kembali. Ia jadi bingung. Padahal tadi siang ia hanya makan siang sedikit di rumah Angelinn dan belum makan malam sama sekali.

Ketika ia membuka pintu kamar mandi, tanpa diduga, Alanda langsung masuk ke dalam kamar mandi dan menutupnya dari dalam tanpa memberi Harvi kesempatan untuk keluar.

Begitu Harvi berusaha menerobos ingin keluar, Alanda malah menahannya. Harvi jadi sedikit takut.

"Apa-apaan sih, Alanda? Aku mau keluar."

"Aku mau bicara sama kamu, Harvi. Berdua saja," jawab Alanda dengan nada yang penuh putus asa.

"Di luar kan bisa," ujar Harvi ingin menerobos lagi, tapi Alanda tetap menahannya.

"Ku mohon, Harvi. Sebentar saja," Alanda memelas sambil mengatupkan kedua telapak tangannya. Harvi memandang Alanda yang tampaknya memang ingin bicara serius.

"Baiklah. Kau mau bicara apa?"

Alanda menunduk. Kedua tangannya mengepal, berusaha mengumpulkan keberanian yang ia miliki. Ia menatap Harvi dalam-dalam.

"Tadi aku melihat kau dan Marik berciuman di depan klinik."

Harvi terperanjat. Alanda melihatnya? Bukannya tadi ia sedang menelpon seseorang ketika mereka berciuman. Harvi terdiam menunduk. Ia tidak bisa mengelak sedikit pun.

"Apakah kau dan Marik pacaran?" tanya Alanda. Harvi tak mampu menjawab. Bibirnya seperti tengah di lumuri dengan lem perekat.

"Apakah kau mencintai dia? Apakah dia lebih baik daripada aku? Apakah kau tidak ingin tahu bagaimana perasaanku?!" teriakan Alanda menggaung di dalam kamar mandi, yang sontak membuat Harvi menengadahkan kepalanya memandang Alanda. Apa maksud dari perkataan Alanda?

Pada saat yang sama, Alanda membingkai wajah Harvi dengan kedua tangan dan menariknya. Napas Harvi tercekat ketika bibir Alanda menempel dengan lembut di bibirnya. Dengan cepat, Alanda mendorong tubuh Harvi ke dinding dan terus mendesaknya.

Harvi yang merasa sangat takut pun akhirnya mulai memberontak. Ia mendorong kepala Alanda menjauh dari wajahnya dan menampar wajahnya sekeras mungkin supaya ia tersadar.

Dan benar. Alanda terbelalak sambil memegang pipi kirinya dengan ekspresi kaget.

"Maaf atas kelancanganku," ujar Alanda lirih kemudian berlari keluar menuju kamar. Harvi memandang tangan kanannya yang baru saja menampar Alanda. Apakah ia sudah berbuat jahat? Tanpa berpikir lama-lama lagi, Harvi mengejar Alanda hingga ke kamar.

Di sana sudah ada Alanda yang sedang mengepaki pakaian-pakaiannya ke dalam koper.

"Kau mau kemana?" tanya Harvi dengan bodohnya.

"Aku mau pulang. Aku punya rumah sendiri. Lagipula juga sepertinya sekarang Dezia sudah tidak lagi mengejaku," jawabnya tanpa memandang Harvi sedikitpun. Ia megemasi pakaiannya dengan cepat tanpa merapikannya dulu.

"Kau... Kau masih bisa pulang besok. Ini kan sudah larut malam."

"Tak apa. Lebih cepat lebih baik. Lagipula kehadiranku disini kelihatannya juga tidak begitu berarti," balas Alanda dengan sinis. Setelah selesai, ia berjalan menghampiri Harvi sambil menengadahkan tangannya di depannya, dengan salah satu tangan yang lain memegang pegangan koper pakaiannya.

"Apa?" tanya Harvi bingung.

Alanda menaikkan kedua alisnya. Ia tampak begitu tenang setelah kejadian di kamar mandi barusan. Apakah dia hanya berpura-pura bersikap tenang?

"KTP-ku. Memangnya apalagi yang aku minta padamu selain itu?"

Harvi menghembuskan napas dengan begitu berat. Seperti tidak ingin Alanda pergi. Dengan enggan ia berjalan ke arah meja belajarnya dan mengambil dompet. Dikeluarkan KTP milik Alanda lalu di serahkan kepada pemiliknya sambil menunduk, seakan-akan tidak rela.

Tak berselang lama, Marik terjaga dari tidurnya. Ia sedikit kaget melihat Alanda dengan kopernya. "Loh? Kamu mau pergi? Kenapa tidak besok saja?"

Alanda menaikkan bahunya sekilas. "Pembantu ingin pulang kampung mendadak. Jadi sepertinya aku harus pulang sekarang. Aku tidak ingin rumahku kosong," jawabnya dengan senyum palsu.

Marik menggaruk-garuk kepalanya. Benar-benar alasan yang tidak masuk akal. Kedengarannya malah Alanda yang seperti pembantu. Tapi mau bagaimana, toh itu juga hak Alanda.

Lain halnya dengan Harvi yang tampaknya berubah menjadi orang yang pendiam. Merasa menyesal telah menampar Alanda. Tapi ia juga tidak mampu menahan Alanda untuk tetap tinggal.

(Bersambung...)

HEARTBEAT (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang