Minji memeluk lututnya, menundukkan kepalanya. Tak ia pedulikan hujaman air hujan yang membasahi sekujur tubuhnya. Sudah sekitar dua jam Minji bertahan di posisi seperti itu.
Meringkuk di balkon kamarnya. Meski balkon tersebut memiliki atap. Namun, hujan deras disertai angin kencang sore itu tentu akan tetap membuatnya kehujanan.
Minji menggigil, bibirnya sekarang mungkin pucat pasi. Dia dapat mendengar gedoran pintu yang berasal dari pintu depan kamarnya. Meski suaranya cukup teredam oleh derasnya air hujan yang turun ke bumi.
"Minji buka, jangan aneh-aneh!" Samar-samar minji mendengar suara Hyein diiringi gedoran pintu kamarnya.
Minji menutup netranya. Haduh mengapa teman-temannya ini gemar sekali menganggu prosesi 'meditasi'nya. Lagipula dia tak akan bunuh diri. Meski perbuatannya sekarang bisa saja membuatnya mengalami hipotermia hingga berakhir merenggut nyawanya.
"Ji, buka dong. Dingin nih gue pengen numpang bikin mie instan!" Siapa lagi yang akan melontarkan bunyi tersebut kalau bukan Ryujin.
Minji masih bergeming. Dia memang mulai mengalami pusing yang cukup menyiksa. Lagipula hujan ini belum juga berhenti. Masih tetap turun dengan deras meski sudah berjam-jam lamanya. Padahal Minji baru berniat beranjak jika hujan sudah reda.
"Ji, sadar. Aku sama kamu udah berakhir."
Di tengah peningnya kepala Minji, tergiang-giang suara Haerin dari kejadian tadi siang.
"Gamau rin, aku masih mau kita bareng. Aku gamau kamu ninggalin aku."
Minji tentu tak terima. Masih berusaha membujuk Haerin untuk menerimanya kembali.
"Kamu yang ninggalin aku nji. Kamu yang duluan pergi. Kamu lupa kalo udah ngekhianatin aku?"
Minji tak punya pembelaan. Isakannya semakin kencang karena sadar bahwa tambatan hatinya akan kembali menghilang dari hidupnya.
"Aku nyesel rin, aku nyesel banget. Hidupku jadi gada artinya sejak kamu pergi. Aku mohon biarin aku perbaikin semuanya."
Minji menjatuhkan lututnya di hadapan Haerin, membuat dirinya bersimpuh. Dengan genggaman tangannya yang dia pererat pada telapak tangan Haerin. Minji kembali meraung.
Haerin menundukkan badannya, kemudian berjongkok hingga sejajar dengan pandangan Minji.
"Udah ya, malu diliatin orang-orang."
Haerin terlihat terkekeh, mungkin dia berusaha bergurau agar percakapan mereka tidak terlalu dramatis. Mengingat berapa pasang mata yang mencoba curi-curi pandang pada kehadiran mereka ataupun yang terang-terangan menonton. Namun, hal itu tentu tak menghentikan isakan minji yang terdengar cukup kencang.
Haerin menghela nafas berat. Dia kumpulkan kekuatan dan kesabarannya menghadapi mantan kekasih yang cosplay menjadi bayi berumur 3 tahun.
"Minji, dengerin aku. Aku bahkan ga pernah sempet nunjukin marahku ke kamu meski kamu udah ngehancurin kepercayaan aku. Aku ga nunjukin marahku langsung, tapi bukan berarti aku udah nerima kamu, terus udah maafin semua perbuatan kamu di masa lalu, bukan. Ga kayak gitu."
Haerin kembali menghela nafas. Sedangkan isakan minji mulai mereda demi mendengar kalimat-kalimat sang pujaan hati.
"Aku ngerasa sakit banget ji. Sampe sekarang masih sakit. Inget kamu bercumbu sama cewek lain padahal paginya baru aja ketemuan sama aku, pelukan sama aku, cium-cium pipi sama dahi aku. Baru aja paginya aku bikinin bekal. Tapi bisa-bisanya sorenya kamu langsung lupa kalo udah punya cewek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Sour
Romance[Kittyz | Catnipz] Bagaimana bisa gadis kue seperti Haerin berubah 180 derajat menjadi seseorang yang lebih gemar menggunakan pakaian gelap yang simple. Bukan hanya cara berpenampilannya yang berubah, namun perubahan sikap dan sifatnya juga jadi tes...