"Ini bukan akhir, ini hanya awal." – Raka
_____
Semua terdiam, merasakan ketegangan yang semakin menebal di udara. Nara menatap ke arah sahabat-sahabatnya, mencoba mencari jawaban di mata mereka, tapi semuanya sama-sama terkejut dan bingung. Suara itu, meskipun berat dan serak, terdengar jelas di telinga mereka, namun tidak ada jejak siapa pun di sekitar.
"Ra, lo denger kan?" Faris berbisik, wajahnya pucat.
"Gue nggak bayangin, nih, kalau ada orang lain di sini."
Nara menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan perasaan.
"Iya, gue denger. Tapi siapa yang ngomong? Gak ada siapa-siapa di sini."
Suaranya serak, dan rasanya seperti datang dari dalam dinding itu sendiri. Ruangan itu seakan menyimpan sesuatu yang lebih gelap daripada yang mereka bayangkan.
"Mungkin kita harus pergi aja, Ra,"
Dito berkata, langkahnya mundur sedikit, mencari jalan keluar dari ruangan itu.
"Ini nggak enak. Kita bisa cari tahu nanti, kalau memang ada yang perlu kita cari tahu."
Tapi Mika, yang semangatnya nggak pernah surut, mengabaikan rasa takut dan melangkah lebih dekat ke meja besar itu.
"Gue rasa suara itu nggak bahaya. Mungkin cuma echo, atau semacam getaran dari dinding."
Mika berbicara dengan nada penuh keyakinan, tapi ada ketegangan yang jelas di wajahnya.
"Kita harus cari tahu apa yang ada di buku-buku itu."
Nara menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri.
"Mika, lo emang nggak takut, sih? Ini bukan hal sepele, nih. Gimana kalau kita buka hal yang nggak seharusnya kita buka?"
Tapi Faris, yang sudah sedikit terkesima dengan suasana yang semakin misterius, mendekat ke meja.
"Mika bener juga, Ra. Kita udah sampe sini, kenapa nggak coba aja lihat apa yang mereka tulis?"
Raka, yang sebelumnya diam dan terlihat sangat tenang, tiba-tiba mengeluarkan suara lembut.
"Gue setuju sama Faris. Kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tapi kita udah nemuin ruang ini. Paling nggak, kita cari tahu kenapa tempat ini ada."
Semua mengangguk pelan, seolah merasa terikat dengan keputusan yang sudah dibuat. Mereka harus mencari tahu apa yang tersembunyi di balik ruang rahasia ini. Meskipun rasa takut masih menyelimuti, rasa penasaran lebih kuat menggerakkan mereka.
Mika mulai membuka buku-buku yang tergeletak di meja itu satu per satu, dengan hati-hati. Beberapa halaman tampak usang, warnanya pudar, dan tulisan tangan yang tercetak di atasnya juga sudah agak sulit dibaca. Namun, ada satu buku yang tampaknya masih cukup baru, dengan sampul kulit yang sedikit lebih bersih daripada yang lainnya. Buku itu tergeletak di tengah, terbuka pada halaman yang memperlihatkan tulisan yang sangat rapi.
Nara mendekat, ikut memeriksa buku yang dibuka Mika
"Apa itu, Mik? Tulisan apa tuh?"
Mika mengernyit, berusaha membacanya.
"Gue nggak tahu, tapi kayaknya ini catatan tentang organisasi mahasiswa. Ini... ini tentang rapat yang diadakan di ruang ini."
Faris menatap buku itu dengan antusias.
"Rapat? Apa yang mereka bicarain? Apa ada hubungannya sama yang kita cari?"
Mika melanjutkan membaca, dan matanya menyipit ketika menemukan sebuah nama yang dikenal oleh mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eclat D'Amitie
Teen FictionNara Arunika Az-zahra, gadis cantik dengan pesona yang tak terelakkan, dikenal bukan hanya karena senyumnya yang menawan tetapi juga kebijaksanaan yang jarang dimiliki gadis sebayanya. Dengan kecerdasannya dalam menasihati dan hati yang baik, Nara d...