Ambisius

18 3 1
                                    

***
Hai-hai👋

Part ini sedikit emosional!
Bacanya pelan-pelan aja, oke?
Biar feel-nya kerasa🥶

***

Pagi Lyora yang seharusnya indah dan sejahtera dengan suasana hati yang bagus karena dia baru saja menamatkan novel thriller traktiran Juan kemarin, tiba-tiba berubah 180° saat mendengar ocehan-ocehan tidak berguna di sekelilingnya.

Hari ini akan ada bimbingan dari wali kelas untuk anak-anak Olimpiade. Sebuah hal yang wajar, namun netizen of Potassium malah tidak wajar menanggapinya.

Baru saja Lyora menapakkan kakinya beberapa langkah di gedung sekolah bertingkat yang mewah atau nama lainnya Potassium, telinganya langsung gatal mendengar hujatan panas yang sangat jelas diperuntukkan padanya.

Sebisa mungkin ia menulikan pendengarannya, berdebat dengan manusia-manusia iri itu tidak akan ada habisnya, hanya menguras energi saja. Toh, selama sekolah di sini hujatan sudah menjadi makanan sehari-hari, atau bahkan bisa dikatakan cemilan setiap saat karena saking tak henti-hentinya.

"Lyora Asfa Nangia." Panggil seorang laki-laki dengan nada yang lurus namun mengintimidasi dari arah belakang.

Tanpa menoleh pun Lyora dapat tahu siapa sosok dibalik suara itu. Namun kembali lagi, hari ini Lyora benar-benar malas meladeni apapun yang berkaitan dengan orang-orang dengki. Jadi ia memutuskan untuk terus saja melangkahkan kakinya ingin cepat-cepat masuk ke kelasnya.

"Anak kesayangan papa sekarang tuli?" sosok itu kembali membeo.

"Papa doang? Nggak sama mama sekalian?" ucap orang lain yang ada di situ juga.

"Emang dia punya?"

"Berengsek!" Tamparan kuat dengan cepat Lyora layangan pada pipi laki-laki itu. Sorot matanya berubah menjadi tajam menusuk bak seekor elang tengah memburu mangsanya. "Lo silahkan hujat gue seenaknya, tapi jangan pernah bawa-bawa mama, Gio!" bentak Lyora keras dengan menaikkan beberapa oktaf suaranya.

"Kenapa?"Laki-laki itu memandang Lyora angkuh seakan ia lah yang paling berkuasa di sini.

Lyora justru berdecih remeh dibuatnya, terkekeh pelan merasakan serunya melihat orang sok jago di depannya. "Ternyata lo bego juga, ya? Gak ada hal lain buat nyerang gue? Atau ... lo gak nemu kekurangan gue?"

"Dalam segi apapun, lo kalah jauh dari gue."

"Oh, ya?" Smirk di wajah Lyora terukir jelas dengan sorot mata tenang namun sangat mengintimidasi. "You think you better than me?"

"Jangan berlagak Lyora! Lo bukan apapun di sini."

"Mungkin." Lyora mengangkat bahunya acuh. "Di sini gue emang dianggap bukan apapun. Tapi satu bulan lagi, gue berdiri di atas panggung bareng Sainuri sang idola masyarakat Potassium sebagai patrner dalam Olimpiade cerdas cermat." Ujar Lyora lantang sembari melayangkan tatapan pada orang-orang yang ada di sana. "Dan harus kalian terima, Itu hal yang kalian semua iriin dan gak bisa gapai, kan?"

Gio langsung menyambar leher Lyora setelah mendengar pernyataan yang menurutnya konyol, ia cekik kuat leher wanita itu seakan ingin melahapnya sekarang juga.

Dapat dirasakan atmosfer di sekelilingnya juga mendadak berubah lebih mencekam. Semua orang melayangkan tatapan hina pada Lyora seakan-akan ia adalah kotoran yang sangat menjijikkan.

Mendapatkan perlakuan tersebut, Lyora justru masih bersikap santai dengan tatapan tenangnya. Fokusnya saat ini ia layangkan dahulu pada Gio yang masih setia menenggerkan tangan kekarnya di lehernya. "Gak usah marah dong, lo cekek gue sampe mati pun, tetap gue yang terbaik dibanding l—."

Sudut PandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang